Namanya Mbah Setu (68). Ia jualan pecel dan makanan kecil lainnya di samping SMAN 1 Sedayu. Banyak orang heran, ia sering memberi bonus pada para pembeli pecelnya. Padahal kondisi ekonominya juga tidak baik-baik saja.
***
Nenek satu ini pernah bahan jadi rasan-rasan saya dan seorang teman. Saya pikir hanya saya saja yang dapat bonus dari nenek yang kemudian saya tahu namanya Mbah Setu. Namun, ternyata teman saya juga kerap dapat bonus setiap membeli makanan di tempat Mbah Setu.
Misalnya saja, saya membeli pecel dua bungkus yang harganya Rp5 ribu. Harga itu untuk dua bungkus, ya. Jadi satu bungkusnya dua ribu lima ratus rupiah. Kemudian saya membeli telo godog.
Mbah Setu, penjual pecel yang kerap memberi bonus pada pembelinya
Hampir pasti, saat saya akan membayar, Mbah Setu akan memberi saya bonus, apakah itu gorengan, lempeng, atau ketela godog lagi. Nggak ada gunanya menolak, Mbah Setu kan dengan sigap memasukan bonus itu di tas plastik.
Rekan saya ternyata juga mengalami hal yang sama. Sampai kami berpikir, Mbah Setu jangan-jangan nggak niat jualan.
Pemandangan serupa saya saksikan dan rasakan sendiri, Jumat (2/2/2024). Mbah Setu ini mangkal di tepi jalan antara bangunan SMAN 1 Sedayu dan Kantor Kalurahan Argomulyo, Sedayu Bantul.
Saat itu saya membeli dua buah pecel dan dua bungkus kacang rebus. “Mpun niki mawon, Mas (sudah ini saja, Mas)” tanya Mbah Setu.
“Njih, Mbah, matur…,” belum juga saya selesai mengucapkan terima kasih, dengan tangan keriputnya ia mengambil tumpukan kacang rebus dan memasukkannya ke dalam tas kresek yang berisi dua bungkus plastik kacang rebus dan dua bungkus pecel.
Seperti biasa, saya nggak kuasa menolak pemberiannya.
“Sampun Mbah, pinten njih,” tanya saya.
“Lima belas ribu saja,” katanya.
Saya pikir sudah selesai. Namun, tangannya mengambil satu bungkus lempeng, atau semacam kerupuk. Saya tahu harganya satu bungkus itu Rp5 ribu. Dia memberikan lempeng itu cuma-cuma. Tentu saja saya menolaknya. Namun, ia ngotot agar saya menerimanya. Seperti nenek yang memberi sangu ke anak-anaknya.
Tak mau dibayar karena pembeli kerap membantunya
Sikapnya tersebut membuat saya ingin ngobrol dengan Mbah Setu. Saat itu, ada satu pembeli lainnya. Namanya Mas Ikhwan, dia dari desa sebelah, tapi masih satu Kecamatan Sedayu. Ia membeli pecel, ketela rebus, dan lempeng. Sama seperti saya, Mas Ikhwan dapat bonus dari Mbah Setu. Ia dapat satu bungkus pecel.
Yang epik, saat ada seorang ibu yang membawa anaknya yang kecil. Ibu itu ingin membeli pecel, tapi sayangnya habis. Akhirnya ibu bermasker itu ingin membeli seikat rambutan.
“Dibawa saja,” kata Mbah Setu.
“Lho,..mboten Mbah, pinten?,” kata ibu itu memaksa.
Keduanya saling berbalas kalimat sampai pada akhirnya, ibu itu meletakkan selembar uang lima ribuan dan mengambil seikat rambutan kemudian bablas pergi.
“Ibu itu sama keluarganya sering bantu saya, Mas. Ngasih beras, masak suruh bayar,” kata Mbah Setu beralasan memberi seikat rambutan gratis ke ibu tersebut.
Suami stroke dan tak dapat bantuan pemerintah, Mbah Setu tak mau menyerah
Saya lantas ngobrol dengannya. Ia baru jualan pecel tiga setengah tahun belakangan. Sebelumnya ia jualan di Pasar Menulis. Macam-macam yang ia jual, mulai dari gori, pisang, umbi-umbian dan lainnya. Namun, karena fisiknya tak lagi kuat mendorong sepeda yang penuh barang dagangan ia memilih tak jualan lagi di pasar.
Ia tidak mungkin mengandalkan suaminya yang terbaring karena stroke. Jualan pecel dan makanan kecil lainnya seperti kacang dan ketela rebus, gorengan, intip jadi pilihannya. Selain modalnya kecil, tidak terlalu jauh dari rumah.
“Difoto-foto mau dapat bantuan apa, Mas,” tanyanya saat saya minta izin untuk memotretnya.
Mbah Setu lantas bercerita, ia belum pernah dapat bantuan. Bahkan ketika suaminya stroke, juga tidak dapat. “Suami saya sampai menangis, sudah saya tenangkan, yang penting saya masih bisa nempur beras,” kata Mbah Setu.
Mbah Setu punya anak empat, cucunya 11. Hanya anak sulungnya yang tinggal satu rumah dengannya. Ia juga bukan tipe orang yang ingin merepotkan anak-anaknya. Selama ia masih bisa bekerja atau usaha, akan ia lakukan.
Alasan Mbah Setu kasih bonus pembeli pecelnya
Mbah Setu biasa bangun jam 3 pagi. Ia akan mulai dengan memasak makanan yang akan ia jual. Merebus kacang dan ketela. Menyiapkan bumbu pecel, gorengan dan lainnya.
Jam 7 pagi, ia sudah siap di tempat jualan, di samping SMAN 1 Sedayu. Dalam satu jam dagangannya sering kali sudah ludes. Sepulang jualan, ia akan bersih-bersih rumah dan merawat suaminya.
“Mbah Setu kok sering nambahi bonus buat yang beli?” tanya saya.
Mbah Setu, terdiam sebentar. Ia mengaku hanya ingin melakukannya saja. Toh, dia sebenarnya sudah untung dari dagangan yang ia jual. Sehari pendapatan kotornya 300 ribuan. Mbah Setu nggak bilang berapa keuntungan bersihnya, yang jelas cukup untuk membeli beras.
“Saya sering ditolong orang, Mas. Ini payungnya baru juga karena pertolongan orang yang ngasih uang 100 ribu. Harga payungnya 110 ribu. Jadi uangnya saya tambahi uang saya, terus beli payung. Payung sebelumnya rusak,” kata Mbah Setu.
Karena merasa sering mendapat bantuan dari orang-orang, ia lantas merasa tak menjadi masalah memberi bonus kepada para pembelinya. Meski harga makanan yang ia jual murah, Mbah Setu mengaku sudah dapat untung. Harapannya sederhana, ia bisa terus diberi kesehatan sehingga bisa terus jualan.
Penulis: Agung Purwandono
Editor: Hammam Izzuddin
BACA JUGA Kisah di Balik SGPC Bu Wiryo 1959 yang Tak Banyak Diketahui Pelanggannya
Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News