#4 Mahasiswa kumpul kebo
Mojok juga pernah mewawancarai seorang mahasiswa Malang yang mengaku menjalani praktik kumpul kebo. Namanya Jose* (26), pemuda asal Jakarta yang memilih menetap di Malang untuk bekerja.
Saat kuliah di tahun 2017, Jose ngekos di sebuah “paviliun hidden gem” yang bisa disewa oleh sepasang muda-mudi. Kebanyakan yang menyewa belum berstatus “halal”.
“Semester 4-an, aku ngajak cewekku untuk tinggal bareng. Sebenarnya harga paviliunnya juga lumayan untuk ukuran mahasiswa. Karena Rp1 jutaan,” kata Jose.
Selama kohabitasi di Malang sejak masa mahasiswa, Jose tak menampik kalau dia dan pasangannya hidup layaknya pasangan suami istri sah. Tapi bukan berarti keduanya siap untuk menikah.
Jose mengaku, sejak lulus kuliah dan bekerja, pacarnya beberapa kali menanyakan: Kapan mereka benar-benar akan menikah? Tapi jawaban Jose selalu begini: Kenapa harus ada ikatan pernikahan? Bukannya begini saja cukup? Cerita Jose lebih lanjut bisa dibaca di sini.
#5 Kota Malang rawan mengalami bencana alam
Sudah menjadi konsekuensi jika Kota Malang rawan mengalami bencana alam, karena letak geografisnya yang dikelilingi gunung berapi aktif. Terjadinya perubahan iklim juga turut membuat Kota Malang rentan mengalami banjir, tanah longsor, hingga angin kencang.
Terutama saat hujan lebat mengguyur kawasan Malang Raya. Misalnya, pada Rabu (25/7/2024) lalu.
Melansiri dari Antara Jatim, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Malang, Prayitno melaporkan setidaknya ada 8 titik banjir di Kota Malang saat itu. Ketinggian air mencapai sekitar 20 hingga 135 sentimeter. Mengakibatkan sekitar 245 rumah terendam.
Jadi, masih mau slow living di Kota Malang?
Penulis: Aisyah Amira Wakang
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: Malang di Persimpangan: Ketika Kos LV dan Kumpul Kebo Menguji Identitas Kota Pendidikan atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.












