Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Liputan Ragam

Tak Mau Berhenti Keliling Jogja Jual Rokok Asongan Meski Usia Sudah 72, Sutrisno Ingin Bahagiakan Kelima Cucunya  

Hammam Izzuddin oleh Hammam Izzuddin
10 Juli 2024
A A
jual rokok jogja.MOJOK.CO

Ilustrasi kakek penjual rokok (Ega/Mojok.co)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Usia yang sudah 72 tidak menyurutkan Sutrisno untuk terus bergerak. Berjalan mengitari trotoar Kota Jogja, untuk jual rokok asongan. Hasilnya memang tak seberapa. Namun, jadi bentuk ikhtiarnya untuk bisa belikan jajan untuk kelima cucu.

***

Lelaki itu sedang duduk termenung di pinggiran trotoar Jalan Kahar Muzakir, depan SMAN 6 Jogja saat saya melintas. Mata saya langsung tertuju ke wadah rokok cangklong yang ia letakkan di samping. Wadah berwarna merah dengan tulisan “Cigarete Kretek” bercat putih.

Sempat kebablasan, saya berputar kembali untuk menyapanya. Kebetulan, Rabu (10/7/2024) pagi saat berkeliling untuk mencari bahan tulisan, saya belum sangu rokok. Kehadiran penjual rokok itu sedikit membantu.

“Ada beberapa ini,” ungkap Sutrisno ketika saya menanyakan ketersediaan rokok eceran. Ia menunjukkan beberapa merek rokok dengan bungkus yang sudah terbuka.

Saya mengambil sebatang rokok lalu ikut duduk di sampingnya. Menyalakannya dan kami mulai berbincang.

“Sekarang saya kalau jalan 100 meter saya sudah kudu berhenti. Dulu pas tenaga masih kuat kemana-mana bisa,” kelakarnya.

Hal itulah yang membuatnya hanya jual rokok. Tidak menjual tisu maupun air mineral seperti pedagang asongan kebanyakan. Pasalnya, barang-barang itu membuat bawaannya berat.

Beberapa tahun belakangan, Trisno mengaku seringnya berkeliling di sekitar Terban. Tak jauh dari rumahnya di Kampung Gondolayu.

Di Jalan Kahar Muzakir misalnya, ia biasa memanfaatkan momen pegawai bank dan perkantoran saat makan siang. Setelah makan, sebagian di antara mereka butuh rokok. Trisno memanfaatkan peluang itu.

Jika sedang ada acara wisuda atau hajatan di Grha Sabha Pramana UGM, lelaki ini pun akan berjalan ke sana. Mencoba mencari peluang di tengah keramaian. Biasanya, pembelinya adalah sopir-sopir yang sedang menunggu tamu yang diantar.

“Pokoknya saya jalan kemana-mana. Soalnya nggak ada motor Mas,” tuturnya.

Jual rokok asongan sejak 2006, setelah usahanya bangkrut

Sambil membenahi letak topinya yang agak geser, Trisno menceritakan awal perjalanan usahanya yang bermula dari berjualan warung. Bukan warung berupa kios, melainkan warung tak permanen dari seng di pinggiran jalan. Letaknya di dekat Kantor Pos Gondolayu Kota Jogja.

Ia meneruskan usaha orang tuanya yang telah dirintis sejak tahun 60-an. “Saya mulai buka ngurus warung itu sekitar tahun 83,” kata dia.

Iklan

Sebelumnya, ia sempat pergi ke Kartasura, tempat istrinya berasal. Tinggal di sana sebentar pascamenikah pada 1981. Mengumpulkan modal lalu kembali ke Jogja membawa istri dan satu anaknya yang lahir pada 1982.

jual rokok jogja.MOJOK.CO
Sosok Sutrisno (Hammam/Mojok.co)

Usaha kecil itu berjalan baik meski dengan pendapatan yang tidak terlalu banyak. Setidaknya, buat orang seperti Trisno, bisa memastikan keluarga kecilnya bertahan dari ke hari sudah cukup baik.

Sayangnya, usaha itu lama-lama mengalami kesurutan. Puncaknya, saat krisis moneter melanda pada 1997, Trisno memutuskan untuk menutup warungnya lantaran hitung-hitungan bisnisnya sudah tidak masuk lagi.

