Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Liputan Ragam

SALAM: Sekolah yang Berontak karena Masalah Pendidikan di Indonesia tapi Sering Dikira Tempat Wisata Edukasi

Aisyah Amira Wakang oleh Aisyah Amira Wakang
24 Juli 2025
A A
Sanggar Anak Alam (SALAM) di Kabupaten Bantul melawan pendidikan di Indonesia. MOJOK.CO

ilustrasi - diskusi orang tua membahas buku di Mojok Store. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Sanggar Anak Alam (SALAM) adalah satu dari sekian banyak sekolah di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang masih bertahan di tengah gempuran perubahan kurikulum pendidikan. Ia tak ingin dikenal sebagai wisata edukasi, melainkan sekolah yang menjadi bagian dari perlawanan atas kondisi pendidikan di Indonesia.

***

Segerombolan orang tua sudah siap mengikuti acara merumput edisi perdana: Sekolah Semerdeka Ini & PAUD ala SALAM di Mojok Store, Sleman pada Sabtu (19/7/2025). Di sana, mereka mengobrol soal sistem pendidikan ala SALAM.

Acara ini sekaligus menandai peluncuran perdana buku “Sekolah Bisa Semerdeka Ini: Narasi Warga Komunitas Sanggar Anak Alam” yang diterbitkan oleh Buku Mojok. Penulisnya terdiri dari tujuh orang yang merupakan wali murid dari siswa SALAM, Kabupaten Bantul.

Gernatatiti, salah satu penulis dari buku tersebut berujar, sejatinya buku ini tak ingin menghadirkan potret “kebahagiaan” ala SALAM seperti yang sudah diulas di berbagai media, melainkan berisi soal tantangan pendidikan yang harus mereka hadapi. 

“Saya takut, justru ulasan indah tentang SALAM berpotensi menjadikannya sebagai tempat wisata pendidikan. Saya nggak ingin orang tua tuh main ke SALAM cuman untuk foto selfie, terus bikin konten, terus pulang, karena di sana pun masih banyak masalah,” ujar Gerna.

Sebagai sekolah nonformal di Kabupaten Bantul, SALAM sendiri memiliki visi yang terdiri dari empat pilar yakni pangan, kesehatan, lingkungan, dan sosial-budaya. Namun nyatanya untuk mewujudkan visi tersebut tidaklah mudah.

Buku Sekolah Bisa Semerdeka Ini. MOJOK.CO
Buku “Sekolah Bisa Semerdeka Ini: Narasi Warga Komunitas Sanggar Anak Alam”. (Sumber: SALAM)

“Masalah itu sudah coba kami keluhkan secara halus dalam buku ini (Sekolah Bisa Semerdeka Ini). Tapi, sebesar-besarnya masalah SALAM, masih lebih besar masalah pendidikan di Indonesia,” ucap Gerna, penulis sekaligus orang tua siswa.

Mengapa orang tua memilih SALAM?

Visi SALAM yang berfokus pada pangan, kesehatan, lingkungan, dan sosial-budaya menjadi salah satu alasan Gerna menyekolahkan anaknya di sana. Keputusan itu sudah ia pertimbangkan matang-matang bersama keluarga. Baik suami, orang tua, dan anaknya mengaku tak masalah dengan keputusan tersebut. Dan benar saja, Gerna tak pernah menyesali keputusan itu.

“Saya jadi tahu bahwa yang dipelajari di sana itu bukan materi pelajaran A, B, C (formal), tapi belajar berpikir secara terstruktur dan bagaimana anak saya terbiasa menggunakan kerangka riset sejak dini,” kata Gerna. 

“Jadi bukan seperti mengajari anak menjawab pertanyaan, tapi membuat pertanyaan yang tepat,” jelasnya.

Ketika anak melakukan kesalahan, orang tua juga perlu merespons dengan baik. Alih-alih memberi hukuman, anak diajak untuk berdiskusi dan menemukan solusi. Tak ayal, muncul  di kalangan orang tua SALAM jika belajar adalah tugas orang tua, sedangkan tugas anak adalah bermain.

“Kalau saya mengistilahkan, sekolah ini radikal. Orang tua yang mengirim anaknya ke sekolah ini pun radikal. Bayangkan, ada yang rumahnya dari luar kota bela-belain antar anaknya buat sekolah di sini,” kelakar Gerna.

Tak terlalu mengharap kehadiran negara

Sebagai orang yang turut hadir dalam diskusi tersebut, saya mengambil contoh sub bab berjudul “Pendidikan Perlulah Sesuai Kebutuhan Siswa, Bukan Negara” yang ditulis oleh Purnawan. Di sana, ia menceritakan keheranannya saat SALAM mendapat kunjungan dari Dinas Pendidikan.

