MOJOK.CO – Saya menjumpai dua orang (masing-masing kasir Indomaret dan kasir Alfamart) demi mendengar suara mereka. Buat apa? Ya iseng aja. Nggak boleh?
Biru dan merah lebih dari sekadar warna. Keduanya adalah simbol dari banyak hal yang bertentangan: laut dan api, Inter Milan-AC Milan, Demokrat-PDIP, dan seterusnya. Tapi rasanya tidak ada persaingan antara biru dan merah seketat persaingan Indomaret (biru) dan Alfamart (merah).
Dua minimarket itu tak ubahnya sepasang mata. Selalu ada bersamaan, di tempat yang berdekatan, dan pandai melihat peluang. Seandainya kamus peribahasa baru dibuat hari ini, kita tak perlu heran kalau muncuk peribahasa “Ada Indomaret ada Alfamart” alih-alih “Ada gula ada semut”.
Lha gimana, tiap beberapa langkah sekali, kita gampang betul menjumpai dua minimarket berprofit trliunan itu. Pada 2017 saja tercatat sudah ada 15.335 gerai Indomaret dan 13.400 gerai Alfamart. Ntaps.
Dengan jumlah gerai sebanyak itu, jika berevolusi menjadi parpol bukan tidak mungkin keduanya bakal menggeser kedigdayaan PDIP dan Golkar. Bisa-bisa PDIP berganti nama jadi Partai Demokrasi Indomaret Perjuangan dan Golkar menjadi Golongan Keluarga Alfamart.
Hmm, mayan juga.
Omong-omong soal dua minimarket ternama ini, yang kerap absen dari perbincangan adalah nasib para kasir yang suka menawarkan promo dan “pulsanya sekalian, Kaaak.”
Eksistensi kasir lumrah dipandang sebagai sosok yang berfungsi untuk menuntaskan persoalan transaksi belaka. Kita jarang mendengar aspirasi dan suara hati mereka. Yang kita saksikan paling-paling cuma senyuman formal atau sambutan ramah mereka.
Untuk itulah saya menjumpai dua orang (masing-masing kasir Indomaret dan kasir Alfamart) demi mendengar suara mereka. Mengutip Chairil Anwar (biar keren aja sih, xixixi), “keduanya harus dicatat, keduanya dapat tempat.”
Penggalan puisi yang sangat kontekstual untuk menggambarkan posisi kasir Indomaret dan Alfamart. Mari~
“Kebanyakan orang mengira kerja di Indomaret itu sangat mudah dan enak karena kerja di ruangan ber-AC. Saya sih cuma bisa senyum dan mengiyakan aja. Padahal, mah… hehehe,” ujar Iyad Hibatullah (21) yang pernah bekerja selama setahun sebagai kasir di Indomaret, saat saya tanyakan tanggapan orang di sekitarnya seputar profesi yang digelutinya tak lama setelah lulus SMA tersebut.
Iyad bilang bahwa bekerja sebagai kasir di minimarket semacam Indomaret nggak segampang yang orang bayangkan. Ia sering mendapati pengalaman pahit yang bikin dongkol. Baik dalam hal sistem kerja maupun pelanggan yang isengnya kebangetan.
“Dulu saya pernah nemuin seseorang masuk cuma keliling muter-muter. Eh, taunya dia nggak beli-beli apa. Ketika dicek lewat CCTV, ternyata dia nyolong susu kemasan berukuran besar. Parah!”
Hal lain yang kerap membuat Iyad sebal adalah ibu-ibu yang bertanya panjang-panjang soal promoan, tapi ya sudah, nanya doang, beli mah nggak. Mungkin ibu-ibu itu jenis orang yang kelewat ekstrem menafsirkan pepatah “malu bertanya sesat di jalan” tapi lupa pepatah lanjutannya, “banyak bertanya, jadi memalukan”.
Meski demikian, dua hal di atas bukanlah yang terburuk. Ada lagi yang bikin spaneng: sistem kerja yang habis-habisan.
