Purwo Widodo merupakan bus legendaris yang menjadi andalan masyarakat Wonogiri untuk bepergian ke Kota Jogja. Namun, setelah 40 tahun lebih mengaspal, bus ini berada di “ambang kematiannya”. Padahal, mereka tak memiliki pesaing yang mengancam eksistensinya.
Bagi Alifia (29), sinyal kematian bus Purwo Widodo bikin dia merasa sedih. Sebab, bus ini adalah teman setia selama dia kuliah di Jogja pada 2014-2017 lalu.
“Bahkan pas udah lulus dan kerja di Jogja pun kalau pulang kampung masih beberapa kali pakai Purwo,” kenang Alifia, saat Mojok hubungi, Kamis (7/3/2024).
Perempuan asal Baturetno, Wonogiri, ini merupakan alumnus Universitas Gadjah Mada (UGM). Ibu rumah tangga yang akrab disapa Fia ini mengaku kalau dulunya dia adalah mahasiswa yang sering mengalami homesick. Buat mengobatinya, ia pun selalu memanfaatkan libur akhir pekan untuk pulang ke rumah.
Dan, satu-satunya moda transportasi yang menyelamatkannya dari perasaan rindu rumah itu adalah Purwo Widodo. Bahkan, saat dia wisuda, sanak familinya memilih buat menggunakan Purwo Widodo alih-alih sewa mobil sebagaimana mahasiswa kebanyakan.
“Soalnya dulu Purwo emang merakyat banget. Busnya orang Wonogiri. Selain mie ayam bakso, orang Jogja tahu Wonogiri gara-gara Purwo.”
Purwo Widodo mulai sepi penumpang sejak pandemi Covid-19
Sejak menikah dan menetap di Jogja, Alifia mengaku sudah jarang naik Purwo Widodo. Seingatnya, terakhir kali saat libur lebaran 2018 lalu. Kini, bersama suami dan anaknya, Alifia lebih suka pulang kampung dengan mobil.
Namun, ia mengaku orang tuanya terkadang masih sering menggunakan Purwo Widodo ketika mengunjungi cucu mereka yang berada di Jogja. “Kata bapak, sih, sekarang sepi, udah banyak kursi kosong. Keberangkatan juga enggak jelas waktunya,” ungkapnya.
Berdasarkan pantauan Mojok pada Jumat (8/3/2024) pagi sekitar pukul 8.30 WIB, tak ada armada Purwo Widodo yang terparkir di Terminal Giwangan. Lokasi ini merupakan tempat pemberhentian terakhir bus dari arah Wonogiri, sekaligus mengambil penumpang untuk rute sebaliknya.
Biasanya, Purwo Widodo biasa ngetem bersama bus-bus lain yang berada rute Jogja-Wonosari-Baturetno. Sebelum pandemi Covid-19, setidaknya ada 8-10 waktu keberangkatan dari Terminal Giwangan. Paling pagi pukul 4.30 WIB, sementara paling malam pukul 20.00 WIB.
Sayangnya, menurut agen bus Purwo Widodo yang Mojok temui, Wardiman, kini jumlah waktu keberangkatannya tak menentu. Paling banyak bahkan hanya tiga kali saja dari terminal.
“Paling pagi jam-jam subuh, kemudian jam 10, dan paling sore jam 2,” kata Wardiman. “Bahkan momen-momen tertentu cuma jalan dua kali, jam 10 sama jam 2 saja,” sambungnya. Ini menjelaskan mengapa saat datang ke Terminal Giwangan, Mojok tak menjumpai keberadan bus tersebut.
Armada reyot dan tarif mahal jadi alasan penumpang meninggalkan Purwo Widodo
Wardiman mengakui, saat tiba di terminal, ia kerap melihat banyaknya kursi kosong di dalam bus. Armada yang biasanya mengangkut 50-60 penumpang ini kerap hanya terisi setengahnya saja. Terkadang malah kurang.
Pria asal Baturetno ini sebenarnya cukup sangsi mengapa banyak penumpang meninggalkan bus ini. Namun, jika boleh menerka, salah satu alasannya karena armada bus yang mulai tak prima lagi. Seingatnya, dalam sepuluh tahun terakhir saja, Purwo Widodo hanya sekali memperbarui armadanya.
Alhasil, armada-armada lama yang sudah tak layak jalan tetap dipaksa mengaspal. Tak jarang sering kejadian bus tak kuat naik tanjakan bahkan mogok di jalan yang sudah tentu bikin dongkol penumpang. “Udah gitu harganya juga lumayan [mahal] sekarang, Mas. Hampir tiap tahun naik,” katanya.
Untuk informasi, saat terakhir Alifia naik Purwo Widodo (2018) tarif Jogja-Wonogiri sekitar Rp25 ribu. Pada 2021 kemarin (semasa pandemi) tarif naik lagi menjadi Rp40 ribu. Sedangkan per hari ini tarifnya sudah di angka Rp60 ribu. Sebagai perbandingan, PO Bus Ramayana untuk rute Jogja-Semarang saja hanya punya tarif Rp70 ribu sekali jalan.
“Kalau pakai motor Wonogiri-Jogja bensin 30 ribu aja masih sisa. Makanya malas pakai bus,” ujar Wardiman.
Mojok juga menemui pasangan pasutri yang kelihatan sedang menunggu bus Purwo Widodo di Terminal Giwangan. Agustian, nama sang lelaki, mengaku kalau dia masih setia menggunakan bus tersebut karena memang tak ada opsi transportasi umum lain yang menghubungkan Jogja dengan Wonogiri. “Pakai travel lebih mahal,” ungkapnya.
Baca halaman selanjutnya…
Busnya para tukang bakso. Eksis sejak 1981.