Pariwisata Jogja menurun
Tak ada gading yang tak retak, tak ada pekerjaan yang selamanya enak. Tour guide pun tak luput dari hal ini.
Beberapa kali Basir harus menghadapi banyak cobaan dalam melakoni pekerjaannya. Macet, gangguan cuaca, kadang tempat wisata yang tutup tiba-tiba adalah beberapa faktor yang bikin pekerjaannya terganggu. Selain faktor eksternal, kadang cobaan yang harus dia lalui adalah klien dia sendiri. Orang luar negeri yang jadi kliennya tak semuanya ramah, kadang, pada titik tertentu, sulit untuk dihadapi.
“Sebenernya tergantung personal bule itu ya, nggak bisa disama ratakan. Tapi rata-rata banyak guide yang sepakat bule Prancis dan Italia yang sering bikin sebel. Tapi top tier bule yang ruwet adalah turis Cina.”
Saya iseng bertanya, adakah bule yang komplain tentang Jogja. Yang mengejutkan adalah, tak banyak bule komplain tentang Jogja. Setidaknya, tidak secara eksplisit. Yang dikeluhkan paling hanya kemacetan dan panasnya cuaca, selain itu tidak. Mungkin karena yang dilihat dari Jogja adalah yang bagus-bagusnya aja, terang Basir.
Komplain dari bule mungkin sedikit, nyaris tak ada malah. Tapi, komplain datang malah dari para tour guide. Bukan komplain, tepatnya, sambatan, keluhan. Pariwisata Jogja sedang menurun, dan itu berimbas pada para guide. Dan Basir pun merasakan ini.
“Tahun ini, iya, kerasa. Khusus Jogja emang menurun. Salah satu penyebabnya adalah ada rute baru penerbangan dari Kuala Lumpur ke Surabaya, jadi banyak bule yang langsung ke Surabaya, Bromo, Ijen, lanjut ke Bali, jadi Jogja ke-skip,” terang Basir.
Reporter: Rizky Prasetya
Editor: Hammam Izzudin
BACA JUGA Kenapa Turis Indonesia Lebih Sibuk Berbelanja dan Berfoto Ria daripada Turis Eropa?
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.