Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Liputan Ragam

Orang Tak Tegaan Jadi Debt Collector: Tak Tagih Utang Malah Sedekah Uang, Tak Nikmati Gaji Malah Boncos 2 Kali

Muchamad Aly Reza oleh Muchamad Aly Reza
30 Desember 2025
A A
Orang tak enakan jadi debt collector: Bukannya nagih utang malah kasih uang, kerja bukannya nikmati gajian malah boncos kena potongan MOJOK.CO

Ilustrasi - Orang tak enakan jadi debt collector: Bukannya nagih utang malah kasih uang, kerja bukannya nikmati gajian malah boncos kena potongan. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Tawaran bekerja menjadi debt collector semula terbayang mudah. Cukup datangi debitur (si peminjang uang), pasang muka garang, lalu debitur akan membayar pinjamannya yang sudah jatuh tempo. Namun, bagi orang tidak tegaan, ternyata pekerjaan tersebut tidak semudah yang dibayangkan.

***

Jika di Jakarta umumnya debt collector diisi oleh orang-orang dari Medan dan Indonesia Timur, di Surabaya posisi itu kebanyakan diisi oleh orang-orang Madura.

Itu sebenarnya memudahkan Saif (29) bekerja setelah lulus pada 2022. Melalui senior kampusnya sesama orang Madura, ia ditawari bekerja sebagai debt collector di sebuah perusahaan pembiayaan multinasional.

Di hari-hari pertama bekerja, ia merasa beruntung bisa bekerja di perusahaan tersebut. Gajinya bisa di atas UMR Surabaya. Masih ada iming-iming bonus dan tunjangan jika sudah lebih dari setahun bekerja.

“Merasa enak di satu bulan pertama, itu masa training. Aku masih dipandu penuh oleh supervisorku, dan semua berjalan lancar,” ungkap Saif, Minggu (28/12/2025). Namun, dua bulan berikutnya, situasinya berbeda.

Cuma bisa kesal tapi tak bisa langsung pukul

Dalam candaan teman-teman sesama debt collector asal Madura, sama seperti orang Medan dan orang timur di Jakarta, orang Madura kerap ditarik menjadi debt collector karena dikenal tak punya takut. Apalagi kalau yang berfisik kekar, diasumsikan selalu siap dalam mode baku hantam.

Saif sendiri berfisik tinggi kekar. Hanya saja, kalau kata suprvisornya, ia dilarang keras menggunakan kontak fisik jika tidak dalam kondisi terdesak. Fisik dan tampang garang hanya digunakan untuk memberi kesan “intimidatif”, agar si debitur mau membayar pinjamannya.

Sehari-hari Saif harus menyisir gang-gang sempit di Surabaya. Menagih dari satu rumah ke rumah lain. Kadang juga ke pasar atau ke warung tempat si debitur jualan.

“Tapi pada dasarnya aku ini orang nggak tegaan. Alih-alih masang tampang garang, aku kalau ketemu para pengutang itu malah jadi sopan. Apalagi rata-rata yang kutemui kan bapak-bapak, ibu-ibu janda, bahkan simbah-simbah pun ada,” tutur Saif.

Di bulan keduanya bekerja, baru lah kerasa ternyata amat susah menjadi seorang debt collector. Ada saja alasan dari si pengutang untuk nunggak bayar kesekian kali. Saif hanya bisa menghela napas panjang. Hanya bisa membatin kesal.

“Ya gimana, mau garang lihat kondisi mereka aku kasihan. Anak masih kecil-kecil, tinggal di gang sempit dan kumuh, pekerjaannya nggak jelas,” kata Saif.

Orang tak tegaan jadi debt collector, tak jadi menagih utang malah dengarkan curhatan

Tubuh boleh kekar, tapi hati Saif bisa dibilang terlalu lembut sehingga gampang terenyuh. Ia berkali-kali meneteskan air mata tiap menagih hutang ke rumah debitur.

Tak jarang si debitur mempersilakan Saif masuk rumah, duduk, dan dibuatkan kopi. Saif luluh dengan perlakuan hangat semacam itu. Maka, Saif pun mencoba sehalus mungkin menagih utang pada si debitur.

Iklan

Masalahnya, karena suasana sudah terlanjur hangat, si debitur malah curhat panjang lebar perihal kondisinya, bahkan sampai menangis. Alhasil, Saif pun ikut terenyuh dan tak tega untuk lanjut menagih.