Iklan

Dalam kunjungan tersebut, mereka mendapat kiriman nasi kotak dan spanduk berbahan plastik. Sementara, SALAM hampir tak pernah menggunakan bungkusan nasi kotak maupun spanduk berbahan plastik. Bagi fasilitator–sebutan untuk orang yang bertugas sebagai guru di SALAM, fenomena itu cukup menarik karena nantinya kedua benda tersebut berpotensi menjadi sampah.

diskusi perdana buku Sekolah Semerdeka Ini. MOJOK.CO
Diskusi merumput edisi perdana: Sekolah Semerdeka Ini di Mojok Store, Sleman pada Sabtu (19/7/2025). (Sumber: SALAM)

“Sedangkan selama ini, SALAM tidak menyediakan tempat sampah nonorganik sebagai salah satu upaya memenuhi pilar tentang lingkungan,” ujar Purnawan dalam tulisannya.

Warga komunitas SALAM sudah sepakat untuk melarang penggunaan barang yang menimbulkan sampah. Bagi mereka sampah adalah tanggung jawab masing-masing. Jika tidak ada tempat sampah nonorganik yang tersedia, maka sampah itu harus dibawa pulang.

“Lalu, siapa yang bertanggungjawab atas sampah bekas nasi kotak dan spanduk tersebut?” tanya Purnawan. 

Sekolah bisa semerdeka SALAM

Selain nilai-nilai di atas, SALAM juga menghilangkan hal-hal yang tidak substantif dalam pendidikan, seperti pelajaran formal sampai baju berseragam, alias bebas. Ia memberikan ruang untuk murid maupun orang tua belajar secara merdeka tanpa sekat, agar tidak terbebani dalam proses belajar.

Gerna berharap SALAM dapat menginspirasi masyarakat di Indonesia. Tak harus membuat sekolah tapi menumbuhkan nilai-nilai SALAM di berbagai daerah, tak hanya di Kabupaten Bantul. Dengan begitu, terbentuklah komunitas yang lebih besar dan bertumbuh.

“Saya berharap kehadiran buku Sekolah Bisa Semerdeka Ini dapat menginisiasi komunitas lain yang sesuai konteks, tempat mereka berada. Jadi, kalau kamu gelisah dengan sistem pendidikan Indonesia saat ini, outputnya tidak harus membuat sekolah tapi do something.” Ucap Gerna.

Penulis: Aisyah Amira Wakang

Editor: Muchamad Aly Reza

BACA JUGA: Apresiasi untuk Ayah yang Antar Anak ke Sekolah Hanyalah Perayaan Simbolis, Pemerintah Belum Selesaikan Masalah Utama atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.

Terakhir diperbarui pada 24 Juli 2025 oleh

Tags: pendidikan di IndonesiasalamSanggar Anak Salamsekolah di Jogjasekolah nonformal
Aisyah Amira Wakang

Aisyah Amira Wakang

Artikel Terkait

Guru sulit mengajar Matematika. MOJOK.CO
Ragam

Susahnya Guru Gen Z Mengajar Matematika ke “Anak Zaman Now”, Sudah SMP tapi Belum Bisa Calistung

2 Desember 2025
Komunitas Sanggar Alam: Sekolah Alternatif yang Menjadi Ruang Hidup
Video

Komunitas Sanggar Alam: Sekolah Alternatif yang Menjadi Ruang Hidup

4 Oktober 2025
Ketulusan guru di Sekolah Gajahwong Jogja. MOJOK.CO
Liputan

7 Tahun Mengabdi Jadi Guru di Jogja, Tak Tega Melihat Realita Siswa Putus Sekolah meski Diri Sendiri Tidak Sejahtera

9 September 2025
Para guru di Sekolah Gajahwong, Jogja. MOJOK.CO
Ragam

Ketulusan Guru Sekolah Gajahwong, dari yang Rela Tidak Digaji hingga yang Digaji Hanya dengan Uang Transport demi Mencerdaskan Anak-anak Kurang Mampu di Jogja

25 Agustus 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Bioskop NSC Rembang, bangunan kecil di tanah tandus yang jadi hiburan banyak orang MOJOK.CO

Bioskop NSC Rembang Jadi Olok-olokan Orang Sok Kota, Tapi Beri Kebahagiaan Sederhana

1 Desember 2025
Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

2 Desember 2025
Gowes Ke-Bike-An Maybank Indonesia Mojok.co

Maybank Indonesia Perkuat Komitmen Keberlanjutan Lewat Program Gowes Ke-BIKE-an

29 November 2025
8 tahun merantau di Jakarta akhirnya resign. MOJOK.CO

Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama

4 Desember 2025
Para penyandang disabilitas jebolan SLB punya kesempatan kerja setara sebagai karyawan Alfamart berkat Alfability Menyapa MOJOK.CO

Disabilitas Jebolan SLB Bisa Kerja Setara di Alfamart, Merasa Diterima dan Dihargai Potensinya

2 Desember 2025
Guru sulit mengajar Matematika. MOJOK.CO

Susahnya Guru Gen Z Mengajar Matematika ke “Anak Zaman Now”, Sudah SMP tapi Belum Bisa Calistung

2 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.