Kampung Muharto Malang sejak lama memang dikenal sebagai “kampung preman”. Bahkan, ia dikategorikan sebagai “zona merah” yang di-blacklist sejumlah perusahaan leasing saking banyaknya kredit motor macet di sana. Kendati mulai berbenah, stigma negatif itu sulit buat dihilangkan.
Belum lama ini, nama Kampung Muharto tiba-tiba mencuat sejak viralnya kasus pengeroyokan di Sukolilo, Pati, yang menewaskan bos rental mobil asal Jakarta. Banyak yang menyebut, kampung yang terletak di Kecamatan Kedungkandang, Malang tersebut sama ngerinya dengan daerah Sukolilo.
Dari sejumlah cuitan yang beredar, tak sedikit yang bilang kalau permukiman yang belakangan jadi kampung warna-warni ini adalah sarangnya preman. Banyak kejahatan terjadi di sana. Bahkan, konon, masyarakat yang tercatat sebagai warga Muharto tak bisa mengajukan kredit karena kampungnya sudah di-blacklist.
malang ada satu daerah yg katanya warga disitu terkenal maling dan kriminal, lalu satu daerah itu diblacklist ga ada yg bisa ngajuin pinjaman atau credit.
— Yash (@BrawlYash) June 8, 2024
Saya pun mencoba mengonfirmasi klaim ini ke sejumlah narasumber. Baik itu orang asli Malang, maupun masyarakat pendatang yang lama tinggal di kota apel tersebut.
Ahmad (23), misalnya, menyebut kalau stigma negatif tadi sudah jadi rahasia umum bagi masyarakat asli di sana. Mahasiswa asal Malang yang kuliah S2 di Jogja ini mengaku, stigma itu terbentuk lantaran sejarah Kampung Muharto yang memang dulunya adalah sarang para gali.
“Yang belum banyak orang tahu mungkin, Kampung Muharto ‘kan dulunya makam Cina. Kemudian orang-orang pendatang dari Batak, Madura, dan sekitarnya datang bikin permukiman sampai terbentuk sebuah kampung,” jelas Ahmad saat dihubungi Mojok, Minggu (9/6/2024).
“Iya, memang seram. Warga asli Malang kayak saya paham hal itu. Sekarang sudah lebih baik, tapi kan yang namanya stigma jelek nggak serta merta bisa hilang begitu saja,” imbuhnya.
Di-blacklist sejumlah leasing saking banyaknya kredit motor yang macet
Ahmad boleh jadi paham soal seluk beluk Kampung Muharto. Sebab, ia memang lahir dan besar di Malang. Apalagi rumahnya tak jauh dari perkampungan tersebut.
Namun, bagi warga pendatang, mereka tak sepenuhnya memahami perkampungan ini. Meiyin (24), misalnya, yang meski enam tahun kuliah kedokteran di UB Malang, dia cuma pernah mendengar Kampung Muharto sepintas saja. Ia belum pernah datang langsung ke tempat ini, meski kerap mendengar cerita-cerita miring soal warganya.
Begitu juga Tamara*, dosen UM Malang yang sudah beberapa tahun tinggal di kota ini. Secara langsung, Tamara memang belum pernah menyaksikan “kejadian buruk” di Kampung Muharto. Ia hanya mendengar selentingan negatif soal permukiman itu dari cerita teman-temannya.
“Dulu pernah mau ke optik daerah sana, sama teman langsung diperingatin ‘jangan sendirian, nggak usah bawa mobil, ojo dandan ayu-ayu’,” kenang Tamara, menceritakan pengalamannya kepada Mojok, Senin (10/6/2024).
Sementara hal lebih ekstrem disampaikan Wahyu (31). Tiga tahun bekerja sebagai Credit Marketing Officer di perusahaan leasing Kota Malang, dia tahu betul kalau Kampung Muharto adalah daerah yang di-blacklist dari pengajuan kredit motor.
“Kami nyebutnya ‘red area’ yang artinya daerah yang kudu dihindari, Mas,” jelas Wahyu. “Pengajuan kreditnya pasti ditolak karena kemungkinan kredit macet tinggi banget. Itu based on catatan data bertahun-tahun sebelumnya.”
Untuk kasus red area, Wahyu menyebut hal itu sudah biasa di dunia per-leasing-an. Tak cuma Muharto, tapi daerah lain juga ada yang masuk daftar hitam tersebut. Menurut Wahyu, kebetulan saja di Malang ada Muharto, yang masyarakatnya punya catatan banyak kredit motor macet .
“Ya. Kalau ngajuin kredit pakai KK Muharto auto kami tolak. Tapi itu konteksnya 2016, ya. Sekarang belum tahu lagi.”
Baca halaman selanjutnya…
Kena stigma buruk, muda-mudi Kampung Muharto kesulitan dapat kerja di Malang