MOJOK.CO – Semasa hidupnya, ayah mertuaku adalah orang yang disiplin. Yang tidak aku sangka, selepas kematiannya, aku kerap didatangi arwah ayah untuk diberi peringatan.
Sehari setelah kepergian ayah suamiku, rumah terasa sepi. Kami sebelumnya memang hanya tinggal berempat: aku, suamiku, anakku, dan ayah mertua. Ibu mertuaku sudah meninggal saat aku baru setahun menikah, jadi aku dan suami memutuskan tinggal bersama ayah agar beliau tidak kesepian.
Semasa hidupnya, ayah mertuaku adalah orang yang disiplin, bahkan sangat. Setiap pagi, ia bangun tepat pukul 5, tidak kurang, tidak lebih. Setelah memastikan semua pintu dan jendela sudah dibuka, ia bakal pergi ke dapur dan menyeduh teh—kadang-kadang aku yang membuatkan kalau tidak terlambat bangun.
Ia akan mandi paling pertama, bahkan lebih awal daripada suamiku yang harus berangkat ke kantor pagi-pagi. Sepanjang sisa hari, aku akan berada di rumah bersamanya dan bersama anakku. Ayah mertuaku bakal duduk sambil membaca koran selagi aku menyapu rumah dan halaman, sambil sesekali menegurku kalau masih ada daun kering yang belum tersapu di bawah pohon mangganya.
Sehari setelah pemakamannya berlangsung, rumah terasa sepi dan aku sedikit merasa ada yang aneh. Suamiku terlalu sedih sampai-sampai aku tak bakal tega mengeluhkan perasaanku padanya. Tapi, beberapa kali, aku merasa sedang diawasi. Suhu di tengkukku pun rasanya berganti dengan cepat; panas dan dingin.
Aku sempat berpikir, jangan-jangan aku sedang didatangi arwah ayah? Ah, tapi rasanya tidak mungkin.
Perasaan ini aku alami hingga keesokan harinya. Lagi-lagi, aku tidak bercerita pada suamiku, apalagi pada anakku yang masih berusia 4 tahun.
Apakah mungkin memang benar ayah mertuaku masih mengawasi kami sekeluarga bahkan setelah meninggal dunia? Entahlah, tapi sebuah kejadian aneh terjadi suatu hari.
Suamiku sedang bekerja dan anakku sedang tidur siang. Aku baru saja menggunakan kamar mandi dan bermaksud langsung menonton televisi. Karena terlalu bersemangat ingin menonton berita gosip terbaru, aku sampai lupa menutup pintu kamar mandi.
Mengejutkannya, tiba-tiba ada suara yang terdengar sekilas di telingaku: “Tutup pintu kamar mandinya, Nduk.”
Refleks, aku langsung menengok ke belakang. Tidak ada orang, tapi mendadak bulu kudukku berdiri. Merinding!
Aku seperti melihat bayangan berkelebat ke arah dapur yang letaknya di sebelah kamar mandi. Pelan-pelan, aku pergi ke sana, menebak-nebak jangan-jangan dugaan soal didatangi arwah itu benar adanya.
Tapi, tidak ada siapa-siapa di dapur.
Hanya saja, kotak penyimpanan teh kami sedikit terbuka, padahal aku yakin sudah menutupnya rapat pagi tadi.
***
Selama hampir seminggu, hal yang sama terjadi berulang kali. Bahkan, bukan hanya saat siang hari—malam hari pun kadang jadi mengerikan. Waktu itu, malam sudah menunjukkan pukul 10. Suami dan anakku sudah tertidur duluan karena kelelahan setelah kami pergi berlibur ke kebun binatang seharian.
Aku merapikan bekas makan malam kami sebelum berniat menyusul masuk ke kamar saat tiba-tiba ada suara ketukan di pintu ruang tamu.
Rumah kami terletak di perumahan sepi yang jarang dilewati orang. Hampir tidak pernah ada orang yang datang bertamu tanpa janji, apalagi malam-malam. Aku jadi merinding dan terpaku di dekat meja makan. Pikiran soal didatangi arwah lagi-lagi menguasai kepalaku.
“Tok tok tok,” suara ketukan di pintu terdengar lagi.
“Siapa?” tanyaku, akhirnya. Tidak ada jawaban. Sunyi.
“Tok tok tok,” suara yang sama terdengar.
Akhirnya, aku memberanikan diri mendekati pintu. Sejenak, aku berpikir apakah sebaiknya aku mengintip lewat jendela atau langsung membuka pintu. Tapi kupikir, keduanya akan sama-sama mengerikan, hingga akhirnya aku memutuskan untuk membuka pintunya langsung.
Kuputar kuncinya untuk membuka pintu, tapi aku baru sadar—sedari tadi pintunya belum terkunci. Pintu terbuka—tidak ada siapa pun di luar!
“Ma?” suara anakku mengejutkanku. Aku menoleh dan melihatnya keluar dari kamar tidur, “Ngapain?”
“Nggak apa-apa,” jawabku, cepat-cepat. Lalu tanyaku, “Kok bangun? Mau pipis, ya?”
Anakku mengangguk. Aku buru-buru menutup pintu, lalu berjalan menghampiri anakku yang sekarang bersiap melepas celananya.
Betapa terkejutnya aku waktu tiba-tiba anakku berkata,
“Ma, itu Kakek bilang pintunya jangan lupa dikunci lagi,” sambil menunjuk ke arah pintu.