Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya tengah mencanangkan memiliki transportasi air seperti di Belanda. Mengingat, Surabaya memang memiliki beberapa aliran sungai. Jadi tidak hanya sebagai wisata, tapi juga benar-benar menjadi transportasi publik yang menunjang mobilitas sehari-hari warga Kota Pahlawan.
Namun, problemnya adalah, air di sungai-sungai Surabaya cenderung berwarna keruh. Sehingga tentu tak begitu sedap untuk dipandang mata.
***
Air sungai yang keruh—bahkan ada juga yang bau—memang menjadi masalah bagi Surabaya dan tetangganya, Sidoarjo.
Pada Juli 2024 lalu, sempat viral di media sosial aliran air di bawah flyover Krian, Sidoarjo yang diromantisasi bak Venezia, Italia: jadi semacam wisata air, di mana pengunjung bisa menyusurinya dengan perahu karet. Romantisasi itu tak pelak mengundang komentar-komentar sengak dari netizen.
Pasalnya, airnya terlalu butek. Beberapa bahkan menyebutnya bau. Oleh karena itu, beberapa warga asli Krian yang Mojok wawancara mengaku malu: menyebut romantisasi di media sosial tersebut sebagai kenorakan.
Surabaya punya wisata air Kalimas yang menyiasati air keruh
Jauh sebelum Pemkot Surabaya mengenalkan kembali wisata air Kalimas sebagai salah satu wisata andalan Surabaya, sebenarnya perahu-perahu wisata di Kalimas sudah lama beroperasi.
Saya terbilang sering nongkrong di warung kopi di Ketabang Kali (bersebelahan dengan skate park). Lokasinya persis di tepian sungai Kalimas. Tidak jauh pula dari dermaga tempat perahu-perahu wisata air di Dermaga Taman Prestasi, Ketabang, Kecamatan Genteng.
Dalam waktu ngopi antara siang, sore, atau sesekali juga malam di sana, saya pun kelewat sering melihat perahu-perahu berlalu lalang. Mengangkut penumpang—yang entah asli Surabaya atau tidak—menyusuri aliran sungai Kalimas di dalam kota Surabaya.
Pengemudi perahu akan menancap perahunya dengan kecepatan tinggi. Lalu para penumpang akan berjerit antusias sambil tetap berupaya mengambil gambar atau merekam momen.
“Kok nekat ya menjadikan sungai keruh sebagai tempat wisata? Kalau ramai di medsos bukannya malah agak gimana gitu. Menunjukkan kalau Surabaya sungainya butek,” bisik seorang teman suatu kali. Saya hanya tersenyum. Karena saya pribadi tak terlalu bisa berkomentar atas hal-hal yang menjadi kebahagiaan orang lain.
Wisata perahu Kalimas lalu dikenalkan kembali pada akhir Mei 2022 silam. Dengan beberapa daya tawar yang sontak membuat anterannya selalu mengular dari waktu ke waktu (hingga sekarang).
Lihat postingan ini di Instagram
Jam operasional Kalimas yakni dari pukul 15.00 WIB-21.00 WIB. Ramai-ramainya tentu di jam-jam malam. Karena daya tawarnya adalah menyisir sungai Kalimas dengan sajian pemandangan city light dan lampion-lampion yang dipasang di sepanjang sungai. Bagi Dipta (26) yang asli Surabaya, itu hanyalah siasat agar air keruh tak menjadi semencolok kalau wisata air berlangsung siang hari.
“Tapi tetap saja, faktanya air sungai Kalimas tetaplah keruh. Lampu-lampu yang berpijar itu hanya pengalihan,” ujar Dipta yang juga kerap melihat pemandangan wisata air di Kalimas.
“Maka, kalau mau bikin transportasi air di sini, masalah kebersihan sungai harus tertangani dulu,” ujar penjual tembakau tersebut saat mengetahui wacana pengadaan transportasi air di kota kelahirannya.
Wacana transportasi air Surabaya selalu tertunda
Setelah saya coba telusuri, ternyata wacana pengadaan transportasi air di Surabaya sudah ada sejak 2019 silam. Pemetaan sungai-sungai besar untuk menjadi jalur transportasi air itu pun sudah dilakukan.
Ada setidaknya empat sungai besar yang punya potensi dikembangkan menjadi jalur transportasi air, antara lain Kalimas, Kali Jagir, Kali Branjangan, dan Kali Greges. Namun, realisasinya hingga terakhir dikonfirmasi pada awal 2023 lalu masih terhambat beberapa kendala.
