Open BO yang nggak sampai 5 menit
Guno sudah melepas celananya, demikian juga Risa. Namun, Risa menolak tangan Guno yang akan menyentuh payu daranya.
“Jangan mas, saya baru suntik payudara,”
Begitu juga ketika Guno mau mencium bibir.
“Jangan Mas, saya baru sulam bibir tadi siang.”
Di titik ini saya masih mencoba menahan tawa.
“Terakhir yang membuat aku nggak ngaceng lagi, waktu dia bilang gini, ‘Mas sekarang jam 8.12, bisa nggak keluar maksimal jam 8.20′,” kata Guno menirukan omongan Risa.
“Aku langsung pakai celanaku lagi. Bajingan!” kata Guno. Saya tidak bisa menahan tawa saat Guno menceritakan bagian ini.
Ia mengambil kesimpulan dari otaknya yang sempat berpikir. Perempuan yang open BO itu kemungkinan adalah ibu dari bayi masih menyusui sehingga ia tidak boleh memegang atau mencium. Permintaan untuk main hanya 8 menit, kemungkinan besar, perempuan itu sedang menunggu pelanggan lain. Membayangkan seperti itu, ia yang ingin rileks malah jadi panik.
“Aku di dalam kamar nggak sampai 5 menit. Sumpah! Nggak buka baju, cuma celana, cewek itu juga cuma lepas celana. Aku langsung pamit,” kata Guno melanjutkan.
Ia mengatakan, Risa sempat bilang, uangnya nggak bisa dibalikan meski nggak jadi main.
“Ambil saja, Mba, nggo anakmu,” kata Guno. Ia bergegas meninggalkan kos itu, tak memperdulikan cowok-cowok di depan gerbang kos yang sempat menyapanya.
Sambil tertawa, saya tak henti-henti menggoblok-goblokan Guno. Kasus penipuan open BO sudah banyak terjadi. Mojok bahkan membuat beberapa tulisan soal kasus ini. Misalnya saja, tulisan ini Cara PSK Menipu Calon Pelanggannya Menggunakan MiChat.
“Aku cuma ingin coba sensasi baru, biasanya di hotel atau kos eklusif di kota, ini di kos di pelosok Godean,” katanya beralasan.
Jangan-jangan bukan hanya darurat pinjol, Indonesia darurat open BO
Guno mengaku heran, ia tahu tentang riset soal tarif open BO di Jogja yang katanya termahal di Indonesia. Namun, ia baru tahu, lokasi transaksi dan eksekusi open BO sudah menyebar di kos-kosan di desa. Tengah sawah pula.
“Kelihatannya, Indonesia bukan hanya darurat pinjol, tapi open BO juga,” katanya serius.
Saya kembali tertawa mendengar omongannya. Namun, apa yang Guno katakan mungkin ada benarnya.
Saya ingat percakapan saya dengan teman saya yang dulu bekerja di salah satu LSM. Percakapan lama saat mulai banyak hotel-hotel bermunculan di Jogja. Menurutnya, kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Jogja itu seperti gunung es.
Longgarnya aturan kos dan banyaknya hotel membuat sulit sekali memantau prostitusi online.
Bulan Juni lalu, Satreskrim Polresta Yogyakarta membongkar TPPO sebanyak 53 wanita yang dipekerjakan sebagai pemandu lagu di lokalisasi Sarkem. Meski belum terbukti menjadi bagian dari prostitusi online, setidaknya menunjukkan gawatnya persoalan TPPO di Yogyakarta.
Masih di bulan yang sama, Satreskrim Polresta Yogyakarta mengungkap prostitusi online anak di bawah umur. Korbannya dua orang anak dari luar Yogyakarta yang diiming-iming liburan ke Yogyakarta. Ternyata mereka dimanfaatkan untuk prostitusi online open BO oleh pelaku. Pelaku dan korban berpindah-pindah hotel sampai kemudian terendus oleh pihak kepolisian.
Perda tentang pondokan atau kos sebenarnya juga sudah ada di DIY. Namun, pemilik kos juga menghadapi dilema karena jika mereka benar-benar sesuai dengan Perda, belum tentu kamar mereka laku. Setidaknya, itu tergambar dari liputan Mojok, Dilema Pemilik Indekos Tertib dan Pemilik Kos LV yang Menolak Tudingan Seks Bebas.
Sebelum pulang saya berpesan ke Guno untuk menghentikan kebiasaannya open BO.
“Dongake wae Gung,….ben aman sama nggak ketipu,” katanya tertawa. Cabe rawit kecil di piring saya lempar ke badannya.
Penulis: Agung Purwandono
Editor: Hammam Izzudin
BACA JUGA Menelusuri Geliat Open BO Jogja yang Katanya Termahal, Harganya Berkali Lipat UMP DIY
Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News