Pondok pesantren menyimpan sisi gelap. Ada banyak cerita nyeleneh yang mungkin akan membuat orang awam syok. Dari mairil hingga maling kutang.
Mojok ngobrol dengan mereka yang pernah nyantri bertahun-tahun, bahkan ada yang masih nyantri. Mereka menceritakan bagaimana hidup berjalan di pondok.
***
Bukan rahasia umum kalau di pondok ada istilah mairil dan nyempet atau nyampet. Mairil adalah istilah hubungan kasih sayang sesama jenis santri yang seringkali ditujukan kepada seseorang yang memiliki wajah tampan, imut, dan baby face (Fikri & Wardana, 2019).
Sedangkan nyempet istilah untuk menggambarkan aktivitas seksual yang oleh santri, dengan cara mengimpitkan kelamin ke paha kepada mairilnya (Fikri & Wardana, 2019). Tidak semua aktivitas ini dilakukan secara konsensual alias kebanyakan juga masuk di ranah pelecehan.
Soal mairil dan nyempet, kontributor Mojok Aly Rezapernah menuliskan pengalamannya menyaksikan homoseksualitas di pondok pesantren dalam tulisan Mairil dan Nyampet, Homoseksualitas di Pesantren yang Pernah Saya Saksikan Sendiri.
Mairil, hubungan sesama jenis di dunia pondok pesantren yang sudah jadi rahasia umum
Nasor, sapaan akrab Indra, seorang santri yang jadi saksi mata mairil dan pelecehan yang terjadi kepada temannya. Kejadian mairil yang diceritakannya terjadi saat ia mondok di salah satu ponpes modern Mojokerto.
“Mairil itu ibarat cowok cantik. Ada beberapa anak agak menggoda-goda mairil yang cantik itu sampai dipeluk-peluk dan merangkulnya,” katanya.
Nasor mengakui, pelecehan kepada santri yang dianggap tampan dan baby face sering terjadi di pondok pesantren. Namun, hubungan sesama jenis cukup jarang di pondoknya.
Tasya, seorang santri putri yang pernah mondok 6 tahun di Ngawi mengakui kejadian serupa mairil juga terjadi di pondoknya.
Di pondoknya ada istilah tersendiri untuk menyebut mairil dan nyempet. Namun, kepada saya ia minta tak menyebutkan di tulisan ini.
Seorang teman seangkatannya ketahuan berduaan dengan kakak kelas beberapa minggu sebelum kelulusan. Mereka kedapatan melakukan perbuatan tak senonoh oleh pihak keamanan di sebuah ruang kelas. Keduanya langsung kena drop out (DO).
“Sebetulnya ini tergantung pribadi masing-masing, sih. Sejauh ini suka sesama jenis udah jadi rahasia umum di pondok,” kata Tasya.
Ia banyak menemui hubungan ‘kakak-adekan’ sewaktu nyantri. Biasanya mereka yang terlibat dalam hubungan akan punya interaksi saling perhatian bahkan mewariskan barang ke ‘adek-adekannya’.
Pelecehan seksual yang jadi urban legend
“Beberapa tahun lalu, ada teman saya jadi korban pelecehan seksual teman cowoknya. Tapi sebenarnya dia enggak mairil atau cantik. Lalu dia balas dendam ke teman yang lain,” ujar Nasor.
Saat teman Nasor tidur, pelaku memegang alat kelamin korban. Karena kaget bukan kepalang, korban menggaplok pelaku. Kasus ini jadi cerita urban legend pondoknya.
“Ponpes seringkali langsung ke hukum, artinya enggaak memperhatikan pembenahan psikologis. ‘Kamu salah, kamu tak boyong’,” akunya saat saya menanyakan bagaimana tanggapan pengelola pondok pesantren terkait mairil dan pelecehan yang terjadi.
Bukan hanya mairil atau nyempet yang ada di dunia pesantren. Ada juga santri yang mencuri kutang untuk melampiaskan hasrat seksualnya.
Tasya malah pernah jadi korban pelecehan seksual santrinya sendiri. Kala itu ia sudah lulus pondok dan sedang menjalankan pengabdian (mengajar) di pondok lain. Singkatnya ia yang jadi ustazah di pondok.
Di pondok tersebut, santri putra dan putri masih jadi satu. Asrama mereka hanya dibatasi wilayah atas untuk putri dan wilayah bawah untuk putra.
Baca halaman selanjutnya…