“Aku pernah di rumah ibu-ibu yang suaminya belum lama meninggal. Si ibu bingung mau cari uang ke mana lagi. Saudara nggak ada yang bantu. Sementara si ibu hanya ART panggilan. Ya gimana nggak ikut sedih,” ucap Saif.

Orang tak tegaan jadi debt collector, bukannya menagih utang malah ngasih uang

Saif paling lemah kalau sudah berhadapan dengan simbah-simbah. Sialnya, daftar debitur yang harus ia datangi ternyata kok ya banyak simbah-simbahnya.

“Aku ada debitur tukang becak. Katanya anak-anaknya sudah berkeluarga, jadi si kakek tukang becak ini harus cari uang sendiri buat hidup sama istri,” kata Saif.

Di titik itu, Saif kerap berpikir, seandainya ia ditakdirkan sekaya Raffi Ahmad. Mungkin, alih-alih menjadi debt collector, ia justru akan menjadi “pemburu orang miskin” untuk bagi-bagi “uang kaget”.

Sayangnya, ia bukan Raffi Ahmad. Lucunya, ada debitur simbah-simbah yang alih-alih menjanjikan akan membayar kapan, malah meminta pinjaman uang ke Saif. Bukan tambahan pinjaman ke perusahaan, tapi ke saku pribadi Saif.

Saif yang tak tega pun beberapa kali meloloskan beberapa lembar ratusan ribu untuk ia ulurkan ke simbah-simbah tersebut. “Sumpah nggak tega, alasannya buat makan. Karena sehari belum tentu bisa makan. Katanya sih begitu,” ujar Saif.

Lebih-lebih, Saif membayangkan, betapa menderitanya seseorang yang di usia lanjutnya masih harus bekerja demi menyambung hidup. Sementara anak-anak yang ia besarkan dengan jerih payah sudah sibuk masing-masing.

Kerja bukannya terima gaji, malah boncos dua kali

Di bulan kedua dan ketiga bekerja, Saif menyadari kalau pekerjaannya malah bikini keuanganya boncos. Bagaimana tidak. Pertama, ia kerap memberi sedekah secara cuma-cuma pada debitur. Kedua, ia kerap menalangi tunggakan debitur demi mencapai target tagihan. Boncos dua kali.

“Di perusahaanku sistemnya itu kan perbulan ada target berapa tagihan yang harus kudapat. Kalau nggak mencapai, maka gajiku dipotong buat nalangi tunggakan yang tersisa. Itu buat nutup target. Sebab, kalau nggak ada upaya nutup target, ya bisa kena SP,” beber Saif.

“Ada sih model begini: Kalau satu bulan nggak target, bisa dilempar ke bulan berikutnya. Tapi itu bikin pekerjaan makin banyak di bulan depannya. Tapi itu juga ada batasnya, kalau lewat batas ya tetep kena SP,” sambungnya.

Loh kok aneh sistemnya? Beberapa teman Saif yang mendengar ceritanya pun heran dengan sistem gajian di perusahaan tersebut. Meski di satu sisi mereka menggoblok-goblokkan Saif karena mengedepankan rasa tak tega saat bekerja. Sedangkan pekerjaannya—sebagai debt collector—seharusnya tidak melibatkan nurani dan empati.

“Orang utang ya harus bayar. Apalagi kalau sudah jatuh tempo. Hukumnya stop di situ. Kalau nggak tega gara-gara denger curhatan atau lihat kondisi debitur, ya tewas kamu,” begitu nasihat teman-teman Saif. “Belum lagi ada yang bersandiwara pura-pura melas biar dibelas kasihani.”

Sebab, nyatanya toh banyak teman kerja Saif yang selalu bisa menutup target tanpa harus boncos talangan. Kalau toh boncos talangan, biasanya hanya di satu bulan, lalu di bulan berikutnya bisa menutup target.

Pada akhirnya Saif hanya bertahan menjadi debt collector selama tiga bulan. Ia kemudian memutuskan keluar karena situasi serba tak enak yang harus ia hadapi. Ya tidak enak ketika berhadapan dengan empati sosialnya, tidak enak juga karena tak menikmati gaji utuh lantaran boncos untuk talangan.

