MOJOK.CO – Saya menyesal mengiyakan ajakan Bogel untuk menonton seorang nenek yang tengah sakratulmaut. Saya tidak tahu kalau si nenek itu adalah leak yang tengah mencari pewaris!
Pengalaman paling menyeramkan yang pernah saya rasakan adalah ketika hampir menjadi pewaris leak. Suatu kali, seorang teman mengajak saya untuk menonton nenek yang tengah sekarat. Bodohnya, saya mau saja ikut ajakannya.
Kejadian ini terjadi ketika sama masih SMA. Hampir setiap hari, saya bermain ke rumah salah satu teman. Bogel namanya. Bogel tinggal di salah satu kampung di pusat Mataram, Nusa Tenggara Barat. Sebuah kampung di tengah kota, di mana masyarakatnya masih percaya dan melakukan berbagai ritus mistis.
Ketika sedang berkunjung, Bogel bilang ada seorang nenek yang sedang sakratulmaut. Bogel mengajak saya untuk melihat proses itu. Memang agak aneh teman saya ini. Ada orang sedang sekarat malah jadi tontonan. Dia agak memaksa saya untuk menemani menonton karena katanya, nenek ini adalah leak. Penasaran, saya mau saja ikut menemaninya.
Ada satu hal yang perlu saya luruskan. Leak di sini bukan sekadar hantu. Sebetulnya, dia adalah manusia jadi-jadian yang “salah pergaulan”. Nenek ini, dulunya, ingin terlihat cantik dengan cara instan. Bukannya perawatan wajah dan olahraga, nenek ini malah pakai susuk. Efek samping yang dia rasakan lebih mengerikan ketimbang efek merkuri pada kulit manusia. Nenek ini malah menjadi leak ketika sedang tidak sadar.
Dari cerita yang beredar, ketika pengguna susuk ini sedang tidak sadar, mereka berubah menjadi leak, sosok “ hantu minimalis”. Hanya berupa sepotong kepala dengan jeroan tubuh yang tergantung di kepala itu. Meskipun minimalis, saya akui, tingkat keseraman leak itu paling maksimal. Bayangin, ada sepotong kepala dengan jeroan tubuh terbang mendekatimu. Iya, terbang!
Waktu operasional leak adalah malam hari. Sama kayak hantu lainnya. Mereka suka mencari ari-ari bayi yang baru dikuburkan. Ada juga yang bilang mereka suka mengobrak-abrik tempat sampah. Selain seram, mereka juga jorok dan bikin repot tukang sapu jalan saja.
Kembali ke soal nenek yang tengah sakratulmaut itu….
Kata tetangga Bogel, nenek itu sudah tidak tertolong lagi. Bahkan katanya, dia ingin segera meninggal. Namun, karena belum memiliki “pewaris”, dia tidak bisa “pergi” begitu saja. Dia harus mewariskan ilmu leak. Jika tidak diwariskan, dia tidak akan bisa meninggal dengan tenang.
Papuq Ning, nama nenek itu, tidak memiliki anak, apalagi cucu. Anak-anaknya sudah meninggal sejak kecil. Jadi, Papuq Ning hidup sebatang kara. Untungnya, tetangganya baik hati. Mereka sering membantu Papuq Ning, bahkan menemaninya ketika sakratulmaut.
Tetangga Bogel sudah menunggu proses sakratulmaut itu selama berjam-jam. Makin lama, makin banyak orang yang datang menonton. Aduh, bodoh betul mereka. Bodohnya, saya juga ada di antara kerumunan penonton itu.
Rasa penasaran di dalam diri saya begitu kuat. Saya ingin melihat langsung proses meninggalnya seseorang yang bisa berubah menjadi leak.
Awalnya saya bersemangat juga ingin menonton. Namun, sesampainya di sana, rasa miris yang muncul. Saya melihat seorang nenek tua, kurus sekali, sedang terbaring tak berdaya di sebuah ranjang.
Papuq Ning hampir kehilangan seluruh daging di tubuhnya. Membuatnya terlihat sangat menyeramkan, seperti tulang berlapis kulit. Wajahnya terlihat mengerikan, dengan mata cekung karena daging di sekitar wajah itu sudah nyaris habis.
