Dari sudut pandang orang yang pernah lama di Surabaya, kos di Jogja cuma mahal doang, sementara kondisinya memprihatinkan. Uang Rp500 ribu di Jogja hanya dapat kos yang ala kadarnya. Padahal kalau di Surabaya, dengan harga yang sama sudah dapat kos yang sangat nyaman.
***
Setelah satu bulan di Jogja, saya baru tahu kalau ternyata ada beberapa teman pesantren di Lasem dulu yang masih stay di Jogja. Salah satunya Haqqy (22), adek kelas saya di MA dulu yang kini menjadi mahasiswa S1 UIN Sunan Kalijaga.
Untuk menyambung ikatan pertemanan, saya pun main ke kosnya di Nologaten pada Jumat, (1/3/2024) siang. Ternyata tak jauh dari kos teman saya yang lain, Puji (24), teman saat kuliah di Surabaya.
Saya menelan ludah ketika mengetahui kos tempat Haqqy tinggal.
“Ini harganya Rp500 ribu?” tanya saya tak percaya. Haqqy meresponnya dengan tersenyum kecut.
Kos mahal cuma menang kamar mandi dalam
Kamar kos seharga Rp500 ribu yang Haqqy tempati begitu sempit, hanya muat satu orang. Agar terasa lebih luas, Haqqy harus memiringkan kasur di kamarnya.
Di sebelah tempat tidurnya yang sangat sempit itu terdapat kamar mandi yang juga tak kalah sempit.
“Kalau mau ditulis, kalau bisa jangan difoto sih, Mas, aku was-was,” katanya. Tentu saya menyetujui
Sejak masa kuliah, saya memang tak terlalu peduli dengan kos dengan tawaran kamar mandi dalam.
Kalau menurut saya pribadi, tak ada nilai lebih dari kos dengan kamar mandi dalam selain hanya bisa keluar masuk kamar mandi tanpa antre untuk bergantian. Bagi saya, itu pun tidak ada lebih-lebihnya. Biasa saja.
Malah dengan adanya kamar mandi dalam untuk kos yang ala kadarnya seperti kos Haqqy, kondisi di dalam kamar justru terasa lembab dan cenderung becek.
“Aku di Jogja awalnya mondok, Mas. Semester 3 mulai mgekos,” tutur Haqqy.
Alasan kenapa Haqqy memilih mondok di awal kuliah karena ia belum punya banyak kenalan. Sehingga, pikirnya, yang penting dapat tempat tinggal dulu.
Setelah kemudian sudah cukup beradaptasi di Jogja, pada semester 3 ia memilih untuk ngekos.
“Cari yang di bawah Rp500 ribu di deket-deket kampus nggak ada. Adanya Rp600-an ke atas,” ungkapnya.
Maka saat menemukan kos dengan harga Rp500 ribu, baginya itu sudah sedikit lebih murah jika dibanding Rp600 ribuan ke atas. Maka dengan berat hati ia pun memilih kos di daerah Nologaten tersebut.
WiFi harus bayar sendiri
Haqqy pun saat pertama kali melihat kondisi kosnya sempat setengah tak percaya. Maksudnya, Rp500 ribu dapat kos yang kayak gini (ala kadarnya)?
Yang lebih mengejutkannya lagi, Rp500 ribu itu masih belum include WiFi. Ia masih harus membayar iuran WiFi sebesar Rp50 ribu.
“Sampean kok dari tadi sangat kaget. Memang di Surabaya kosnya harganya berapaan?,” tanya Haqqy. Nanti saya jelaskan.
Hanya memang, kos yang Haqqy tinggali cenderung lhos-lhosan alias bebas. Katanya, mau bawa cewek pun ibu kos tak terlalu peduli.
Selain itu, teman juga bisa keluar masuk secara leluasa. Meskipun Haqqy sedang tak ada di kosan.
“Kalau aku pulang ke Rembang, temen-temen biasanya ada yang ujug-ujug tidur sini. Kuncinya kutinggal,” jelasnya.
Bagian ini cukup menguntungkan saya. Jadi saya bisa sewaktu-waktu ke kos Haqqy untuk nitip motor kalau saya sedang hendak pulang ke Rembang (naik bus).
Kos Jogja tak sebaik kos Surabaya
Jauh sebelum bertemu Haqqy, saya sudah lebih dulu numpang selama hampir seminggu di kosan Puji pada akhir Januari 2024 lalu, di seminggu pertama kepindahan saya ke Jogja.
“Kamu tahu harganya berapa? Rp650 ribu,” ujar Puji yang saat itu membuat saya juga kaget.
Pasalnya, kamar kos yang Puji tempati tersebut tak seluas kamar kos yang ia tempati saat di Surabaya. Tepatnya di belakang Bakso Om Aris. Sedangkan di Surabaya hargaya Rp500 ribu.
Dengan harga segitu, kos Puji di Surabaya sudah bisa menampung hingga tiga orang. Ada space cukup luas pula untuk menaruh buku-buku koleksi Puji yang luar biasa banyak. Sehingga, tiga orang bisa masuk tanpa berdesak-desakan.
Sementara di kosnya yang sekarang (di Jogja), cuma buat tidur dengan saya saja rasanya sudah penuh sesak.
“Di Surabaya dulu sudah include kipas. Ini (kos Jogja) nggak ada, aku bawa sendiri,” tuturnya.
Sebagai pembanding lagi adalah kos lama saya di Surabaya, di Gang Diwitayah, Wonocolo.
Sejak bekerja dan memiliki cukup uang, saya coba-coba sewa kos di harga Rp500 ribu selama setahun dari 2021 akhir sampai 2022 akhir, setelah selama 3,5 tahun kuliah sewa kos ala kadarnya di harga Rp200 ribu.
Tak jauh berbeda dengan puji, kos saya yang Rp500 ribu tersebut bisa saya bilang tak seada-adanya seperti kos Haqqy yang cuma cukup buat tidur sau orang.
Kos saya cukup untuk tiga orang. Include WiFi, kipas angin, kasur dan bantal. Hanya memang bukan kamar mandi dalam. Tapi itu bukan masalah berarti bagi saya.
Yang menyenangkan lagi dari kos saya tersebut adalah, setiap dua hari sekali ada ART dari ibu kos yang bersih-bersih: nyapu, ngepel, buang sampah. Sehingga suasana kos selalu bersih dan wangi.
Kalau ada yang menyebalkan, mungkin memang parkirnya yang agak berdesak-desakan.
Namun, bagi saya, uang Rp500 ribu sudah dapat fasilitas seperti itu sudah sangat-sangat mewah. Coba saja bandingkan dengan kos Haqqy tadi.
Setelah setahun, per Januari 2023 saya kemudian sewa kos agak murah lagi di Jl. Pabrik Kulit, masih di Wonocolo. Di dalam gan sempit belakang Kopi Topi (Koptop).
Harganya lebih murah, yakni Rp400 ribu. Tapi soal fasilitas, justru ngalah-ngalahi kos saya yang Rp500 ribu sebelumnya.
Harga Rp400 ribu sudah dapat kamar luas (+kasur, bantal, guling), WiFi lancar, dapur bersama untuk anak kos, dan parkir lebih luas. Hanya memang kamar mandinya luar, lalu kipasnya tidak include. Tapi bagi saya itu sudah cukup.
Sebab, tidurnya pun pakai ranjang. Masing-masing kamar berisi dua ranjang. Kalau saja ranjangnya dikeluarkan, mungkin cukup untuk tidur empat orang.
Baca halaman selanjutnya…
Kos murah Jogja kondisinya parah banget