Setelah itu ia memilih pekerjaan lain: Menjadi kurir antar paket sampai sekarang. Lebih simpel dan tidak melibatkan perasaan. Cukup antar paket sesuai alamat tujuan, selesai.

“Walaupun masih sering ya aku boncos gara-gara COD,” tutupnya dengan tawa getir.

Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi

BACA JUGA: Cerita Debt Collector yang Tobat dan Memilih Keluar Gara-gara Tak Tega Melihat Nasabah Kena Musibah tapi Dipaksa Membayar Angsuran atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan

 

 

 

 

 

Terakhir diperbarui pada 30 Desember 2025 oleh

Tags: debt collectordebt collector surabayagaji debt collectorMadura
Muchamad Aly Reza

Muchamad Aly Reza

Reporter Mojok.co

Artikel Terkait

Jembatan Suramadu penyambung Surabaya dan Madura berguna bagi mahasiswa UTM. MOJOK.CO
Kampus

Jembatan Suramadu Menyelamatkan Orang Surabaya yang Kuliah di UTM, meski Harus Bergelut dengan Kejahatan Setiap Saat

15 Agustus 2025
5 Amalan Baik Warung Madura ke Pembeli yang Membuat Penjualnya Layak Masuk Surga  Mojok.co
Pojokan

5 Amalan Baik Warung Madura ke Pembeli yang Membuat Penjualnya Layak Masuk Surga 

13 Agustus 2025
5 Barang Paling Murah yang Bisa Ditemukan di Warung Madura, Zaman Segini Masih Ada yang Dijual Seharga Rp500 Perak Mojok.co
Pojokan

5 Barang Paling Murah yang Bisa Ditemukan di Warung Madura, Zaman Segini Masih Ada yang Dijual Seharga Rp500 Perak

3 Juli 2025
Tinggalkan kuliah meski tinggal skripsi demi jadi penjaga Warung Madura di Surabaya MOJOK.CO
Ragam

Tinggalkan Skripsi demi Jadi Penjaga Warung Madura, Cuannya bikin Gelar Sarjana Terasa Tak Guna

5 Juni 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

elang jawa.MOJOK.CO

Melacak Gerak Sayap Predator Terlangka di Jawa Lewat Genggaman Ponsel

23 Desember 2025
Omong Kosong Pemuja Hujan Musuh Honda Beat dan Vario MOJOK.CO

Pemuja Hujan di Bulan Desember Penuh Omong Kosong, Mereka Musuh Utama Pengguna Beat dan Honda Vario

27 Desember 2025
Wisata Pantai Bama di Taman Nasional Baluran, Situbondo: Indah tapi waswas gangguan monyet MOJOK.CO

Pantai Bama Baluran Situbondo: Indah tapi Waswas Gangguan Monyet Nakal, Itu karena Ulah Wisatawan Sendiri

25 Desember 2025
38 Orang Napi di Lapas Wirogunan Jogja Terima Remisi Saat Natal. MOJOK.CO

Gereja Hati Kudus, Saksi Bisu 38 Orang Napi di Lapas Wirogunan Jogja Terima Remisi Saat Natal

26 Desember 2025
Didikan bapak penjual es teh antar anak jadi sarjana pertama keluarga dan jadi lulusan terbaik Ilmu Komunikasi UNY lewat beasiswa KIP Kuliah MOJOK.CO

Didikan Bapak Penjual Es Teh untuk Anak yang Kuliah di UNY, Jadi Lulusan dengan IPK Tertinggi

29 Desember 2025
Kisah Kelam Pasar Beringharjo Jogja yang Tak Banyak Orang Tahu MOJOK.CO

Kisah Kelam Pasar Beringharjo Jogja di Masa Lalu yang Tak Banyak Orang Tahu

24 Desember 2025

Video Terbaru

Toko Buku dan Cara Pelan-Pelan Orang Jatuh Cinta Lagi pada Bacaan

Toko Buku dan Cara Pelan-Pelan Orang Jatuh Cinta Lagi pada Bacaan

28 Desember 2025
Natal dan Harapan yang Tak Datang dari Keheningan

Natal dan Harapan yang Tak Datang dari Keheningan

25 Desember 2025
Petung Jawa dan Seni Berdamai dengan Hidup

Petung Jawa dan Seni Berdamai dengan Hidup

23 Desember 2025

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.