MOJOK.CO – Ternyata banyak dari kita yang memutuskan pilih jurusan kuliah bukan karena alasan yang rasional, tapi lebih karena alasan goblok seperti menghindari matematika, ngikutin pilihan orang tua, sampai ngikutin jurusan kuliah orang yang kita suka.
Waktu interview kerja di Mojok, saya ditanya oleh Cik Prim apa alasan saya ambil jurusan HI pas kuliah. Saat itu dengan polos saya jawab karena saya ingin jadi agen pemain sepakbola internasional.
Cik prim yang lagi sebat tiba-tiba tersedak lalu menelan rokoknya mendengar jawaban saya itu. Lalu dia ngakak dan memandang saya dengan tatapan aneh takjub.
Iya iya saya tahu, jawaban saya saat itu emang antimainstream. Ketika orang lain masuk jurusan HI karena bercita-cita pengin jadi diplomat, atau kerja di kementerian luar negeri, atau kerja di perusahaan multinasional, saya malah pengin jadi agen pemain bola yang tentu saja nggak ada sangkut paut sama HInya blass.
Saya lalu menjelaskan betapa naifnya saya—untuk tidak dikatakan goblok—mikir kalau HI adalah jurusan yang pas untuk mencapai cita-cita saya sebagai seorang agen pemain sepakbola karena….
…..di HI bakal belajar Diplomasi.
Jebul pas udah kuliah baru saya tahu kalau diplomasinya HI itu konteksnya diplomasi negara. Bukan diplomasi jual beli dan tawar-menawar manusia.
Yhaaa, waktu dan tempat saya persilakan untuk kalian semua ngetawain saya.
….
….
Dah dah jangan lama-lama ketawanya.
Kenapa sih tiba-tiba saya dengan PD-nya menceritakan kegoblokan saya dalam memilih jurusan kuliah ini? Yha tentu saja karena sebentar lagi sudah masuk masa-masa seleksi PTN, dan ini membangkitkan kenangan saya, juga kamu-kamu sekalian yang punya pengalaman sama gobloknya naifnya karena pilih jurusan kuliah gara-gara alasan-alasan yang super duper tidak rasional.
Hayoo, ngaku aja deh, dulu kamu juga pilih jurusan kuliah gara-gara alasan goblok kayak gitu, kan?? bukan karena benar-benar riset, dan nyari tahu secara serius apa aja yang bakal dipelajari selama kuliah, kan??
Lha wong saya yakin saya nggak goblok sendirian kok. Soalnya saya juga kenal seseorang yang dengan nggak tahu diri memutuskan pilih jurusan matematika hanya gara-gara dia lulus ulangan matematika sekali (padahal dalam 3 tahun masa SMAnya selalu remedial).
Saya juga kenal orang yang pilih jurusan pertanian biar bisa dolan dan main lumpur di sawah. Orang yang pilih jurusan perikanan karena ngefans sama bu Susi, orang yang pilih jurusan filsafat karena ngehindarin matematika (ini sih biasa), juga orang yang pilih jurusan perikanan karena… Cap cip cup kembang kuncup!
Tapi yang paling savage menurut saya adalah alasan teman saya memilih jurusan planologi karena senpai yang dia suka semasa SMA kuliah di jurusan yang sama…
Waktu saya tanya planologi itu jurusan kuliah macam apa, dia cuman bisa nyengir karena dia juga mbuh itu jurusan kuliah apa.
“Pokoknya namanya kan plan-plan, artinya perencanaan. Jadi itu kuliah perencanaan. Yha betul! Perencanaan masa depan aku dan masnya” Gitu, katanya.
Dan pas ndilalah dia beneran keterima di jurusan itu, alih-alih panik dan mikirin gimana survive ngadepin matakuliah dasar kayak fisika dan kalkulus yang wajib dipelajari oleh jurusannya, dia malah sibuk ngebayangin betapa menyenangkannya bisa sekampus sama senpainya itu. Mikirin kalau dia bisa modus ngajakin nugas bareng di perpus, lalu makan siang bareng di kantin kampus. Hadehh, calon-calon bucin memang diatuu.