“Sejak saat itu saya sempat kerja serabutan. Apa saja yang penting halal. Mulai jual rokok asongan sejak sekitar 2006,” katanya. Ketika berbicara, deretan gigi palsu Trisno tampak bergoyang-goyang.

Dulu jual rokok hasilnya lumayan, sekarang digencet kebijakan pemerintah dan rokok ilegal

Menurutnya, dulu penjual rokok sepertinya masih bisa mendapat omzet yang lumayan. Laku lebih dari 20 bungkus sehari jadi hal umrah.

Apalagi, dulu jam kerja dan jarak tempuh Trisno lebih panjang karena tenaga masih prima. Sekarang, ia berangkat dari jam 7 pagi dan pulang sekitar jam 2 siang.

“Kalau dulu jual rokok dari pagi sampai gelap. Ya menjelang magrib lah,” tuturnya.

Buat Trisno, masa paling paceklik adalah saat mahasiswa sedang libur. Jogja terasa sepi. Dagangan pun tidak banyak yang beli.

Ia juga merasa, naiknya harga jual rokok bikin penjualannya semakin seret. Ditambah lagi, rokok ilegal yang semakin marak. Dengan uang Rp8 ribu saja sudah bisa beli rokok ilegal satu bungkus.

“Semakin banyak, mereknya aneh-aneh sampai nggak hafal saya. Itu yang sekarang bikin sulit. Saya pilih jualan yang pakai cukai aja daripada nanti kena razia kan,” keluhnya.

Trisno juga masih merokok. Ia mengeluarkan bungkus Gudang Garam Surya. Namun, isinya bukan rokok merek tersebut melainkan lintingan tembakau sendiri atau tingwe. Untuk berhemat ia mengaku memilih tingwe. Tembakaunya beli di Toko Wiwoho, sebuah toko tembakau legendaris di barat Tugu Jogja.

Ditinggal istri, kini bekerja hanya untuk diri sendiri dan kelima cucunya

Sekarang, hasil jual rokok asongan tidak lagi semenjajikan beberapa tahun lalu. Laku lima bungkus sehari saja sudah syukur. Satu bungkus, untungnya paling hanya Rp2500 sampai Rp3000. Paling tinggi memang untung rokok eceran tapi lakunya agak lambat.

Trisno masih bisa menjual belasan bungkus sehari hanya ketika ada acara-acara besar. Misalnya saat wisuda di UGM. Ia akan mendapat kabar dari temannya yang kebetulan fotografer.

“Biasanya saya tanya tentang jadwal acara ke teman lewat telfon. Saya ada hp Android tapi ya nggak terlalu paham. Yang bantu pencet-pencet anak saya,” kelakarnya.

Meski hasil jualannya tidak terlalu menjanjikan, Trisno mengaku memilih terus bertahan. Salah satu alasannya, ia suka pusing kalau diam seharian di kos.

Ketiga anak perempuannya sudah berkeluarga. Namun, Trisno mengakui kalau keluarga mereka tidak terlalu berkecukupan. Dua di antara keluarga anaknya masih tinggal satu atap. Sementara satu anak lain ikut suaminya tinggal di Kalasan Sleman.

“Nggak enak kalau ngandalin anak. Mereka juga perlu untuk kebutuhan keluarga. Jadi saya kerja saja,” tutur lelaki ini.

Sebenarnya, ia mengaku sulit untuk mencukupi kebutuhan dengan berdagang rokok asongan seandainya masih tinggal bersama istri. Pasangan hidupnya itu telah meninggal dunia sejak 2019 silam. Sehingga, praktis hasil jualannya hanya untuk kebutuhan dirinya seorang.

Paling-paling, jika hasil jual rokok sedang agak bagus, Trisno akan menyisihkan untuk jajan kelima cucunya. Cucu paling besar sudah lulus SMK dan sekarang bekerja sebagai pelayan di sebuah gerai Pakuwon Mall Jogja.

“Ya nggak seberapa tapi kalau bisa ngasih cucu itu rasanya senang Mas. Saya cuma harap doa mereka, itu saja,” ungkapnya.

