Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Liputan Mendalam

Menyangkal Pemerkosaan Massal 1998 adalah Bentuk Pelecehan Dua Kali: Fadli Zon Seharusnya Minta Maaf, meskipun Maaf Saja Tak Cukup

Aisyah Amira Wakang oleh Aisyah Amira Wakang
16 Juni 2025
A A
Fadli Zon menyangkal pemerkosaan massal dalam kerusuhan 1998. MOJOK.CO

ilustrasi - korban pemerkosaan massal dalam kerusuhan 1998 harus mendapat keadilan. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang menyangkal peristiwa pemerkosaan massal pada kerusuhan Mei 1998 menuai kontra. Sontak, reaksi saya pun begitu: “Pak Menteri sehat?”. Tentu saja bukan perkara fisiknya yang terlihat kurus belakangan ini, tapi intelektualnya dalam melihat sejarah. Seperti kasus yang saya katakan di awal tadi.

***

Fadli Zon menyebut tidak ada bukti kekerasan seksual dalam peristiwa Mei 1998. Hal itu ia sampaikan dalam video wawancara “Real Talk: Debat Panas!! Fadli Zon vs Uni Lubis Soal Revisi Buku Sejarah”. Ia juga mengklaim peristiwa itu hanyalah rumor dan tidak pernah tercatat dalam buku sejarah.

Pernyataan itu mendapatkan reaksi tegas dari sejumlah organisasi masyarakat sipil dan individu yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas. Mereka mengecam dan menolak keras pernyataan Fadli Zon karena mencederai keadilan korban.

“Kami menuntut Fadli Zon untuk mencabut pernyataannya secara terbuka, memberikan klarifikasi, dan menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada korban dan keluarganya pelanggaran berat Hak Asasi Manusia (HAM), khususnya pada kekerasan seksual dalam kerusuhan Mei 1998 dan seluruh perempuan Indonesia yang berjuang membersamai korban untuk menegakkan keadilan,” tulis KontraS dalam keterangan resminya, Jumat (13/6/2025).

Kesaksian mereka dalam peristiwa kekerasan seksual Mei 1998

Berbagai upaya pendokumentasian dan penyelidikan atas peristiwa Mei 1998 termasuk kasus kekerasan seksual juga telah dilakukan oleh Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). TPGF yang dibentuk langsung oleh Presiden BJ Habibie berhasil merilis Laporan Akhir pada 23 Oktober.

Laporan itu menyebut terdapat tindak kekerasan seksual yang terjadi di Jakarta dan sekitanya, Medan, dan Surabaya. Tak hanya pemerkosaan, tapi juga penganiayaan, penyerangan dan pelecehan seksual di dalam rumah, jalan, maupun depan tempat usaha.

“Terdapat 52 korban perkosaan, 14 korban perkosaan dengan penganiayaan, 10 korban penganiayaan seksual, 9 korban pelecehan seksual,” ungkap Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas.

“Itu semua diperoleh dari sejumlah bukti baik keterangan korban, keluarga korban, saksi mata, seperti perawat, psikiater, psikolog, pendamping, rohaniawan, hingga keterangan dokter,” lanjutnya.

Beberapa kesaksian tentang kerusuhan Mei 1998 juga tercatat dari hasil investigasi Tempo berjudul “Setiap Bertemu dengan Lelaki, Anak Yatim Itu Histeris”. Dalam investigasi itu, seorang aktor bernama Anton Indracaya bersedia memberikan keterangannya.

Pada Kamis sore, 13 Mei 1998, ia melihat seorang pemilik studio foto langganannya dengan wajah kusut. Bapak tua itu mengaku anak gadisnya baru diperkosa enam orang pria di lantai dua rumahnya sendiri saat tokonya dijarah massa.

Anaknya dibawa ke unit gawat darurat dan Anton ikut mendampinginya. Dokter yang merawat anak itu membenarkan bahwa ia memang korban pemerkosaan. Sampai kemudian, ia mendapat telepon dari seorang teman ibunya, yang mengalami peristiwa serupa. Anton, seorang muslim keturunan Tionghoa itu akhirnya mendampingi 8 korban kekerasan seksual yang terjadi pada peristiwa Mei 1998.

Sayangnya, bukti-bukti di atas tak cukup membantu Kejaksaan Agung dalam menyelesaikan tindakan hukum baik dari tingkat penyidikan hingga proses pengadilan. Pada akhirnya, kasus ini memang tidak pernah tuntas sampai sekarang.

Bukti kejahatan itu seperti “mayat hidup”

Aktivis perempuan, Kalis Mardiasih berujar bahwa pada tindakan pemerkosaan, satu-satunya tempat kejadian perkara adalah tubuh korban. Berbeda penanganannya dengan kasus pencurian atau perampokan, di mana barang yang dicuri merupakan bukti konkrit. 

Iklan

“Ketika korban pemerkosaan harus menyediakan bukti, artinya ia harus membiarkan tubuh yang paling privat diinvestigasi berkali-kali. Setiap kali proses itu berlangsung, ia dipaksa mengingat peristiwa menyakitkan itu berulang-ulang,” kata Kalis dikutip dari akun Instagram resminya, Senin (16/6/2025).

