Surabaya dan mal memang tak bisa terpisahkan. Ada cukup banyak mal yang berdiri di banyak titik di Surabaya, dari yang kelas bawah hingga mal super mewah.
Namun, seiring waktu mal-mal kelas bawah di Surabaya agaknya sudah mulai tergerus zaman. Sebab, kini mal tidak hanya jadi tempat untuk mencari barang-barang kebutuhan, tapi juga untuk menunjang gaya hidup khususnya bagi anak-anak muda.
Itulah kenapa Maspion Square Surabaya makin ke sini makin sepi peminat, alias makin sekarat.
Mengulik dari berbagai sumber, Maspion Square Surabaya buka sejak 25 Januari 2003 di Jl. Ahmad Yani No.73, Margorejo, Kecamatan Wonocolo, Surabaya, Jawa Timur. Bagi masyarakat Margorejo dan sekitarnya, di tahun tersebut mal ini tentu sudah terbilang mewah meski hanya memiliki dua lantai saja.
Lebih-lebih saat itu di sisi jalan yang lain Jl. Ahmad Yani belum buka Royal Plaza Surabaya (baru buka 7 Oktober 2006) yang saat ini menjadi andalan bagi orang-orang di Surabaya Selatan.
Sehingga tenant-tenant yang tersedia di Maspion Square Surabaya pada waktu itu, mulai dari fashion, gadget dan alat elektronik, otomotif, hingga kuliner sudah terbilang sangat lengkap untuk orang-orang Margorejo dan sekitarnya. Jelas masih lebih merakyat ketimbang Tunjungan Plaza yang sudah buka jauh lebih dulu.
Namun, meski saat ini terbilang sekarat, Maspion Square Surabaya seolah masih belum menunjukkan tanda-tanda akan tutup. Maspion Square Surabaya masih terus bergeliat, meski hanya hitungan jari saja orang yang berkunjung ke sana.
Maspion Square Surabaya masih dilirik anak muda
Diyah (24), mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya (UINSA), mengaku baru belakangan sering ke Maspion Square Surabaya bersama geng kelasnya. Sementara sejak awal kuliah 2018 lalu, mal tersebut tentu sama sekali tak menarik di matanya.
Dari bangunan luarnya saja tak sememikat—atau bahkan semegah—Royal Plaza Surabaya yang berada di seberang jalan tak jauh dari lokasi Maspion Square. Padahal kelasnya sama-sama mal kelas menengah bawah.
“Baru sering ke sana mulai 2023-an sih sampai sekarang. Cuma buat nonton kalau ke Maspion,” ungkap Diyah saat membalas pesan WA saya pada Selasa, (19/3/2024) di jam-jam sahur.
“Kalau mau cari fashion atau kulineran ya mending ke Royal,” sambungnya.
Maspion Square Surabaya sendiri baru membuka bioskop pada 13 Februari 2020, yakni bioskop CGV. Pembukaan yang cukup sial karena setelahnya harus tutup total menyusul pandemi Covid-19.
Namun, saat aturan pembatasan mulai melonggar, bioskop CGV di mal tersebut perlahan-lahan mulai menarik pengunjung Maspion Square Surabaya, khususnya dari kalangan mahasiswa UINSA yang notabene dari kalangan menengah bawah.
“Karena CGV kan jadinya murah. Maka kalau urusan nonton ya di Maspion,” ucap Diyah. Selain itu, jarak Maspion Square dengan kosnya pun tak jauh. Jadi kalau mau nonton nggak harus berjibaku dengan kemacetan Jl. Ahmad Yani.
Sebenarnya untuk hal-hal lain misalnya fashion dan kuliner, di Maspion Square Surabaya pun ada, dengan harga yang sedikit di bawah Royal Plaza Surabaya. Akan tetapi, kalau meminjam penuturan Diyah, fashionnya tak fashionable, kulinernya tak bikin ngiler.
Masih jadi andalan emak-emak
Sementara kalau pengakuan dari Nimas (28), Maspion Square Surabaya masih menjadi andalan bagi emak-emak, terutama jika mencari alat-alat elektronik seperti tv, kulkas, rice cooker, kipas angin, dan sejenisnya.
“Ya apalagi alasannya kalau bukan karena harganya yang miring,” ujar Nimas.
Nimas sendiri sudah tak terhitung berapa kali menemani ibunya belanja kebutuhan-kebutuhan semacam itu di Maspion Square Surabaya. Selain keperluan elektronik juga kadang kala membeli baju-baju yang memang masih memikat selera ibu-ibu.
Di mata Nimas, Maspion Square jelas tak ada menarik-menariknya. Jangan dibandingkan lah dengan Royal Plaza. Bahkan setiap kali masuk ke Maspion Square, Nimas yang asli Surabaya saja sering kali membantin, “Kok masih ada ya mal sekureng ini di kota sebesar Surabaya?”.
“Ibu milih ke Maspion juga biar nggak pusing. Karena Maspion kan nggak luas, cuma dua lantai juga,” ujar Nimas. Gambaran mal yang bagi Nimas sangat tidak merepresentasikan sebuah mal sama sekali.
“Malah lebih bagus Superindo Margorejo kok,” imbuhnya, tentu secara satire dan hiperbolis untuk menggambarkan betapa kurengnya Maspion Square. Yang jelas, maksud Nimas adalah, untuk ukuran mal (di Surabaya lagi), Maspion Square Surabaya memang nggak mal banget.
Baca halaman selanjutnya…