Sebagai anak kos, pasti pernah menghadapi kondisi darurat. Entah itu sakit, uang habis, bahkan barang hilang diambil maling. Bagaimana cara mereka menghadapinya?
***
Pengalaman unik pernah Nisa rasakan saat menjadi anak kos di Bandung. Saat itu ia kuliah di salah satu universitas di Bandung. Penghuni kos-kosan yang ia tempati saat itu terbilang individualis dan tak tertarik untuk akrab satu sama lain. Saat itu, tahun 2017, Nisa sedang duduk santai di kamar kosnya.
Namun, ia mendengar suara heboh dan berisik dari kamar sebelahnya. “Aaaaa! Ada kecoa!” teriak tetangga kosnya.
Sesaat setelah teriakan itu, Nisa mendengar suara cairan pengusir serangga yang disemprotkan dengan membabi buta. “Srooottt, gitu bunyinya saking banyaknya yang disemprot,” terangnya.
Apes! Aroma menyengat dari cairan penyemprot itu menelusup sampai ke kamar Nisa. Sesak. Seketika Nisa sulit bernapas sebab efek dari cairan tersebut malah lebih banyak masuk ke kamarnya daripada tetangga kos tersebut. Kondisi semakin parah, sebab ia memiliki asma.
Di tengah usahanya untuk tetap bernapas, Nisa mencoba berpikir sekuat tenaga. Bila tidak, ia bisa meregang nyawa. Sembari merasakan sesak, Nisa menghubungi teman dan orang tuanya melalui telepon untuk mengabari singkat bahwa asmanya kambuh akibat semprotan pengusir serangga.
Di sisa-sisa kesadarannya, Nisa menyadari bahwa tetangga kosnya itu mendengar percakapan Nisa dengan orang tuanya. Di luar prediksi, tetangga kos selaku biang penyemprotan itu malah bergegas menutup pintu kamar seakan tak mau tahu apa yang terjadi akibat tindakannya tersebut.
Setelah temannya datang, akhirnya Nisa dilarikan ke Instalasi Gawat Darurat. Di sana, ia mendapatkan pasokan oksigen sampai satu jam lebih. Untunglah nyawanya masih tertolong.
Sepulangnya dari rumah sakit, Nisa tak melihat tetangga kosnya berlaku sungkan atau merasa bersalah. “Sampai saat ini, aku nggak pernah dengar permintaan maaf dari mereka,” ujar Nisa.
Tidak ingin membuat repot siapa pun
Bergeser dari Nisa, pengalaman tak jauh beda juga Tiur alami saat menjadi anak kos. Sebagai mahasiswa perantauan di Yogyakarta, Tiur sedang aktif-aktifnya mengikuti berbagai organisasi di kampusnya. Selain itu, ia juga mengikuti lomba dan tetap harus mempertahankan IPK-nya.
Tahun 2021 adalah masa di mana segala tanggung jawabnya itu harus selesai dalam satu waktu. “Makanku nggak teratur sampai akhirnya aku demam tinggi dan didiagnosis tipes!” ujar Tiur.
Meski seharusnya rawat inap di rumah sakit, Tiur tidak mau memilih opsi itu. Ia tak ingin merepotkan siapapun, bahkan ia tidak mengabari teman-temannya. Di tengah tipes yang ia derita, Tiur masih terus-terusan kepikiran tanggung jawabnya di organisasi.
Bukan hanya itu, ia juga menyempatkan diri untuk tatap muka daring dengan tim lomba yang diikutinya. Sembari menahan sakit, ia masih mengerjakan proposal lomba serta memastikan semua hal di organisasi berjalan lancar.
Cara Tiur bertahan sendirian tanpa bantuan siapapun adalah mengandalkan obat dan sabar. Untuk makan pun ia terpaksa memasak sendiri meskipun hanya nasi telur. “Makan seadanya banget, yang penting keisi dan aku bisa minum obat,” terang Tiur.
Selama lima hari penuh, Tiur tidak keluar kos sama sekali. Selain obat dan sabar, kunci kesembuhannya adalah air putih hangat dan keyakinan. “Aku cuma ngeyakinin diri bahwa aku akan sembuh,” katanya. Yahh, yang penting yakin!
