Kos di Sapen Jogja jadi salah satu andalan mahasiswa UIN Sunan Kalijaga. Di balik gang-gang sempitnya, ada kisah pemilik kos menderita karena penghuninya telat bayar.
***
Penelusuran dimulai dari jalan utama di Sapen, Demangan, Jogja yang ramai sepanjang hari. Saat melewatinya pada Selasa (11/6/2024) pagi, mahasiswa UIN Jogja berbondong-bondong hendak masuk kuliah. Biasanya mampir dahulu ke pedagang asongan yang menghiasi pinggiran jalan.
Saat siang, jalanan ini bertambah ramai karena banyak kendaraan antar jemput siswa SD Muhammadiyah Sapen. Sebuah SD favorit dan elite di kawasan itu. Keramaian juga terasa ketika sore, waktu di mana mahasiswa keluar dari kampus.
Di balik keramaian, agak masuk ke dalam perkampungan, ada permukiman padat yang sebagian menyewakan kamarnya untuk jadi hunian mahasiswa. Kos di Sapen Jogja bukan hanya jadi andalan mahasiswa UIN tapi juga beberapa kampus lain di sekitarnya.
Di salah satu sudut permukiman itu, saya bertemu dengan Siwi* (41) setelah membuat janji sebelumnya. Menjelang masa penerimaan mahasiswa baru, hatinya sedikit gusar.
“Sebagai pemilik kos, saya kan butuh kepastian. Ini mumpung lagi musim penerimaan mahasiswa, kalau memang nggak melanjutkan, bisa saya tawarkan ke orang baru,” terangnya.
Sekitar dua tahun lalu ia baru saja melakukan renovasi besar-besaran agar kos lebih layak huni di Sapen Jogja. Awalnya, bangunan yang awalnya milik orangtuanya itu tak pernah benar-benar dibangun dengan tata letak layaknya kos. Hanya seperti rumah biasa dengan banyak kamar yang disewakan.
Pada 2022, renovasi besar-besaran pun berjalan. Nyaris semua komponen bangunan lama di Sapen Jogja dibongkar. Hanya kayu-kayu yang masih layak yang kemudian kembali dimanfaatkan untuk membuat kusen pintu.
“Total habis sekitar 700 juta,” katanya tertawa.
Pusingnya pemilik kos di Sapen Jogja saat orang tua mahasiswa nego harga
Ada delapan kamar yang ia sewakan dengan beberapa tipe berbeda-beda. Ada yang harganya Rp5,5 juta per tahun, Rp 6 juta per tahun, hingga satu kamar bertarif Rp 8 juta per tahun dengan kamar mandi dalam. Semua sudah termasuk listrik dan WiFi.
Di luar masih terdapat empat kamar mandi plus satu dapur umum. Fasilitas ini terbilang sudah memenuhi standar untuk kamar kos di kelas menengah.
Salah satu pengalaman mengesalkan pertama yang Siwi rasakan setelah menawarkan kos adalah orang tua calon penghuni yang menawar dengan harga yang kurang layak. Alasannya karena biaya UKT anaknya yang cukup mahal. Padahal, ia melihat ia datang dari kalangan cukup mampu.
“Padahal mereka datang dengan mobil. Saya tahu ibunya PNS dan bapaknya punya rumah makan. Saat datang ke Jogja motornya juga langsung baru,” terangnya.
Baca halaman selanjutnya…
Menderitanya ibu kos lihat penghuni update status nongkrong tapi nggak bayar-bayar