Papuq Ning benar-benar seperti tengkorak yang dilapisi kulit, dengan rambut-rambut tipis yang mulai jarang terurai berantakan. Tiba-tiba saya merinding.
Terdengar suara rintihan timbul dan tenggelam dalam ketidaksadaran. Tetangga Bogel yang ikut menonton terlihat sangat tenang dan khidmat. Sekilas saya melihat Bogel mengobrol dengan seseorang menggunakan bahasa Sasak khas kampungnya.
Sebagai orang Lombok, kadang saya merasa bahasa Sasak itu menyebalkan. Mohon maaf, ya. Beda desa pasti beda dialek. Apalagi bahasa Sasak saya pas-pasan, ditambah bahasa Sasak dari kampungnya Bogel yang agak rumit. Saya tidak mengerti apa yang sedang mereka bicarakan.
Setelah Bogel mendekati saya, barulah saya bertanya karena penasaran.
“Hep, apa ente omongin?”
“Katanya temen ane itu, dia ndak punya pewaris Papuq ini makanya sekarat. Sudah tiga hari dia begitu. Sepertinya harus ada pewarisnya dulu baru bisa meninggal.”
“Ente aja kalau begitu jadi pewarisnya. Sebagai tetangga yang baik gitu.”
“Acong!” Bogel mengumpat karena kesal. Untung saja saat itu dia masih menahan diri tidak terlalu keras mengumpatnya.
“Terus gimana kata temen ente itu?”
“Katanya kalau sudah datang waktunya, jaq siapa-siapa yang ada di sini bisa jadi pewarisnya.”
“Jadah! Pulang, dah, ane kalau begitu.”
“Ndaklah hep. Cewek biasanya yang jadi pewaris. Aman kite-kite yang laki ini.”
Tiba-tiba seolah membantah kalimat Bogel, Papuq Ning mengoceh tidak jelas. Beberapa detik kemudian, dia bangkit dan duduk di ranjangnya. Matanya melotot. Seperti mau lepas dari tengkorak. Matanya nyaris putih semua dengan bagian hitam terlihat sedikit di bagian atasnya. Dia berkata sesuatu yang tak mungkin saya lupakan seumur hidup.
“Iye… iya… iye wah… saq jarin penerusku.”
Semua orang di ruangan itu memalingkan wajahnya memandang ke arah saya. Melihat saya dengan wajah ngeri.
Lidah saya kelu. Tiba-tiba mulut saya terasa pahit. Jantung saya berdegup kencang. Keringat dingin membanjiri badan karena perasaan ngeri melihat telunjuk Papuq Ning mengarah tepat menuju saya. Papuq Ning berkata dengan bahasa Sasak yang begitu lancar. Tidak terlihat seperti seseorang yang sedang sakratulmaut. Dia berkata bahwa saya akan menjadi penerus leak yang bersemayam di dalam tubuhnya.
Tercekat, saya hampir tidak bisa bernapas. Tidak sampai satu menit, dia kehilangan kesadaran. Setelah bisa menarik napas, saya langsung lari meninggalkan rumah sialan itu. saya berlari menuju rumah Bogel tanpa menunggunya menyusul. Saya ambil motor dan langsung pulang. Sepanjang perjalanan, saya mengumpat, menyesal sudah mampir ke rumah Bogel.
Sesampainya di rumah, saya masih saja mengumpat mengingat kejadian itu. Ada beberapa pesan masuk dari Bogel yang menyayangkan reaksi saya. Katanya, saya berlebihan. Dia mengatakan tidak enak sama tetangganya. Saya menelponnya dan mengumpat lebih keras lagi. Dia tertawa-tawa, katanya cuma bercanda.
Malamnya saya dikejutkan lagi dengan pesan dari Bogel.
“Hep, Papuq Ning baru saja meninggal.”
Basong!
BACA JUGA Leak yang Meneror Kontrakan Ternyata Orang yang Saya Kenal atau pengalaman menyeramkan lainnya di rubrik MALAM JUMAT.