Sopir angkot Surabaya kini tengah menjalani hari-hari suram. Makin hari makin sepi penumpang. Namun, mereka tak berniat untuk berhenti. Mereka akan tetap menyisir Surabaya, meski hanya mendapat satu atau dua penumpang saja.
***
Angkot Surabaya, atau orang-orang Surabaya menyebutnya lyn, saat ini memang tengah dalam kondisi sakaratul maut. Hidup segan mati tak mau, kalau kata pepatah. Mati tak mati, hidup tak hidup.
Sementara di satu sisi, ada tidak kurang dari 1000 sopir angkot yang masih menggantungkan hidup dari angkot dengan ciri khas warna kuning-hijau tersebut.
Lyn sendiri menjadi raja jalanan di Surabaya sejak medio 80-an hingga 90-an.
Lyn selalu menjadi pilihan utama bagi orang-orang Surabaya atau yang tengah ke Surabaya jika hendak bepergian.
Sehingga, tak pelak jika banyak orang yang tertarik dan memilih bekerja sebagai sopir angkot Surabaya tersebut. Namun, kini, hanya ada hari-hari suram bagi mereka.
Sopir angkot Surabaya kini banyak nganggurnya
Setidaknya, ada tiga titik yang dalam pantauan saya menjadi tempat menumpuknya lyn-lyn tersebut. Di Terminal Joyoboyo, Terminal Bungurasih, dan di Stasiun Wonokromo.
Siang pada Rabu, (24/1/2024), saya mencoba menyisir lokasi mangkalnya para sopir lyn di sekitar Stasiun Wonokromo. Titik terdekat dari kos saya di Wonocolo.
Ada empat angkot yang terparkir di pinggir jalan. Dua di antaranya tak ada sopirnya. Sementara di dua lyn yang lain, sopirnya tampak tengah tertidur pulas. Saya tak punya keberanian untuk membangunkannya.
Alhasil, saya pun bergeser agak jauh ke Terminal Joyoboyo.
Tapi, kira-kira demikianlah gambaran para sopir angkot di Surabaya saat ini. Yang letih karena tak kunjung dapat penumpang sejak pagi hingga tengah hari.
Dulu bisa dapat Rp200 ribu per hari, kini Rp80 ribu saja syukur
“Itu sudah muter dari jam lima pagi, angkut orang-orang ke pasar. Tapi setelah itu sepi. Cuma bisa muter-muter menghabiskan bensin,” ujar Arifin (52), salah satu sopir angkot yang saya temui di tepi kali tak jauh dari Terminal Joyoboyo siang itu.
Arifin sendiri sudah menjadi sopir angkot sejak tahun 1992. Sebelumnya ia bekerja sebagai buruh pabrik.
Jayanya sopir angkot lyn di masa-masa itu tak pelak membuat Arifin memilih berhenti dari pabrik dan beralih jadi sopir angkot lyn. Ia tak pernah punya bayangan jika lyn ternyata akan mengalami hari-hari suram seperti saat ini.
“Dulu dalam sehari bisa Rp200 ribu. Lebih juga bisa. Sekarang itu paling sering Rp80 ribu. Rp100 sudah sangat sulit,” akunya.
Kata Arifin, 80 ribu itu masih dipotong untuk bensin Rp50 ribu. Jadi praktis ia hanya bisa membawa pulang uang Rp30 ribu. Ini berlaku bagi yang punya angkot sendiri.
“Kalau yang angkot setoran, berarti masih harus setor Rp40 ribu. Jal piye?,” imbuhnya.
Ojol jadi musuh besar bagi sopir angkot Surabaya
Tentu ada banyak faktor yang membuat angkot lyn kini makin sepi penumpang dan tinggal menunggu ajal. Satu yang menurut Arifin paling terlihat adalah keberadaan ojek online.
Kini banyak orang yang memilih menggunakan jasa ojol karena lebih praktis dan efisien.
Dari sisi kenyamanan pun lebih nyaman ketimbang berdesak-desakan dan bersumuk-sumuk’an di dalam angkot.
“Tapi yang nggatheli banyak ojol ngeroyok rezeki kami (para sopir angkot). Lah gimana, ada banyak ojol yang narik penumpang tanpa aplikasi. Di Bungurasih dan Stasiun Wonokromo banyak yang seperti itu,,” keluh Arifin.
“Padahal seharusnya yang nggak aplikasi itu bagian kami,” lanjutnya.
Arifin mengaku sudah tak terhitung berapa kali ia dan sopir-sopir angkot lain nyaris baku pukul dengan para driver ojol tersebut.
Akan tetap narik sampai benar-benar tak ada penumpang
Arifin sendiri sudah mengira-ngira bahwa tinggal menunggu waktu lyn akan benar-benar mati total lantaran sama sekali tak ada penumpang.
Namun, untuk saat ini ia masih belum kepikiran untuk berhenti lebih dulu dan mencari pekerjaan lain. Ia masih akan narik meski hanya dapat satu atau dua penumpang saja.
“Terus biaya sekolah anak gimana, Pak?” tanya saya penasaran.
“Syukurnya anak saya yang cewek sekarang sudah kerja dan bisa bantu biaya sekolah adiknya. Istri juga jualan,” jawab Arifin.
Dari bekerja sebagai sopir angkot, Arifin mengaku bisa membiayai sekolah anak pertamanya hingga jenjang perguruan tinggi. Selain juga bisa mencukupi kebutuhan hidup keluarganya selama bartahun-tahun.
“Tapi itu pun nggak membiayai full, karena anakku itu dapat beasiswa,” ungkap pria asal Menganti, Gresik tersebut.
Narik penumpang sambil menunggu mati
Di tengah obrolan saya dengan Arifin, dari belakang tiba-tiba ada sopir angkot lain yang ikut nimbrung. Namanya Suto (67), memang sudah cukup tua. Kulit-kulitnya sudah mengeriput, rambutnya sudah memutih.
Suto lupa kapan persisnya ia mulai menjadi sopir angkot.
Yang jelas, dari sopir angkot itu Suto bisa mencukupi kebutuhan hidup keluarganya hingga bertahun-tahun.
“Sudah tua, Mas. Sekarang mau kerja apa lagi. Jadi pilihannya ya tetap nyopir saja, sampai mati,” ucapnya saat saya tanya kenapa masih bertahan menjadi sopir angkot.
“Anak-anak sudah berumah tangga. Nggak mau lah minta-minta atau numpang hidup ke mereka,” sambungnya.
Dalam sehari, hanya hitungan jari saja penumpang yang bisa ia angkut. Tak lebih dari 10 orang. Bahkan kadang tak dapat penumpang sama sekali.
Jika tengah sepi-sepinya, Suto akan menghabiskan waktu melamun di tepi kali tidak jauh dari Terminal Joyoboyo itu.
“Kadang nggak pulang. Tidur di angkot. Istri di rumah sudah paham,” tuturnya.
“Kadang mikir gini, nasib sudah seperti ini, Gusti… Gusti…, kok ya nggak mati-mati aku ini,” tutupnya dengan wajah setengah putus asa.
Reporter: Muchamad Aly Reza
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA: Cerita Sopir Truk Jarak Jauh yang Tak Membiarkan Kursi Sebelah Kosong
Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News