Misalnya yang terjadi di Kalimas. Kedalaman sungai hanya berkisar 3 sampai 4 meter saja karena banyaknya endapan. Terlalu dangkal. Karena iedalnya adalah 7 meter (batas aman untuk dilintasi kapal/transportasi air lain dengan muatan). Demikian laporan dari Dishub Surabaya.
Pihak Dishub saat itu lalu merekomendasikan agar Pemkot tak buru-buru mengembangkan transportasi air. Karena misalnya dalam kasus Kalimas, dibutuhkan waktu dan biaya besar untuk melakukan pengerukan lumpur yang menjadi faktor dangkalnya Kalimas. Belum lagi plengsengan di Genteng Kali (sekitar Kalimas) mulai miring. Sehingga rawan amblas jika dilakukan pengerukan.
Oleh karena itu, saat itu Dishub meminta waktu untuk menggodok lagi blue print dari proyek pengembangan transportasi air di Kalimas dan sungai-sunagi Kota Pahlawan yang lain.
Ingin tiru Belanda soal transportasi air
Lama tak terdengar di tengah gencar-gencarnya revitalisasi kawasan-kawasan heritage di Surabaya, wacana mengenai pengembangan transportasi air di Surabaya kembali mencuat baru-baru ini.
Walikota Surabaya, Eri Cahyadi mengungkapkannya usai pertemuan dengan Dubes Belanda untuk Indonesia, Lambert Grijns di ruang kerja Walikota Surabaya pada Senin (29/7/2024) lalu.
Laporan Humas Kota Pahlawan, ada potensi Surabaya bakal menjalin sister city dengan kota-kota di Belanda. Dalam hal ini, yang paling dekat adalah dengan Rotterdam karena menurut Eri memiliki kemiripan dengan Kota Pahlawan.
Ada beberapa hal yang dibahas kaitannya dengan sister city tersebut. Satu di antaranya adalah terkait transportasi air. Apalagi di Rotterdam juga sudah memiliki transportasi air seperti Waterbus.
“Transportasi air (di Surabaya) sudah ada kajiannya. InsyaAllah juga akan dibantu Belanda nanti (dalam pengembangannya),” ujar Eri Cahyasdi.
“Karena di sana (Belanda) ada taxi air, mungkin itu bisa dilakukan di Surabaya,” sambungnya optimistis.
Solusi air sungai keruh
Dalam kesempatan tersebut, ada juga pembahasan mengenai bagaimana kemudian membuat air sungai di Surabaya menjadi jernih. Jadi jika mau memiliki transportasi air, air sungai yang keruh tentu tak akan dibiarkan begitu saja.
Pembahasan mengenai hal tersebut pun sebenarnya sudah ada sejak penghujung tahun 2023 lalu. Saat itu Eri Cahyadi juga berdiskusi dengan perwakilan dari Dubes Belanda, Adriaan Palm. Di antaranya adalah perihal penanganan banjir.
“Pemkot Surabaya juga ingin berkolaborasi soal manajemen pengelolaan air yang dibuang ke sungai (agar) menjadi jernih,” terang Eri Cahyadi dalam laporan tertulis Humas Pemkot Surabaya tertanggal Rabu (13/12/2023).
Terkait apa dan bagaimana wujud konkret solusinya, belum ada keterangan lebih lanjut. Termasuk juga saat pertemuan terbaru pada Juli 2024 lalu. Namun yang jelas, Pemkot memang tengah memikirkan dan menyiapkan upaya untuk menjernihkan sungai-sungai di Kota Pahlawan yang bertahun-tahun berwarna keruh.
Jika air jernih, masalah endapan sungai dan lain-lain teratasi, maka bukan tidak mungkin transportasi air tersebut bakal terealisasi. Susana perairan Surabaya akan kembali ke masa-masa lampau: sejak era Majapahit, Surabaya memang dikenal sebagai jalur perdagangan maritim. Kalimas menjadi saksi lalu-lalu lalang perahu dan kapal-kapal kecil dalam urusan niaga atau mobilitas biasa. Menarik untuk menanti aktivitas semacam itu hadir kembali di Kalimas. Agar aliran sungai legendaris dan bersejarah itu tidak berhenti hanya sebatas sebagai wisata air belaka.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Hammam Izzuddin
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.