Diselamatkan transportasi online saat tipes
Selain Tiur, ada juga Rauf yang berjuang melawan tipes saat sendirian di kos. Kala itu adalah pekan pertama kuliah diliburkan karena COVID-19 tahun 2020. Di tengah kuliah daring, Rauf merasa meriang, mual, dan demam. Meski lemas, Rauf berusaha sembuh dengan memaksa diri sendiri untuk tetap makan dan minum obat.
Namun, lama-lama ia semakin lemas dan merasa harus melakukan sesuatu. “Sembari mual, aku mikir apa yang harus aku lakukan? Kalau gini terus, aku nggak bisa produktif dan yang rugi adalah aku sendiri,” ujar Rauf.
Sebagai anak kos, Rauf memiliki dua pertimbangan, menelpon teman atau langsung ke rumah sakit menggunakan jasa transportasi online. Pilihannya jatuh pada opsi kedua.
Menurut Rauf, menghubungi teman membutuhkan waktu lebih lama karena mereka akan siap-siap lebih dahulu dan melakukan perjalanan cukup jauh ke kos Rauf.
Saat memesan jasa transportasi online, Rauf sudah berkata pada pengemudi bahwa ia sedang sakit dan butuh bantuan. “Lutut kaki aku lemas banget dan nggak bisa berdiri lama, nanti tumbang,” ujarnya.
Alhasil, ia meminta tolong pengemudi tersebut untuk menuntunnya dari kamar kos-kosan sampai ruang Unit Gawat Darurat. Menurutnya, dalam situasi genting seperti tipes, hal terpenting yang harus ia lakukan adalah mengamankan diri terlebih dahulu dengan memastikan penyakit itu tertangani dengan baik.
Jadi anak kos di Jakarta, malah kemalingan motor
Nisa dengan pengalaman keracunan, Tiur dan Rauf dengan pengalaman tipes, dan kali ini ada Savira dengan nasibnya yang kemalingan motor. Desember 2022 adalah kali pertama Savira merantau ke Jakarta. Karena tak terbiasa memakai transportasi publik, ia memutuskan mengirim motornya dari Yogyakarta menuju Jakarta.
Sudah seminggu Savira menggunakan motornya di ibu kota. Pada suatu hari yang normal dan biasa-biasa saja, Savira bangun pagi untuk bersiap menuju ke kantor. Namun, ia merasa aneh karena melihat motor yang terparkir di garasi kos hanya ada dua, padahal biasanya tiga.
Sial! Ternyata motornya lah yang tidak ada. Savira mencoba mencari di sudut lain kos-kosannya. Nihil, wujud motor itu tetap tak ditemukan.
Di tengah kepanikan, tiba-tiba salah satu teman kos Savira memberinya pizza. “Buat kamu aja, yang penting kamu makan dulu biar nanti bisa ngurus-ngurusin semua itu,” ujar teman tersebut. Setelahnya, Savira pun mengurus kehilangan itu ke kantor polisi bersama teman kosnya yang lain. “Sampai detik ini, tidak ada kabar dari kepolisian. Padahal, aku udah serahkan rekaman CCTV milik tetangga kosku,” keluhnya.
Sepanjang bercerita pada Reporter Mojok pada Jumat (4/8/2023), Savira selalu antusias menyebutkan nama teman-temannya satu persatu. Berkali-kali ia menekankan, semua itu bisa ia lalui berkat bantuan teman-teman barunya di Jakarta.
Selain itu, keluarga di Yogyakarta pun tak henti mendukung perjuangan Savira sebagai anak kos, meski dari jauh. Lebih lanjut, Savira pun tidak menyangka ia bisa bertahan dengan kerasnya ibu kota. “Kuncinya sih perbanyak teman. Aku dipertemukan dengan orang-orang baik yang membuatku menemukan rumah di sini,” pungkas Savira.
BACA JUGA Curhat Pemilik Kos di Jogja: Mahasiswa Bergaya Elite, tapi Bayar Kos Sulit
Cek berita dan artikel lainnya di Google News