Melihat alasan-alasan goblok dalam memilih jurusan kuliah yang dilakukan oleh orang yang saya kenal itu, ternyata kalau kita cermati dengan baik, fenomena seperti ini bukan sesuatu yang langka-langka amat.
Entah itu karena manusia memang makhluk yang naif atau emang goblok bawaan, ternyata kita sering nggak betul-betul memikirkan alasan kenapa kita mengambil suatu keputusan penting dalam hidup kita.
Loh keputusan kayak jurusan kuliah ini kan penting banget.
Jurusan kuliah kita itu akan menentukan hidup dan pekerjaan kita di masa depan—contoh kecilnya, apakah bakal lamar kerjaan yang sejalan sama jurusan kita, atau ngelamar yang untuk semua jurusan. Eh.
Dan sadarkah kalau semasa SMA, kita nggak benar-benar mempertimbangkan itu semua…
Tapi itu bukan salah kita sih. Namanya juga anak SMA. Mana ada anak SMA yang bijaksana coba wqwq.
Orang waktu SMA kita mikirnya semuanya sederhana kok. Mikir kalau ambil jurusan apa pun kita akan survive dan baik-baik saja. Dunia di dalam otak kita adalah taman bunga. Dan saat itu kita selalu optimis melihat masa depan (yang setelah dijalani ternyata surem wqwq).
Masalahnya ketika mau memutuskan pilihan, kita sering bingung karena kita terbiasa diatur-atur oleh orang dewasa di sekitar kita, kita jadi nggak benar-benar tahu apa yang sebenarnya kita inginkan dalam hidup kita.
Akhirnya, banyak deh dari kita yang menyerahkan keputusan—pilih jurusan kuliah—ini dengan alasan goblok lainnya yaitu menyesuaikan apa yang orang tua inginkan.
Padahal, mengikuti orang tua bisa jadi keputusan yang zonk karena orang tua kita juga sebenarnya nggak ngerti-ngerti amat sama kehidupan kita. Belum lagi mereka juga sering punya ekspektasi tinggi yang bikin kita terbebani.
Akhirnya, gara-gara memutuskan sesuatu yang penting dengan alasan-alasan konyol ini, banyak yang ngerasa salah jurusan dan jadi bingung dengan masa depannya karena nggak mencintai apa yang dia lakukan. Boro-boro mencintai, ini ngerti aja nggak huhu.
Mungkin memang seharusnya sejak awal kita sekolah SMA itu bukan hanya diarahkan untuk berburu nilai bagus. Tapi juga ada pengembangan minat bakat supaya kita bisa bikin keputusan yang lebih rasional dan mengenali sebenarnya apa sih passion kita itu.
Selama ini kan buat nentuin jurusan kuliah cuman dilihat dari nilainya aja. Kalau kamu punya nilai bagus, kamu akan punya keleluasaan pilih jurusan karena bisa dipastikan mau pilih jurusan apa aja bisa lulus.
Coba orang-orang yang nilainya pas-pasan. Akhirnya demi mengejar masuk PTN, mereka memilih jurusan dengan passing grade atau peminat yang kecil tanpa tahu itu kuliahnya ngapain.
Coba kalau sejak SMA sistem nilai itu dihilangkan dan diganti penelusuran minat bakat, kan jadinya kita bisa tahu minat dan bakat kita sejak lama. Dan sekolah juga akan lebih mudah mengarahkan atau merekomendasikan jurusan kuliah yang sesuai dengan karir apa yang kita inginkan.
Jadinya kan, orang-orang goblok naif kaya saya bisa dapat jurusan kuliah yang sesuai dengan cita-cita saya. Kalau itu beneran terjadi di masa lalu, saya mungkin udah jadi agen pemain bola beneran yang lagi ngerekrut pemain-pemain ganteng dan memecahkan rekor transfer pemain—bukannya kayak sekarang yang harus nulis tentang kebodohan pilih jurusan HI karena salah kaprah sama diplomasi. Hadehh.