Untuk nongkrong atau mengerjakan tugas di coffee shop, sebagian mahasiswa Jogja bisa mengeluarkan uang hampir sejuta per bulan. Nominal untuk ngopi bahkan lebih dari biaya kos.
Urusan pengeluaran bulanan mahasiswa, sebenarnya beberapa waktu sempat ramai riset dari Pusat Studi Ekonomi Keuangan dan Industri Digital (PSEKUIN) UPN Veteran Yogyakarta. Survei terbaru dari lembaga tersebut menunjukkan rata-rata biaya hidup mahasiswa Jogja 2024 mencapai Rp2,96 juta per bulan.
“Survei dari 2.000 mahasiswa terhadap 126 perguruan tinggi yang ada di DIY kurang lebih Rp2,9 juta per bulan,” ucap Ketua PSEKUIN UPN Veteran Jogja pada Kamis (8/8/2024) lalu.
Gaya hidup jadi salah satu pendongkrak pengeluaran bulanan mahasiswa Jogja. Sebelumnya, Mojok sempat wawancara dengan beberapa mahasiswa Jogja tentang pengeluaran bulanan mereka. Spesifiknya, untuk ngopi yang ternyata cukup besar.
Salah satunya Fauzan (24), mahasiswa semester akhir di sebuah PTS di Jogja ini mengaku ke coffee shop tiga sampai lima kali dalam sepekan. Ia sudah bekerja sampingan sehingga mengaku perlu tempat nyaman untuk bekerja di depan laptop.
“Jadi aku ke coffee shop seringnya memang buka laptop. Jarang banget yang cuma nongkrong,” katanya.
Sekali ke coffee shop, ia mengaku rata-rata menghabiskan Rp60-80 ribu. Kadang nominal itu sudah termasuk membeli camilan atau makan di tempat tersebut.
Namun jika ada hari ia ke coffee shop, namun ingin mengisi perut di luar, maka pengeluarannya untuk makan ia batasi. Hanya Rp15-25 ribu untuk sekali atau dua kali makan. Ada subtitusi yang ia lakukan agar perputaran kas tetap aman. Kalau sedang tidak ke coffee shop jumlah pengeluaran itu bisa dua kali lipat.
Pengeluaran mahasiswa Jogja ke coffee shop bisa lebih dari Rp1 juta per bulan
Senada, Wildan (19) juga mengaku menjadikan coffee shop sebagai andalan untuk melakukan beragam aktivitas. Mulai dari berkumpul dengan teman sampai mengerjakan tugas. Seperti Fauzan, Wildan juga mengaku tipikal orang yang sulit mengerjakan tugas di kamarnya.
Mahasiswa UNY ini mengaku bisa 7-10 kali ke kafe dalam sepekan jika beban tugas kuliah sedang banyak. Setiap kunjungan, ia biasanya menghabiskan Rp15-25 ribu. Ia membatasi hanya untuk membeli minuman saja.
Selain mereka berdua, ada Daus (25), alumnus salah satu PTN di Jogja yang mengaku dulu cukup sering nongkrong di coffee shop. Ia mengaku setidaknya membeli satu sampai dua cup kopi per harinya saat akhir masa kuliah.
Setidaknya ada tiga fungsi kopi baginya, pertama untuk sekadar pemenuhan kebutuhan konsumsi, kedua sebagai pendamping mengerjakan tugas kuliah dan skripsi, dan terakhir untuk menemani nongkrong bersama teman.
“Kalau dihitung-hitung aku beli kopi ya setiap hari. Rata-rata 3-4 kali dalam seminggu ke coffee shop dan sisanya beli di Point Coffee Indomaret atau Bean Spot Alfamart,” katanya.
Mahasiswa semester akhir di salah satu perguruan tinggi negeri di Jogja ini mengaku, sekali nongkrong di coffeshop habis Rp30-50 ribu. Sedangkan jika beli di Indomaret dan Alfamart, biasanya habis Rp20-30 ribu.
“Ambil aja sehari keluar Rp30 ribu. Seminggu habis Rp210 ribu. Lumayan juga ternyata,” begitu ujarnya. Artinya, dalam sebulan ia bisa mengeluarkan dana hampir Rp800 ribu untuk kebutuhan ngopinya saat masih menjadi mahasiswa Jogja.
Perputaran uang dunia kopi Jogja
Pada 2022 lalu, Komunitas Kopi Nusantara mencatat, sebelum pandemi jumlah kedai kopi di Jogja mencapai lebih dari 1.700 kedai kopi. Selama pandemi, jumlahnya justru meningkat hingga 3.000 lebih kedai dan warung kopi.
Tak main-main, perputaran uang dalam bisnis perkopian di Yogyakarta bisa mencapai lebih dari Rp360 Miliar per tahun. Daus dan para mahasiswa Jogja yang gemar nongkrong itu adalah penyumbang kecil dari perputaran uang di dunia perkopian Jogja.
Penulis: Hammam Izzuddin
Editor: Aly Reza
Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News