Itulah mengapa kasus kekerasan seksual sebagai pidana, berbeda dengan bentuk tindak pidana lain, sehingga disebut sebagai kejahatan kemanusiaan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat. Pada kasus pemerkosaan, korban kehilangan fungsi tubuh, fungsi alat reproduksi, dan martabatnya. 

Ketika itu terjadi, korban bisa kehilangan ingatannya, bisa sakit organ dan disabilitas seumur hidup. Tak pelak, mereka memilih mengisolasi diri dari dunia luar. Oleh karena itu, Kalis ikut menuntut Fadli Zon agar meminta maaf kepada korban pemerkosaan massal 1998, korban kekerasan seksual, dan kepada semua perempuan Indonesia.

“Kami tidak lupa tragedi pemerkosaan massal 1998.” ujar Kalis.

Kedua kalinya melecehkan korban kekerasan seksual

Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas berujar penghapusan sejarah pemerkosaan massal pada Mei 1998 adalah bentuk pengkhianatan terhadap korban dan perjuangan mereka. Pernyataan Fadli Zon dianggap memperdalam ketidakadilan dan pengabaian terhadap hak-hak korban.

Fadli Zon dianggap menunjukkan sikap nirempati kepada korban dan seluruh perempuan yang berjuang bersama korban. Ia dinilai tak paham proses penanganan pengadilan, khusus untuk korban kekerasan seksual sampai-sampai melecehkan mereka untuk yang kedua kalinya.

“Kami menilai pernyataan tersebut merupakan bentuk manipulasi, pengaburan sejarah, serta pelecehan terhadap upaya pengungkapan kebenaran atas tragedi kemanusiaan yang terjadi, khususnya kekerasan terhadap perempuan dalam kerusuhan Mei 1998,” tulis Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas.

Dengan demikian, Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas juga mendesak Jaksa Agung untuk segera menindaklanjuti berkas penyidikan dari Komnas Ham mengenai kasus-kasus pelanggaran HAM berat, sekaligus sebagai bagian dari ingatan kolektif bangsa.

Terakhir saya sampaikan, korban kekerasan seksual dalam kerusuhan Mei 1998 sudah seharusnya mendapat keadilan. Tak cukup hanya dengan permohonan maaf, apalagi tak mendapat pengakuan.

Penulis: Aisyah Amira Wakang

Editor: Ahmad Effendi

BACA JUGA: Sedikitnya Jumlah Dokter Obgyn Perempuan bikin Calon Ibu “Parno”, Lebih-lebih karena Kasus Pelecehan Seksual yang Pernah Terjadi atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.

Terakhir diperbarui pada 25 November 2025 oleh

Tags: Fadli Zonkekerasan seksualKerusuhan Mei 98kontrasmenghapus sejarahpelanggaran ham beratpemerkosaan massalperistiwa 1998
Aisyah Amira Wakang

Aisyah Amira Wakang

Artikel Terkait

Pacu Jalur Direcoki Pemerintah Jadi Cringe dan Nggak Seru Lagi MOJOK.CO
Esai

Saat Negara Turut Campur Aura Farming Pacu Jalur, Semua Jadi Terasa Cringe dan Nggak Seru Lagi

14 Juli 2025
Fadli Zon: Narasi Orde Baru dalam Bayang-Bayang Reformasi
Video

Fadli Zon: Narasi Orde Baru dalam Bayang-Bayang Reformasi

12 Juli 2025
Fadli Zon menyangkal pemerkosaan massal dalam kerusuhan 1998. MOJOK.CO
Mendalam

Muslihat Penulisan Ulang Sejarah Mei 1998: Memberikan Penghargaan kepada Soeharto dan Menyangkal Bukti Pemerkosaan

17 Juni 2025
Kontroversi Proyek 9 Miliar Penulisan Ulang Sejarah Indonesia MOJOK.CO
Esai

Skeptis Lulusan Sejarah UNY Terhadap Kontroversi Proyek Penulisan Ulang Sejarah Indonesia Senilai Rp9 Miliar Milik Negara

28 Mei 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

pendidikan, lulusan sarjana nganggur, sulit kerja.MOJOK.CO

Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada

5 Desember 2025
Pelaku UMKM di sekitar Prambanan mengikuti pelatihan. MOJOK.CO

Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih

3 Desember 2025
jogjarockarta.MOJOK.CO

Mataram Is Rock, Persaudaraan Jogja-Solo di Panggung Musik Keras

3 Desember 2025
banjir sumatera. MOJOK.CO

Bencana di Sumatra: Pengakuan Ayah yang Menjarah Mie Instan di Alfamart untuk Tiga Orang Anaknya

1 Desember 2025
Bakpia Mojok.co

Sentra Bakpia di Ngampilan Siap Jadi Malioboro Kedua

1 Desember 2025
Kirim anak "mondok" ke Dagestan Rusia ketimbang kuliah UGM-UI, biar jadi petarung MMA di UFC MOJOK.CO

Tren Rencana Kirim Anak ke Dagestan ketimbang Kuliah UGM-UI, Daerah Paling Islam di Rusia tempat Lahir “Para Monster” MMA

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.