Yogyakarta memiliki banyak kampus pariwisata, tetapi ternyata sedikit sekali orang-orang Jogja yang kuliah di kampus tersebut. Salah satu alasannya adalah mahalnya biaya sehingga tak terjangkau pelajar Jogja.
“Tidak ada orang DIY yang mau sekolah di kampus pariwisata di Jogja. Kendalanya ternyata biaya,” kata Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia DIY, Deddy Pranowo Eryono dalam bincang bersama Mojok, Rabu (20/3/2024).
Danais harusnya bisa untuk orang Jogja yang mau kuliah di kampus pariwisata
Deddy mengatakan, pihaknya sudah menyampaikan hal ini ke Pemda DIY agar Dana Keistimewaan (Danais) bisa membantu orang-orang Yogyakarta untuk kuliah di kampus pariwisata di Jogja. “Separuh-separuh lah, separuh mahasiswa separuh dari Danais. Karena itu untuk pariwisata Jogja juga, pariwisata DIY kan berbasis budaya, mosok yang kerja malah dari luar Jogja,” kata Deddy.
Menurut Deddy, konteksnya adalah perlunya karyawan di industri pariwisata yang berasal dari Jogja. Dalam industri pariwisata yang mengedepankan hospitality, masyarakat lokal yang jadi karyawan punya kelebihan untuk menjelaskan dan nilai-nilai masyarakat setempat.
Menurut Deddy Pranowo, perlu ada kesadaran dari masyarakat tentang pentingnya hal ini. Selain itu penting untuk melakukan edukasi ke pelajar-pelajar SMA dan SMK di DIY untuk melanjutkan ke akademi pariwisata atau perguruan tinggi pariwisata di Jogja.
“Saat ini yang kuliah kebanyakan orang luar pulau Jawa. Begitu lulus, mereka kembali ke kampung halamannya, jadi pejabat di sana,” kata Deddy yang juga pernah menjadi Ketua Badan Promosi Pariwisata Kota Yogyakarta.
Jogja jadi gudangnya kampus pariwisata berkualitas
Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) DIY Bobby Ardyanto dalam sebuah kesempatan menyampaikan hal yang sama. Bahkan pernah ada anggotanya yang membuka lowongan kerja di industri pariwisata khusus untuk masyarakat Jogja, tapi yang mendaftar sangat sedikit. Jauh dari kuota yang disediakan.
Di Yogyakarta sendiri perguruan tinggi pariwisata cukup banyak. Dalam catatan Mojok sendiri setidaknya ada 10 perguruan tinggi pariwisata dan perguruan tinggi yang memiliki Jurusan Pariwisata. 10 perguruan tinggi pariwisata tersebut meliputi, yang meliputi, Universitas Bina Sarana Informatika (UBSI), AKPARDA Yogyakarta, STIEPAR API Yogyakarta, Poltek API Yogyakarta, AKPARYO Yogyakarta, Sekolah Tinggi Pariwisata AMPTA Yogyakarta, Sekolah Tinggi Pariwisata Ambarukmo Yogyakarta, Akademi Pariwisata STIPARY Yogyakarta, dan Akademi Pariwisata INDRAPHRASTA Jogja.
Dua perguruan tinggi negeri yang juga punya Jurusan Pariwisata adalah Universitas Gadjah Mada, dan Universitas Negeri Yogyakarta yang baru membuka program studi tersebut di tahun 2023.
PHRI pertanyakan quality tourism yang ditawarkan Dinas Pariwisata DIY
Deddy Pranowo juga menyoroti soal kebijakan Pemda DIY yang saat ini mengarah pada quality tourism atau pariwisata berkualitas. Dengan arah kebijakan ini, maka kuantitas jumlah wisatawan yang datang ke Jogja tidak lagi menjadi prioritas.
Lebih penting adalah jumlah uang yang dibelanjakan di Jogja ketimbang jumlah wisatawannya yang datang. Artinya jumlah wisatawan yang datang sedikit tidak apa-apa, asal mereka banyak membelanjakan uangnya di Jogja. Ia khawatir kebijakan ini akan mengorbankan orang Jogja, terutama yang bergerak dalam industri pariwisata.
Kepala Dinas Pariwisata DIY yang juga Plh Walikota Yogyakarta Singgih Raharjo mengatakan, pariwisata berkualitas berarti fokusnya tidak lagi bagaimana bisa mendatangkan wisatawan sebanyak-banyaknya, melainkan bagaimana membuat wisatawan terkesan dan menghabiskan waktu lebih lama di Kota Yogya.
“Kita menuju quality tourism bukan mass tourism. Bukan kemudian jumlah yang kita dapatkan atau tujuan utamanya, tetapi bagaimana jumlah wisata yang kami harapkan berdampak positif dengan pertumbuhan ekonomi di DIY,” jelasnya seperti Mojok kutip dari Kompas.com.
Kasihan jika quality tourism korbankan penjual bakpia
Deddy Pranowo merasa keberatan jika quality tourism artinya menghindari mass tourism seperti yang Jogja lakukan saat ini. “Kalau menurut kami, quality tourism itu dari sisi hospilitynya, bukan dari sedikit wisatawannya tapi mereka belanjanya banyak,” kata Deddy. Itu mengapa ia meminta Danais bisa digunakan utnuk membiayi orang-orang Jogja yang ingin kuliah di kampus pariwisata. Tujuannya untuk meningkatkan kulitas hospitality dalam industri pariwisata di Jogja.
Yogyakarta selama ini hidup karena massa tourism dengan banyaknya wisatawan. Menurutnya kasihan jika kemudian arah wisata di Jogja dibatasi. “Kasihan ribuan perajin bakpia yang mengandalkan banyaknya wisatawan yang datang ke Jogja,” kata Deddy.
Ia mengakui mass tourism menimbulkan persoalan seperti sulitnya lahan parkir. Namun, justru di situ peran pemerintah untuk menyediakan lahan dan mengaturnya sehingga wisatawan nyaman di Jogja dan masyarakat ikut menikmati sektor wisata di Jogja.
Saksikan selengkapnya di Langkah Kuda edisi pariwisata Jogja bersama Ketua PHRI Deddy Pranowo Eryono hanya di YouTube Mojok.co
Penulis: Agung Purwandono
Editor: Hammam Izzuddin
BACA JUGA Tangis dan Kematian di Malioboro Jogja yang Tak Banyak Diketahui Wisatawan
Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News.