Sebagai warga Ponorogo, saya sering membaca berita mengenai betapa bagusnya juru parkir (jukir) di Solo. Misalnya, ini terlihat dari banyaknya apresiasi yang diberikan kepada para tukang parkir alias jukir ini. Salah satunya oleh eks Walikota Solo Gibran pada 2023 lalu.
Bahkan, penulis rubrik Terminal Mojok, Muhamad Iqbal Haqiqi pernah menulis “jukir di Solo seperti satpam BCA”. Alasannya, karena memang pelayanannya yang sangat prima.
Awal-awal menetap di Solo pada 2022, saya membuktikannya sendiri. Pelayanan tukang parkir di sini memang sebagus yang diberitakan–setidaknya lebih baik dari tempat asal saya.
Tukang parkir liar pun kerjanya bagus
Bukan bermaksud menormalisasi tukang parkir liar alias ilegal. Namun, berdasarkan pengalaman saya hidup di Solo, saya menjumpai bahwa jukir liar pun kerjanya bener.
Ketika awal-awal kuliah di UNS, saya selalu menjumpai oknum jukir di ATM belakang kampus–sebelum dipindah. Setahu saya, jukir itu seharusnya bekerja untuk warung Mie Galde yang letaknya tepat di sebelah ATM.
Meski saya tidak tahu tukang parkir liar ataupun resmi, yang saya tahu kerjanya memang bagus. Tidak hanya menata, tapi juga menutup motor dengan kardus saat siang hari. Dan, tarifnya juga normal, yakni Rp2 ribu.
Karena saat itu dilayani dengan baik, saya tetap membayarnya. Memang saya merasa terganggu dengan jukir itu. Setelah beberapa kali saya kesana, saya memutuskan untuk tidak membayar meskipun tetap dilayani.
Anehnya, dia tidak mengatakan apa-apa. Tidak juga protes atau ngedumel ke saya. Dia terus melayani saya sampai akhir. Meskipun wajah nya terlihat masam, pelayanannya tidak berubah, tetap memuaskan.
Mulai banyak tukang parkir liar yang meresahkan
Setelah lama tinggal di Solo, saya mulai menyadari kalau di kota ini tukang parkir liar masih merajalela. Apalagi, dengan viralnya video dari @infomalangid pada Rabu (23/10/24), membuat citra jukir di Solo semakin buruk.
View this post on Instagram
Dan, keresahan ini tak cuma saya alami. Teman mahasiswa saya yang juga berdomisili Solo, pernah beberapa kali bertemu dengan jukir liar. Seperti saat dia bertemu dengan jukir liar di KFC.
Bahkan, dia menemui tukang parkir liar itu pada pukul 12 malam. Menurut penuturan teman saya, jukir ini tidak mengenakan rompi layaknya jukir resmi pada umumnya.
“Di KFC ada tukang parkir ilegal kalau jam seginian,” ucapnya.
Hal ini juga membuatnya memiliki pandangan berbeda kepada jukir yang tidak memakai rompi. Seolah-olah jukir yang tidak memakai rompi ini merupakan tukang parkir liar.
Jukir resmi kena getahnya
Sebenarnya tukang parkir liar seperti ini sudah sangat jarang ditemui di Solo. Apalagi dengan ketatnya peraturan Dishub Solo, membuat para jukir liar sangat susah dijumpai. Meskipun begitu, salah satu perilaku dari tukang parkir liar, seperti yang ada di @infomalangid, sudah cukup merusak nama para jukir resmi.
Seperti Sabtu (9/11/24) kemarin, saya berkesempatan untuk berbincang dengan Santo, bukan nama sebenarnya, juru parkir di Pasar Gede. Dia sudah menjadi jukir resmi di sana sejak akhir 1999.
Saya pun bertanya pendapat Santo mengenai tukang parkir liar yang banyak meresahkan warga. Dia mengatakan bahwa jukir liar yang hanya minta-minta uang itu sangat mencemarkan nama jukir di Solo pada umumnya. Sebab, para pengunjung akan berpikir kalau semua jukir di Solo ini tidak ada bedanya dengan jukir liar yang minim kerja, tapi minta bayaran.
Beliau berharap mereka bisa dibasmi pelan-pelan.
“Ya harapan saya, mereka [tukang parkir liar] segera dibasmi saja,” jawab Santo sambil berkelakar.
“Karena sangat mencemarkan kan, Mas.” lanjutnya.
Memang setelah beberapa kali ke Pasar Gede Solo, saya selalu dilayani dengan baik. Tidak peduli kapan saya kesana, jukirnya selalu bekerja dengan baik.
Para jukir Pasar Gede lebih gercep saat melayani pengunjung. Sabtu malam kemarin setelah saya datang dan membayar, motor saya langsung ditata. Tidak hanya motor, tapi juga mobil diarahkan dengan sangat baik.
Hal ini membuat area Pasar Gede juga jarang terkena macet akibat parkir sembarangan–yang kebanyakan disebakan oleh tukang parkir liar.
“Kira kira kalian seperti among tamu. Kalian seharusnya kami ibaratkan seperti among tamu mas. Harusnya dipersilahkan begitu,” jelas Santo.
Pengunjung selalu dilayani olehnya dengan baik. Bahkan saat dia mendapati pengunjung yang kasar seenaknya sendiri, beliau hanya berusaha menjalankan tugasnya dengan baik.
“Serahke mau ngopo iki (terserah mau ngapain), terserah. Penting datang, saya arahkan, saya tata, sudah,” tegas bapak Santo.
Penulis: Dwi Akbar Setiawan
Editor: Ahmad Effendi
Catatan:
Liputan ini diproduksi oleh mahasiswa Program Magang Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo periode Oktober-November 2024
Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News