Pembeli sekarang maunya serba digital

Sambil berkelakar, Trisno juga bercerita tentang rupa-rupa pembeli yang perkembangannya sudah tidak lagi bisa ia imbangi. Salah satunya, mulai banyak pembeli yang meminta transaksi dengan QRIS.

“Ada itu sekarang, beli nggak bawa uang tunai. Mintanya scan-scan. Saya ya nggak paham, orang pakai hp Android saja cuma asal sentuh,” kelakarnya.

Di balik itu semua, selagi kakinya masih bisa melangkah, Trisno mengaku ingin terus bekerja. Meski, situasi tak selalu berpihak padanya.

Penulis: Hammam Izzuddin

Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA 3 Alasan Mengapa Notoprajan Jogja Jadi Kawasan Paling Menyebalkan Bagi Driver Ojol

Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News

Terakhir diperbarui pada 10 Juli 2024 oleh

Tags: Jogjajual rokokpedagang asonganrokok eceranterban
Hammam Izzuddin

Hammam Izzuddin

Reporter Mojok.co.

Artikel Terkait

Keturunan Keraton Yogyakarta Iri, Pengin Jadi Jelata Jogja Saja! MOJOK.CO
Esai

Keresahan Pemuda Berdarah Biru Keturunan Keraton Yogyakarta yang Dituduh Bisa Terbang, Malah Pengin Jadi Rakyat Jelata Jogja pada Umumnya

18 Desember 2025
UMP Jogja bikin miris, mending kerja di Jakarta. MOJOK.CO
Ragam

Menyesal Kerja di Jogja dengan Gaji yang Nggak Sesuai UMP, Pilih ke Jakarta meski Kerjanya “Hectic”. Toh, Sama-sama Mahal

17 Desember 2025
Berantas topeng monyet. MOJOK.CO
Liputan

Nasib Monyet Ekor Panjang yang Terancam Punah tapi Tak Ada Payung Hukum yang Melindunginya

15 Desember 2025
Peringatan Hari Monyet Ekor Panjang Sedunia di Jogja. MOJOK.CO
Bidikan

Pilu di Balik Atraksi Topeng Monyet Ekor Panjang, Hari-hari Diburu, Disiksa, hingga Terancam Punah

15 Desember 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Kuliah di universitas terbaik di Vietnam dan lulus sebagai sarjana cumlaude (IPK 4), tapi tetap susah kerja dan merasa jadi investasi gagal orang tua MOJOK.CO

Kuliah di Universitas Terbaik Vietnam: Biaya 1 Semester Setara Kerja 1 Tahun, Jadi Sarjana Susah Kerja dan Investasi Gagal Orang Tua

15 Desember 2025
borobudur.MOJOK.CO

Borobudur Moon Hadirkan Indonesia Keroncong Festival 2025, Rayakan Serenade Nusantara di Candi Borobudur

15 Desember 2025
Elang Jawa terbang bebas di Gunung Gede Pangrango, tapi masih berada dalam ancaman MOJOK.CO

Elang Jawa Terbang Bebas di Gunung Gede Pangrango, Tapi Masih Berada dalam Ancaman

13 Desember 2025
Drama sepasang pekerja kabupaten (menikah sesama karyawan Indomaret): jarang ketemu karena beda shift, tak sempat bikin momongan MOJOK.CO

Menikah dengan Sesama Karyawan Indomaret: Tak Seperti Berumah Tangga Gara-gara Beda Shift Kerja, Ketemunya di Jalan Bukan di Ranjang

17 Desember 2025
Peringatan Hari Monyet Ekor Panjang Sedunia di Jogja. MOJOK.CO

Pilu di Balik Atraksi Topeng Monyet Ekor Panjang, Hari-hari Diburu, Disiksa, hingga Terancam Punah

15 Desember 2025
Gagal dan tertipu kerja di Jakarta Barat, malah hidup bahagia saat pulang ke desa meski ijazah S1 tak laku dan uang tak seberapa MOJOK.CO

Dipecat hingga Tertipu Kerja di Jakarta Barat, Dicap Gagal saat Pulang ke Desa tapi Malah bikin Ortu Bahagia

19 Desember 2025

Video Terbaru

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

18 Desember 2025
Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

17 Desember 2025
Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

14 Desember 2025

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.