Sebagai seorang muslim yang tinggal di Amerika Serikat (AS), Wulida Wahidatul Masruria (26) mengaku memiliki tantangan tersendiri saat tinggal di Boston, AS. Kehidupan di sana, kata dia, berbanding terbalik dengan kehidupan di Indonesia. Apalagi, suasana saat puasa Ramadan.
***
Wulida baru menyelesaikan kuliah S2-nya di Boston University, Amerika Serikat pada Mei 2024 lalu. Namun, ia belum bisa pulang ke Indonesia. Perempuan asal Sorong, Papua Barat itu harus menyelesaikan academic training-nya di negara Paman Sam tersebut selama dua tahun.
Mojok pernah menuliskan perjuangan Wulida mendapatkan beasiswa dan kuliah S2 di Boston University. Berita selengkapnya bisa dibaca di sini.
Meskipun sudah tiga kali menjalankan puasa Ramadan di Amerika Serikat, Wulida mengaku masih merindukan suasana puasa di Indonesia. Suara azan yang berkumandang bersahut-sahutan dari corong masjid, masyarakat yang membagikan takjil di jalan, hingga buka puasa bersama keluarga. Budaya-budaya yang sulit ia jumpai di AS.
Tidak ada suara azan melalui toa masjid di Amerika Serikat
Di Indonesia, suara azan selalu menggema melalui pengeras suara. Bahkan suaranya bisa bersahut-sahutan dan terjadi lima kali dalam sehari, sesuai jadwal salat. Sampai-sampai, Kementerian Agama membuat peraturan tentang penggunaan pengeras suara tersebut agar tidak mengganggu kenyamanan masyarakat, terutama bagi yang tidak berpuasa dan beragama non-muslim.
Suara yang dikeluarkan harus memperhatikan lingkungan sekitar, setidaknya volume yang dihasilkan tidak menimbulkan bising dan berdengung. Begitu juga syarat muazin atau orang yang mengumandangkan azan, salah satu syaratnya harus bersuara merdu. Suara-suara itu yang kini jarang dijumpai oleh Wulida di Amerika Serikat.

“Mereka ada azan sih, tapi nggak pakai pengeras suara yang sampai keluar. Jadi kalau misal mau salat ya kita harus pasang aplikasi salat sendiri di gawai,” ucapnya, Sabtu (1/3/2/2025).
Saat itu pula keimanan Wulida diuji. Ia harus punya inisiatif dan kemandirian untuk melaksanakan salat lima waktu. Belum lagi, Amerika Serikat memiliki puasa selama 16 jam saat Ramadan.
Meski menjadi minoritas di negara Paman Sam, Wulida mengaku tidak pernah diskriminasi sebagai muslim. Amerika Serikat memang terkenal dengan sistem demokrasi liberalnya. Di mana, masyarakatnya mendapatkan kebebasan yang luas.
“Alhamdulillah sejauh ini saya aman, tidak ada kesulitan,” kata dia.
Teliti membeli makanan halal
Satu hal yang ia pelajari saat tinggal di Amerika Serikat adalah memilah dan memilih makanan di pasar. Ia harus jeli melihat bahan makanan tersebut, karena beberapa makanan tak tersedia label halal.
“Kalau di Indonesia kan kebanyakan makanan halal. Di sini, banyak yang nggak halal jadi harus hati-hati dan membaca bahannya,” ucap Wulida.
Selain mempertimbangkan bahan makanan, ia juga harus mampu berhemat karena barang-barang yang dijual di Amerika Serikat terbilang mahal jika dibandingkan di Indonesia.
“Pokoknya kalau mau beli apa-apa jangan dikurskan ke Indonesia deh. Bakal nggak rela jadinya kalau beli sesuatu,” kata dia.

Semasa kuliah S2, Wulida mengenal komunitas Boston Islamic Seminary, sebuah komunitas di Amerika yang membina generasi pemimpin muslim. Dari sana, Wulida merasa mendapatkan keluarga baru.
Ia menyadari bahwa ada banyak keberagaman yang unik karena anggotanya terdiri dari orang muslim yang tinggal di berbagai negara, seperti Afrika, Somalia, Maroko, India, Pakistan, dan lain-lain. Tak hanya itu, Wulida juga sering berbagi cerita dengan mereka.
“Mereka biasa ngasih tahu, ada tempat makanan halal yang lebih murah, dan sebagainya. Kami juga sering mengadakan iftar gratis,” ucap Wulida.
Selain bulan Ramadan, komunitas tersebut sering mengadakan pertemuan sebulan sekali. Kadang-kadang, mereka mengadakan acara makan-makan sembari mengaji bersama. Wulida paling suka kegiatan tersebut, karena dapat melepas rindu dengan makanan Indonesia.
Tahun ini, Wulida belum bisa pulang ke Indonesia selama puasa. Beasiswa LPDP memberikannya kesempatan untuk mencari pengalaman dan menambah networking, maksimal dua tahun setelah masa studi sehingga ia harus menjalankan ibadah puasanya di sana.
Penulis: Aisyah Amira Wakang
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: Tip Tap Toe: Restoran di Jogja yang Sajikan Perpaduan Masakan Nusantara-Mancanegara, Bisa Masuk List Tempat Buka Puasa atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.












