Baru ketika kuliah pada 2017, saya tahu rasanya main di kebun binatang. Waktu itu, Pakde saya—yang kebetulan kerja di Surabaya—menemui saya dan mengajak saya wisata ke Kebun Binatang Surabaya (KBS).
Bagi anak-anak pelosok nun di Pantura seperti saya, kebun binatang menjadi sesuatu yang tak tersentuh. Sesuatu yang hanya bisa dilihat di layar televisi.
Maka, ketika pertama kali melihat beragam jenis binatang di Kebun Binatang Surabaya, rasanya puas sekali. Seperti ada angan-angan masa kecil yang terbayar tuntas.
Kebun Binatang Surabaya (KBS) wisata buat “orang kabupaten”?
Istilah “orang kabupaten” merujuk orang-orang dari kabupaten kecil seperti saya, yang daerahnya jauh dari sederet gemerlap dan kemewahan.
Sebutan tersebut Iffah (26) dengar dari seorang teman kuliahnya, saat suatu kali melintasi Kebun Binatang Surabaya. Hari itu, situasi di sekitar Kebun Binatang Surabaya macet parah karena sedang banyak pengunjung.
“Padahal isinya cuma binatang-binatang. Tapi itu sudah jadi hiburan bagi warga kabupaten,” begitu celetuk teman Iffah. Iffah agak tersinggung. Tapi saat itu dia memilih tidak berkomentar.
“Orang daerah seperti saya dan mungkin para pengunjung di KBS nggak punya kemewahan bisa wisata keluarga misalnya ke Bali atau ke tempat-tempat mewah lain. KBS mungkin biasa saja, tapi bagi orang-orang kabupaten, bisa ke sana sudah luar biasa. Apalagi murah juga,” ungkap Iffah berbagi cerita, Selasa (11/3/2025) WIB.
Iffah asal Jombang—berjarak 2 jam dari Surabaya. Kata Iffah, orang-orang desanya masih menganggap Kebun Binatang Surabaya sebagai opsi liburan keluarga yang mewah. Bahkan di keluarganya sendiri.
“Di Jombang nggak ada gajah, buaya, macan, cendrawsih, orangutan. Melihat apa yang tidak pernah mereka lihat sebelumnya itu di KBS tentu jadi antusiasme tersendiri. Orang kabupaten hanya butuh hal-hal yang bagi orang kota remeh itu untuk merasa senang,” ujar Iffah.
Kebun Binatang Surabaya (KBS) kemewahan bagi orang pinggiran
Dipta (27) cukup beruntung karena lahir di tengah keluarga berkecukupan. Baginya yang asli Surabaya—sekaligus berkecukupan sejak kecil—KBS adalah “wisata lawas/kuno”.
Kebun Binatang Surabaya sudah ada sejak 1916. Seingat Dipta, dia dan keluarganya hanya dua kali liburan di sana. Pertama kali saat dia masih SD. Keduanya saat dia SMP. Setelahnya tidak pernah.
Dalam kamus keluarga Dipta, liburan keluarga harus ke luar kota yang jauh sekalian. Nginep berhari-hari. Kalau toh di Surabaya sendiri, pilihan kumpul keluarganya lebih sering di mall.
“Tapi aku akhirnya sadar, tidak semua orang Surabaya punya kemewahan liburan keluar kota berhari-hari atau sering-sering ke mall,” ungkap Dipta, Rabu (12/3/2025).
Merayakan hal-hal sederhana
Kesadaran itu Dipta dapat ketika mengikuti program pendampingan literasi oleh kampusnya pada 2019 silam. Waktu itu, dia mendampingi sebuah sekolah di Surabaya uatara: Bulak Banteng. Sebuah sekolah di tengah perkampungan padat nan kumuh.
“Jadi ketika masa pendampingan selesai, aku dan tim ngajak anak-anak sekolah situ buat keliling Surabaya. Opsinya ke museum-museum dan KBS. Ternyata antusias banget,” kata Dipta.
Bahkan orangtua mereka pun turut antusias. Padahal orangtua tidak ikut. Apalagi liburannya kan masih di Surabaya sendiri.
“Ketika di lokasi pun, anak-anak terlihat seneng banget. Di situlah aku sadar, aku boleh bosen dengan KBS. Tapi orang-orang pinggiran Surabaya, KBS adalah kemewahan,” tutur Dipta.
“Dulu aku juga memandang aneh orang-orang yang ngajak keluarga main di taman kota. Kok bisa ada sekelompok keluarga liburan di Taman Bungkul misalnya. Yang gitu-gitu aja. Lalu aku sadar, keterbatasan ekonomi membuat mereka bisa merayakan hal-hal sederhana. Main di taman kota sudah terasa istimewa,” imbuhnya.
Kini wisata semua kalangan
Kini Dipta malah kagum dengan Kebun Binatang Surabaya. Kota Pahlawan boleh makin gemerlap. Mall-mall besar di mana-mana. Tapi semua kemewahan itu tidak lantas menggerus eksistensi KBS.
Kebun Binatang Surabaya nyatanya terus berbenah. Tak mau kalah dari langkah zaman.
Paling baru, di penghujung 2024 lalu secara resmi Kebun Binatang Surabaya terhubung dengan Tunnel Joyoboyo. Yakni terowongan penghubung antara Terminal Intermoda Joyoboyo (TIJ) dengan KBS.
Tunnel Joyoboyo menjadi daya tarik baru. Di dalamnya ada video mapping seputar dunia satwa. Suasananya pun Instagramable.
View this post on Instagram
Belum lagi di KBS sendiri. Ada sejumlah wahana baru seperti Glow Interactive Zoo (GIZ) yang menghadirkan instalasi seni berupa pencahayaan dan video mapping. Selain itu, ada Kids Zoo. Di sana, anak-anak dapat bermain lebih leluasa dengan para satwa KBS.
Tiket masuk ke KBS kini lebih beragam. Rp15.000 untuk KBS saja. Lalu ada tiket bundling: tiket bundling GIZ dengan Kids Zoo seharga Rp35.000, bundling Aquarium dengan Kids Zoo seharga Rp45.000, atau tiket masuk KBS dengan Kids Zoo yang cukup membayar Rp20.000.
“Gara-gara ada tunnel itu, adikku yang selama ini nggak pernah minat sama KBS, tiba-tiba pengin ke sana,” ungkap Dipta.
Dipta dan adiknya memang ke KBS pada Januari 2025, mencoba lewat dari Tunnel Joyoboyo. Dari pengamatannya, pengunjung makin beragam. Tidak hanya didominasi “orang-orang kabupaten”. Kini, semua kalangan menikmati nuansa baru Kebun Binatang Surabaya.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi
BACA JUGA: Wisata Kota Lama Surabaya Kelewat Diromantisasi, Bisa Berakhir kayak Jalan Tunjungan yang Makin Nggak Menarik atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan