Stasiun Kalasan di Jalan Jogja-Solo dusun Dogongan, Kelurahan Tirtomartini, Kecamatan Kalasan, Sleman masih berdiri kokoh meski sudah non-aktif sejak tahun 2007. Bangunan cagar budaya itu kini nampak tidak terawat dan seolah ditinggalkan, padahal menyimpan banyak kenangan.
***
Pohon beringin tumbuh subur di samping kiri pintu masuk Stasiun Kalasan. Dahan-dahannya menabrak genteng yang depannya hampir roboh. Saya ke sana pada Minggu sore (17/11/2024), sebab katanya di jam-jam itu banyak anak muda yang nongkrong di sana.
Namun, ekspektasi saya luntur karena bangunan itu sepi alias tidak ada orang. Lantainya dipenuhi dengan beling. Lengah sedikit saja kaki saya bisa terluka karena hanya memakai sandal, tapi itu tak membuat saya berhenti menelusuri bangunan tersebut.
Bangunannya yang ikonik membuat saya tertarik melangkah jauh. Merujuk pada Jogja Cagar Budaya, Stasiun Kalasan dibangun antara tahun 1029-1930 oleh Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NISM).
Dahulu, Stasiun Kalasan berfungsi sebagai tempat persilangan kereta api bagi rute Yogyakarta-Surakarta-Semarang, sekaligus tempat pelayanan penumpang. Seiring berjalannya waktu, kepemilikannya beralih ke PT. Kereta Api Indonesia (KAI).
Stasiun Kalasan Jogja, bangunan lawas yang menyimpan kenangan manis
Bangunan Stasiun Kalasan membuat saya teringat dengan Stasiun Tuntang dalam film Gadis Kretek. Sebab, keduanya merupakan stasiun kelas III atau kecil.
Stasiun Kalasan sendiri memiliki gaya arsitektur indis tanpa daun pintu di bagian depan, sehingga saya bisa melihat arah kedatangan kereta api dari luar. Sementara, di sebelah bangunannya terdapat gudang barang dengan pintu-pintu berwarna cokelat yang tertutup.
Di sebelah kiri dari arah pintu masuk, terdapat ruang loket dengan ciri khas jendela kayu. Saya pun mengitari ruangan lainnya. Saya menduga ada ruangan yang dijadikan tempat Pengatur Perjalanan Kereta Api (PPKA), ruang kepala stasiun, dan ruang pengendali palang pintu jika dilihat dari bekas bentuknya.
Ketika sudah puas melihat-lihat, saya tidak sengaja bertemu dengan Sutini* (60) yang sedang menyapu lahan rumahnya. Dia mengaku sudah dari lahir tinggal di dusun sekitar Stasiun Kalasan.
“Dulu suasana stasiun amat ramai. Di sekitar pagar rumah ini banyak orang berjualan. Gudang di sana juga tidak pernah sepi, karena banyak pemuda sampai orang tua yang angkut-angkut barang,” ujar Sutini.
Berdasarkan cerita Sutini dari sang ibu, tempat itu menjadi saksi para mahasiswa yang berpamitan dengan kedua orang tua mereka. Sebab, mereka harus merantau untuk menempuh pendidikan tinggi di Jogja.
“Waktu saya kecil, saya sering lihat mereka melambai-lambai,” ucapnya.
Stasiun Kalasan Jogja jadi tempat pemuda mabuk
Suasana Stasiun Kalasan kini sepi dan tidak terawat. Saya melihat banyak vandalisme pada dinding bangunan peron.
Sutini saat itu mengeluh, seandainya bangunan itu dipoles sedikit tampilannya pasti bagus. Pasalnya, meski sudah non-aktif bangunan itu masih menjadi aset negara yang seharusnya dijaga, tapi dia menyayangkan banyak pemuda yang menggunakannya untuk mabuk.
“Kalau malam saya sering lihat anak-anak muda minum (miras), kalau pagi botolnya kelihatan,” kata Sutini.
Biasanya, para pemulung atau salah satu warga akan membersihkan botol miras tersebut saat pagi. Beberapa kali, Sutini juga melihat petugas keamanan berjaga agar tidak ada lagi pemuda yang mabuk di sana.
Selama tinggal di sana, Sutini mengaku tak pernah mengalami kejadian aneh. Dia sering membacakan ayat kursi agar tidak ada makhluk gaib yang mengganggu.
“Sehabis subuh saya sering jalan-jalan lewat sini. Itu saya bilangi, ‘Saya tetanggamu, kalau kamu berani nakutin atau menampakkan diri ke saya, tak bacakan ayat kursi loh ya biar kamu panas’,” kata Sutini.
Senada dengan Sutini, Penjaga Perlintasan Kereta Api, Junarto, mengatakan selama dia bekerja belum pernah melihat penampakan. Junarto biasanya shift dari sore sampai malam pukul 22.00 WIB.
Suatu hari, Junarto pernah mencium bau busuk ketika bertugas di posnya saat malam. Pos itu hanya berjarak 120 meter dari Stasiun Kalasan. Namun, saat dicek di semak-semak maupun sekitar pos, tidak ada sampah atau bangkai hewan di sana.
Wacana diaktifkan kembali
Menurut Junarto, Stasiun Kalasan sering dikunjungi oleh pecinta kereta api yang tergabung dalam komunitas Rail Fans. Mereka sering datang saat sore untuk hunting foto. Sesekali, petugas dari Daerah Operasi Kereta Api Indonesia (DAOP) 6 juga mengecek bangunan.
“Dulu itu kan sering ditengok petugas DAOP, katanya mau diaktifkan lagi, tapi nggak tau kok nggak jadi-jadi,” ucapnya.
Stasiun Kalasan dulunya memiliki lima jalur kereta. Jalur 1 mengarah ke gudang timur Stasiun Kalasan, jalur 2 digunakan untuk kereta api dari Solo menuju Yogyakarta, jalur 3 digunakan untuk untuk kereta api arah Yogyakarta menuju Solo.
Lalu, jalur 4 dan 5 yakni rel persilangan. Nah, kedua jalur inilah yang kemudian diubah menjadi double track, tidak lagi silang. Oleh karena itu, Stasiun Kalasan resmi dinonaktifkan pada tahun 2007.
Menurut Junarto pembangunan jalur ganda di lintas Kutoarjo-Solo tersebut memiliki tingkat pemasukan penumpang kecil. Terlebih, jarak Stasiun Kalasan tidak terlalu jauh dengan Stasiun Maguwo.
Penulis: Aisyah Amira Wakang
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: Stasiun Tugu: Saksi Ratapan Warga Kecil di Gemerlap Ulang Tahun Jogja
Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News