Bagi Iyad, walaupun gaji sebagai kasir tidak buruk-buruk amat (sesuai UMR DKI Jakarta), ia kadang tidak kuat dengan sistem kerjanya yang kebablasan. “Kerjanya tuh capek, bahkan istirahatnya itu hanya secukupnya. Misal istirahat tuh cuma untuk makan, ya kira-kira 10 menit doang,” keluhnya.
Ia juga menuturkan bahwa seorang kasir Indomaret atau Alfamart harus memiliki kemampuan berdiri dalam waktu yang lama. Iya, berdiri secara harfiah. Monmaap, itu kasir apa tentara lagi upacara yak?
Tak berbeda dengan Iyad, Lutfianto Budiman (21) yang empat bulan belakangan bekerja sebagai kasir di salah satu gerai Alfamart di Tambun Selatan, Bekasi mengungkapkan bahwa respons keluarga dan teman-teman terhadap pekerjaannya positif-positif saja. Malah kelewat positif.
Soal hal yang paling tidak mengenakkan selama menjadi kasir, Lutfi menjelaskan, “Paling nggak enak tuh ketika kita harus mengganti kekurangan/selisih, saat uang yang terdata di sistem berbeda dengan yang ada di kas. Umpamanya pendapatan hari ini tercatat di sistem sebesar Rp5 juta, eh di kas cuma ada Rp4 juta 750 ribu. Kan lumayan besar itu uang yang harus kita (kasir) ganti.”
Selain itu, banyaknya target yang harus dicapai dan jam kerja yang sering melebihi batas waktu kadang-kadang membuat Lutfi jadi pusing dan kepusingan itu tetap nggak hilang walaupun Emyu—klub favorit Lutfi—akhir-akhir ini menang terus.
Tapi ia juga menemukan sejumlah pengalaman unik dan lucu saat menjadi kasir. “Salah satu yang paling saya ingat, pernah ada ibu-ibu. Waktu itu dia ingin membayar tagihan listrik. Nah, setelah dia tahu bahwa tagihan listriknya lumayan banyak, spontan dia berteriak-teriak histeris nggak keruan menanyakan kenapa total tagihan dia besar sekali. Ada-ada saja.”
Mengenai anggapan bahwa menjadi kasir itu mudah, Lutfi buru-buru menyanggah. Ia mengatakan bahwa menjadi kasir itu tidak mudah. Seorang kasir harus fokus pada customer dan memberi pelayanan kepada customer sebaik mungkin, tak peduli kondisi hati sedang bad mood atau lagi galau-galaunya. Sebuah totalitas.
Selain itu, seorang kasir juga harus memiliki kemampuan matematika yang baik (yaiyalah, Bambaaang). Sebab ia harus bergelut dengan banyak hitung-hitungan setiap harinya. Mulai dari menghitung total barang yang datang, jumlah stok barang di rak, selisih uang di kas, hingga menghitung jumlah orang yang datang ke dalam gerai cuma untuk ngadem.
“Saya paling senang itu ketika saya bisa melayani customer dengan baik,” ungkap Lutfi waktu saya menanyakan pengalaman paling menyenangkan selama menjadi kasir minimarket. Betul-betul pegawai yang teladan. Sepuluh jempol. Jangan lupa naikkan gaji pegawai-pegawai macam blio, Pak CEO, heueheu.
Pada akhirnya, menjadi kasir minimarket punya lika-liku dan tantangannya sendiri. Meskipun di hadapan pelanggan para kasir tampak senantiasa good-looking, bukan berarti mereka nggak punya keluh kesah. Kasir juga manusia, Bos. Ada hati dan gaji yang harus dijaga.
Menutup tulisan ini, saya kutip perkataan Iyad, “Jangan pernah pandang remeh mereka (kasir), karena bagaimanapun mereka sedang kerja keras cari uang yang halal.”
Ashiyaaap.
BACA JUGA Awas, Bahaya Kinder Joy! atau tulisan Erwin Setia lainnya.