Perceraian adalah momok menakutkan dalam rumah tangga. Tak satupun orang menginginkannya, jika tidak karena terpaksa. Begitu juga yang dialami oleh puluhan guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Fenomena ini memunculkan kegusaran di masyarakat, jika perempuan tak mau diajak hidup miskin.
***
Dalam enam bulan pertama di tahun 2025, tercatat puluhan guru di Kabupaten Blitar ramai-ramai menggugat cerai pasangan mereka. Dinas Pendidikan Kabupaten Blitar mengungkap terdapat 20 guru perempuan yang mengajukan izin cerai usai dilantik menjadi PPPK.
Pemerintah Kabupaten Blitar cukup terkejut dengan data ini, karena jika dibandingkan dengan tahun 2024 lalu, guru PPPK yang meminta izin cerai masih sebanyak 15 orang. Kabid Pengelolaan SD Disdik Kabupaten Blitar, Deni Setiawan menduga alasan utamanya karena masalah ekonomi.
Ia menjelaskan kebanyakan guru PPPK yang mengajukan cerai adalah perempuan. Padahal, rata-rata usia pernikahan mereka sudah di atas lima tahun. Jika menelisik lebih jauh, penghasilan suami mereka tidaklah pasti.
“Kemudian, suami atau pasangannya bukan pekerja tetap atau di sektor formal, yang secara nominal tidak bisa dipastikan penghasilannya. Mungkin itu juga (jadi penyebabnya),” ujar Deni dikutip dari Detik.com, Selasa (29/7/2025).
Dunia jahat untuk laki-laki miskin
Fenomena meminta izin cerai yang dilakukan oleh guru PPPK tak hanya terjadi di Kabupaten Blitar. Di Cianjur misalnya, sebanyak 27 ASN perempuan tercatat mengajukan cerai pada semester 2025. Di Wonogiri, 20 ASN yang mayoritas adalah guru juga bercerai.
Sejumlah komentar di media sosial pun bermunculan. Kebanyakan isinya mengasihani sang suami yang diceraikan. Ibarat kacang lupa kulit, perempuan tak mau diajak susah saat ia sudah sukses.
“Dunia jahat untuk kita laki-laki miskin, laki-laki tidak akan meninggalkan wanitanya karena miskin tapi beda halnya kalau itu wanita,” ujar akun Tiktok, @Rie***** dikutip Mojok, Selasa (29/7/2025).
“Wanita kalau punya uang atau jabatan, laki-laki seperti tidak ada harganya,” ucap akun TikTok @yah*****.
“Berapa si emang gaji guru PPPK? Lagaknya udah selangit,” kata @nga***.
Bersebrangan dengan komentar di atas, Pakar Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya), Arin Setyowati justru menilai fenomena guru PPPK di Kabupaten Blitar sebagai hal yang positif. Peningkatan gaji bisa menjadi jalan bagi guru untuk berani mengambil keputusan yang selama ini tertunda.
Baca Halaman Selanjutnya
Guru PPPK merasa sudah bisa mandiri secara finansial












