Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Liputan Ragam

Gaya Hidup dan Biaya Hidup Salatiga Mulai Mirip Jogja: Tak Setenang dan Sesederhana Dulu, Bukan Lagi Tempat Pensiun Impian

Muchamad Aly Reza oleh Muchamad Aly Reza
9 Maret 2024
A A
Salatiga Ketularan Jogja MOjOK.CO

Ilustrasi Salatiga ketularan budaya hedon Jogja.

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Gara-gara “ketularan” Jogja, Salatiga, sebuah kota kecil yang tenang di Jawa Tengah kini jadi tak asyik lagi. Entah bagaimaa mulanya, kini gaya hidup di Salatiga cenderung ke-Jogja-jogjaan.

Hal itu membuat beberapa orang yang tinggal di kota tersebut menjadi tak nyaman. Termasuk Sabil (24), mahasiswa asal Rembang, Jawa Tengah.

Sabil sendiri sebenarnya merupakan mahasiswa di UIN Sunan Kalijaga, Jogja. Namun, karena kini ia tinggal skripsian, ia memilih sewa kos di Salatiga.

Mencari ketenangan di Salatiga

Sabil sendiri mahasiswa angkatan 18, satu angkatan di bawah saya, dengan mengambil jurusan kuliah yang sama dengan saya pula: Sejarah Peradaban Islam (SPI).

Wacana untuk sewa kos di Salatiga sebenarnya sudah Sabil rencanakan sejak lama. Bahkan sejak sebelum Covid-19 merebak.

“Cewekku kuliah di Salatiga. Aku jadi sering kan bolak-balik Salatiga tiap akhir pekan. Nah, dari situ aku merasa, duh nyaman banget kota ini,” ujarnya saat kami bertemu.

Di tahun pertamanya tinggal di Jogja, Sabil mengaku sudah tidak betah. Hal tersebut tidak lepas dari gaya hidup Jogja yang menurutnya sulit ia imbangi.

Misalnya saja budaya ngopi di coffee shop. Baginya yang beruang saku pas-pasan, tentu ngopi di coffee shop menjadi perkara yang sepatutnya ia hindari.

Kalau masih bisa di warkop-warkop atau kafe kelas menengah biasa seperti Basabasi, ia masih sanggup. Sayangnya, banyak dari teman-temannya yang lebih suka di coffee shop mewah. Sabil mundur. Kalau ia terus-teruskan, bisa ambrol sakunya.

“Belum lagi soal outfit. Duh, kuliah adu outfit. Aku yang biasa-biasa aja gini kan ya tetep ada insecure-nya, Cuk,” kata Sabil.

Maka dari itu, ketika ia melihat Salatiga dengan kesederhanaannya, ia terpincut. Teman-teman sang pacar, yang kemudian juga menjadi teman-temannya di Salatiga pun rata-rata tak banyak gaya.

Ngopi di angkringan atau warkop biasa oke saja, gaya berpakaian sehari-hari pun tak bikin orang lain minder. Selain itu, biaya hidup di Salatiga pun menurut Sabil jauh lebih murah ketimbang Jogja.

“Kos Rp350 ribuan sudah dapat kos nyaman dan luas (sebelum Covid-19). WiFi juga. Di Jogja, Rp500 ribu paling murah dan ala kadarnya,” tuturnya.

“Makan di Jogja butuh paling nggak Rp15 ribu sampai Rp20 ribu sekali makan. Di Salatiga, nasi Rp10 ribu bahkan Rp8 ribu masih ada,” sambungnya.

Iklan

Ia lantas berangan-angan untuk menjadikan Salatiga sebagai tempat menjauh dari hiruk-pikuk Jogja.

“Jadi aku sewa kos di sini. Ke Jogja kalau ada bimbingan,” katanya.

Pendatang merubah Salatiga

Namun, tawaran-tawaran Salatiga yang sederhana dan nyaman itu berubah selepas Covid-19.

Menurut Sabil, per masuknya mahasiswa angkatan 2022 hingga sekarang, Salatiga mendadak berubah ke-Jogja-jogjaan.

“Image Jogja di medsos sudah jelek, Sebagai opsi pengganti, maka banyak yang memilih kota ini karena masih menawarkan kesederhanaan dan ketenangan . Seperti alasanku sewa kos di sini,” ungkap Sabil.

Namun, bagi Sabil, kehadiran para pendatang dari kalangan mahasiswa gen z itu perlahan-lahan merubah kultur Salatiga. Perlahan-lahan Salatiga menjadi kota yang terlalu riuh dan tak lagi sederhana. Hedonisme pun menjadi gaya hidup yang turut menjangkit kota ini.

“Budaya ngopi di coffee shop masuk, ngopi di angkringan ditinggalkan. Saat ini juga mulai bermunculan mahasiswa-mahasiswa skena adu outfit,” sambungnya. Biaya hidup pun menurut Sabil mulai ikut naik. Mulai dari biaya makan hingga sewa kos.

“Sekarang (sewa kos) paling murah Rp400 ribuan,” kata Sabil.

Sabil sontak merasa sangat jengah dan sumpek. Sebab, niat hati ingin mencari ketenangan dari hiruk-pikuk Jogja yang makin menyebalkan, justru bertemu hal yang sama lagi meski di kota lain.

Baca halaman selanjutnya…

Mulai tertular pergaulan bebas

Halaman 1 dari 2
12Next

Terakhir diperbarui pada 9 Maret 2024 oleh

Tags: biaya hidup salatigagaya hidup salatigaJogjakampus di salatigaKota Pelajarmahasiswa salatigapilihan redaksisalatiga
Muchamad Aly Reza

Muchamad Aly Reza

Reporter Mojok.co

Artikel Terkait

pendidikan, lulusan sarjana nganggur, sulit kerja.MOJOK.CO
Ragam

Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada

5 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO
Ragam

Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra

4 Desember 2025
Warung makan gratis buat Mahasiswa Asal Sumatra yang Kuliah di Jogja. MOJOK.CO
Liputan

5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana

4 Desember 2025
Pelaku UMKM di sekitar Prambanan mengikuti pelatihan. MOJOK.CO
Ekonomi

Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih

3 Desember 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

banjir sumatera. MOJOK.CO

Bencana di Sumatra: Pengakuan Ayah yang Menjarah Mie Instan di Alfamart untuk Tiga Orang Anaknya

1 Desember 2025
waspada cuaca ekstrem cara menghadapi cuaca ekstrem bencana iklim indonesia banjir longsor BMKG mojok.co

Alam Rusak Ulah Pemerintah, Masyarakat yang Diberi Beban Melindunginya

1 Desember 2025
Bencana Alam Dibuat Negara, Rakyat yang Disuruh Jadi Munafik MOJOK.CO

Bencana Alam Disebabkan Negara, Rakyat yang Diminta Menanam Kemunafikan

3 Desember 2025
Guru sulit mengajar Matematika. MOJOK.CO

Susahnya Guru Gen Z Mengajar Matematika ke “Anak Zaman Now”, Sudah SMP tapi Belum Bisa Calistung

2 Desember 2025
Kuliah Jurusan Pendidikan Bahasa Mandarin di Unesa. MOJOK.CO

Sulitnya Masuk Jurusan Bahasa Mandarin Unesa, Terbayar usai Lulus dan Kerja di Perusahaan Tiongkok

3 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Tragedi Sumatra Timbulkan Trauma: “Saya Belum Pernah Lihat Gayo Lues Seporak-poranda ini bahkan Saat Tsunami Aceh”

2 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.