Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Liputan Mendalam

Nestapa Kelas Menengah yang Sebenarnya Tergolong Miskin, tapi Negara Nggak Mau Mengakuinya

Aisyah Amira Wakang oleh Aisyah Amira Wakang
24 Juni 2025
A A
negara nggak perlu malu mengakui banyak kelompok miskin di Indonesia. MOJOK.CO

kelas menengah yang tak tergolong miskin makin menderita. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Lebih dari itu, kemiskinan memang menjadi persoalan multidimensi yang tak bisa diselesaikan hanya dengan pendekatan ekonomi semata. Faktor ekonomi hanyalah 20 persen masalah yang berhubungan dengan kemiskinan. Selebihnya menyangkut aspek sosial, pendidikan, informasi, bahkan diskriminasi struktural.

“Bila hanya fokus pada pertumbuhan usaha besar, maka orang miskin dipaksa berkompetisi dengan kelas menengah ke atas, dan itu tidak adil,” kata Bagong. 

Negara nggak perlu malu mengakui kelompok miskin

Di sisi lain, dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga (Unair) Rossanto Dwi Handoyo sepakat jika perhitungan BPS memang sudah kuno. Mengingat, kebutuhan dasar masyarakat yang sudah berubah. Kebutuhan itu seperti makanan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan, dan transportasi.

Misalnya, kata Rossanto, BPS masih menetapkan kebutuhan makanan sebesar 2.100 kalori yang jika direlevansikan dengan kondisi sekarang, angka tersebut tidaklah layak. Atau kebutuhan non-makanan seperti paket data internet yang saat ini menjadi kebutuhan primer.

“Harusnya, bagaimana menghitung garis kemiskinan itu? Ya tentang bagaimana hidup dengan layak.” kata Rossanto dikutip dari laman resmi Unair, Senin (23/6/2025).

Ia menjelaskan, alih-alih menghitung dengan cara seminimal mungkin, pemerintah seharusnya menetapkan kelompok “miskin” dengan standar yang manusiawi dan adil. Jadi, ketika seseorang dikategorikan kelompok miskin, artinya mereka masih bisa hidup dalam kondisi layak. 

“Ya (kalau) miskin, tapi nggak layak sama saja menuju pada kematian,” ujarnya.

Oleh karena itu, Rossanto berharap pemerintah dapat mengubah perhitungan garis kemiskinan yang sesuai dengan standar hidup layak di masa kini. Tidak perlu malu mengakuinya, agar kebijakan yang dikeluarkan juga tepat.

“Kalau kita memang ingin menjadikan negara kita negara yang berkeadilan sosial maka treatment kita, spektrumnya harus lebih luas lagi. Jangan sampai kita bangga menjadi negara berpendapatan menengah ke atas, tapi memperlakukan warga seperti negara berpendapatan rendah,” kata Rossanto.

Nasib kelompok menengah yang dianaktirikan

Standar perhitungan garis miskin yang tidak tepat juga berdampak pada kelompok menengah. Terlahir sebagai kelompok kelas menengah, Ihza (23), mengaku harus mengkis-mengkis. Anak pertama dari dua bersaudara itu terbiasa mengandalkan tabungan pribadi, alih-alih menerima bantuan dari pemerintah.

Lagi-lagi, sebagai kelompok menengah, ia dikatakan tidak layak menerima bantuan. Namanya tidak terdaftar di pangkalan data utama Kementerian Sosial atau Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Alias, standar hidupnya masih dikatakan belum miskin. 

“Perlu disadari, dengan kita bisa survive, belum tentu aman. Banyak yang bisa survive tapi tetep menggos-menggos (sesak nafas),” ujar Ihza.

Ihza bukannya kurang bersyukur karena tidak tergolong kelompok miskin, tapi ia merasa seperti dianak tirikan oleh negara. Bagaimana tidak, kebanyakan bantuan dari pemerintah memang ditujukan kepada kelompok miskin. Padahal, kalau mau dikatakan butuh, keluarganya juga butuh.

Iklan

Apalagi, ibunya baru saja terkena PHK dan baru membuka laundry kecil-kecilan. Tak hanya ibunya, ia juga sudah kena PHK dua kali. Rezekinya baru saja terbuka saat ia diterima kerja di Jogja. Dengan gaji keduanya yang pas-pasan, bukan berarti mereka tidak perlu bantuan. 

“Ya, rasanya kayak dianaktirikan. Padahal kalau dibilang butuh, ya butuh. Tapi kami juga merasa (kondisi ekonomi) tidak separah itu,” ucapnya.

Penulis: Aisyah Amira Wakang

Editor: Muchamad Aly Reza

BACA JUGA: Kelas Menengah Dipaksa Terima Nasib Saat Kelas Bawah Dianakemaskan atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.

Halaman 2 dari 2
Prev12

Terakhir diperbarui pada 24 Juni 2025 oleh

Tags: bansoskelompok menengahkelompok miskinkeluarga miskinstandar miskin
Aisyah Amira Wakang

Aisyah Amira Wakang

Artikel Terkait

2.000 KPM di Brebes Keluar dari Jerat Kemiskinan, Siap Hidup Mandiri MOJOk.CO
Kilas

 2.000 KPM di Brebes Keluar dari Jerat Kemiskinan, Siap Hidup Mandiri

15 Agustus 2025
Gaji Besar di Kemensos Tapi Nggak Kuat Lihat Kelakuan Teman yang Korup. MOJOK.CO
Ragam

Rasanya Kerja di Kemensos: Gaji Besar, Tapi Nggak Kuat Lihat Kelakuan Teman yang Korup

5 November 2024
Beras Langka Gara-Gara Bansos Bikin Anak Kos Jogja Merana, Boncos Kalau Jajan di Burjo Terus.mojok.co
Aktual

Beras Langka Gara-Gara Bansos Bikin Anak Kos Jogja Merana, Boncos Kalau Jajan di Burjo Terus

12 Februari 2024
Cek Bansos Kemensos di Ponsel, Cara Paling Mudah Anti Ribet MOJOK.CO
Kilas

Cek Bansos Kemensos di Ponsel, Cara Paling Mudah dan Anti Ribet

18 September 2023
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Menanti kabar dari keluarga, korban bencana banjir dan longsor di Sumatera. MOJOK.CO

‘Kami Sedih dan Waswas, Mereka seperti Tinggal di Kota Mati’ – Kata Keluarga Korban Bencana di Sumatera

1 Desember 2025
Gowes Ke-Bike-An Maybank Indonesia Mojok.co

Maybank Indonesia Perkuat Komitmen Keberlanjutan Lewat Program Gowes Ke-BIKE-an

29 November 2025
waspada cuaca ekstrem cara menghadapi cuaca ekstrem bencana iklim indonesia banjir longsor BMKG mojok.co

Alam Rusak Ulah Pemerintah, Masyarakat yang Diberi Beban Melindunginya

1 Desember 2025
Maybank Cycling Mojok.co

750 Pesepeda Ramaikan Maybank Cycling Series Il Festino 2025 Yogyakarta, Ini Para Juaranya

1 Desember 2025
Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

1 Desember 2025
Pelaku UMKM di sekitar Prambanan mengikuti pelatihan. MOJOK.CO

Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih

3 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.