Kejadian yang hampir mirip dengan di Sukolilo baru-baru ini juga pernah terjadi di Kampung Muharto. Ahmad lupa tepatnya. Yang jelas, kala itu ada orang yang mengaku kehilangan motor datang ke permukiman itu.
Benar saja, ia menjumpai motornya di sana. “Tapi nggak sampai bakar-bakaran atau dibunuh kayak di Sukolilo kemarin. Seingatku yang punya motor suruh nebus berapa juta gitu.”
Warga Malang paham, Muharto tak dikuasai orang Malang
Meskipun menurut Ahmad Kampung Muharto telah mencoreng nama baik Kota Malang, tapi ia menyebut kalau “penguasa” kampung tersebut sebenarnya bukan orang asli sana.
“Orang Malang itu udah paham, yang pegang kampung itu siapa. Orang dari mana. Yang jelas bukan orang asli Malang kok,” jelas Ahmad.
Brian Prastya Sudrajat dalam penelitiannya menyebut bahwa sebelum menjadi permukiman, Kampung Muharto dulunya adalah kompleks pemakaman Cina. Awalnya cuma ada beberapa rumah di sana.
Kemudian, seiring dengan berjalannya waktu, masa kontrak pendirian makam Cina di daerah tersebut berakhir. Sehingga, banyak pendatang baru yang menetap di situ. Mulai dari orang Surabaya, Madura, Batak, hingga daerah lainnya.
Dalam penelitian berjudul “Peresepsi Masyarakat di Kampung Muharto Terhadap Stigma Sebagai District Blacklist Zone (Daerah Daftar Hitam) di Kota Malang” (2023) itu juga, Brian membahas aspek lain dari permukiman ini.
Dalam temuannya, ia menjelaskan sebenarnya warga Kampung Muharto sudah melakukan banyak upaya untuk berbenah. Terutama dalam hal menyingkirkan label sebagai “kampung preman”.
Sayangnya, karena stigma itu telah melekat, upaya warganya mengalami hambatan. Ditambah lagi, masih ada okum warganya yang masih kerap melakukan kejahatan, sehingga mempertebal stigma itu.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA Saya Tinggal di Babarsari, Ngekos Bareng Debt Collector, dan Saya Takut Sekaligus Merasa Terlindungi
Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News