Buahnya nggak terlalu laku, tapi banyak khasiat
Jayanti, warga di Desa Klepu yang memiliki pohon kepel di lahan rumahnya mengatakan, tidak pernah menjual buah tersebut meski rasanya manis. Sebagian warga, kata dia, menilai jika tanaman itu kurang menarik dari segi ekonomi, karena daging buahnya tipis dan sebagian besar isinya adalah biji.
“Nggak laku Mbak, kalau dijual di sini atau di pasar-pasar. Bijinya besar-besar,” kata dia.

Namun, kapel sangat bermanfaat untuk pengobatan tradisional. Selain bagus untuk produk kecantikan, kapel juga digunakan sebagai obat kontrasepsi. Sebuah penelitian berjudul “Anti-implantation Activity of Kepel (Stelechocarpus burahol) Pulp Ethanol Extract in Female Mice” membuktikan bahwa buah kepel dapat menyebabkan kematian janin secara signifikan dibandingkan dengan kontrol.
Merujuk pada laman resmi Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta, daging buah kepel punya khasiat memperlancar buang air kecil sehingga mencegah inflamasi ginjal. Selain itu, daunnya bisa dimanfaatkan untuk mengurangi asam urat dan menurunkan kadar kolesterol.
“Fakta lainnya adalah akar, biji, dan buahnya mengandung saponin, flavonoida, dan polifenol yang sangat bermanfaat bagi tubuh,” ucap Duta Museum DIY untuk Museum Biologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Adi Guzali dikutip Senin (3/2/2025).
“Saat ini buah kepel dikenal sebagai obat herbal untuk membersihkan darah, serta menguatkan liver, paru-paru hingga ginjal,” lanjutnya.
Ditanam Kraton Jogja untuk menghadapi krisis air

Baru-baru ini, pohon kepel dibudidayakan kembali oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X. Bersama tamu undangannya, yakni para perwakilan Pengurus Pusat Organisasi Pemuda Lintas Agama, Sultan HB X mengadakan acara menanam 100 pohon langka guna mengatasi krisis air di Jogja.
Dari 100 pohon tersebut, ada tiga jenis tumbuhan yang ditanam yakni pohon Pronojiwo, Sawo Kecil, dan Kepel. Pohon-pohon itu ditanam di Nawang Jagad, Kaliurang, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada Senin (20/1/2025).
Ketiga pohon tersebut sebagai simbol kesuburan dan warisan budaya. Pohon Pronojiwo mempunyai filosofis sebagai pelindung jiwa, keteguhan, ketahanan, kehidupan, harapan, dan harmoni. Sedangkan pohon sawo kecil memiliki makna filosofis yakni kesucian dan kebijaksanaan. Juga sebagai simbol kerajaan dan kehormatan.
Dengan adanya penanaman pohon langka tersebut, Sultan HB X berharap akan muncul mata air baru di sekitaran lereng Gunung Merapi. Ia juga mengingatkan, masyarakat, khususnya di DIY tidak merusak alam.
“Alam jangan dirusak, tapi bagaimana kita bisa menjaga. Karena ini bentuk pelestarian yang bisa dimanfaakan anak cucu kita sendiri,” ucapnya.
Penulis: Aisyah Amira Wakang
Editor: Ahmad Effendi
BACA JUGA: Ironi Jogja, Kota Gudeg yang Kekurangan Bahan Baku Gudeg atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.












