Dua tahun terakhir warteg mulai berkembang pesat di Jogja. Padahal, di daerah lain seperti Jakarta sudah ada sejak lama. Penjual jelaskan kenapa warteg sulit berkembang seperti warmindo di Jogja.
Lima tahun lalu, warteg adalah pemandangan yang agak asing di Jogja. Berbeda dengan awal 2024 ini, kuliner dari Tegal ini hadir dengan berbagai jenama yang berjejaring. Di berbagai sudut kota Jogja ada warteg.
Warteg Kharisma Bahari misalnya, mulai merambah Jogja pada pertengah-akhir 2022 dan dalam enam bulan saja sudah punya 20 cabang. Hingga sekarang, jumlahnya tentu sudah berlipat ganda.
Mojok pernah mewawancarai pemilik salah satu warteg pertama di Jogja. Warung itu letaknya ada di Glagahsari, Bantul. Pemiliknya, Muhammad Cholid (42) bercerita kalau usaha turunan dari orang tua ini awalnya buka di Jakarta.
Saat krisis moneter 1998, keluarganya memutuskan untuk hijrah tempat usaha ke Jogja. Salah satu alasannya karena saat di Jabodetabek, tepatnya di Bekasi, warteg mereka berada di dekat pabrik sepatu yang saat itu melakukan PHK besar-besaran. Pasarnya pun hilang.
“Dulu riset kecil-kecilan, di Jogja memang belum ada warteg jadi potensinya besar,” katanya kepada Mojok.
Akhirnya, pada 1999 keluarga Cholid membuka warteg di Glagahsari yang kini lokasinya berada di sekitar gedung kampus UTY, UAD, dan Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST).
Ia mengakui buka usaha warteg di Jogja tidak mudah. Sepanjang perjalanan sejak 1999, keluarganya pernah buka cabang di Jalan Parangtritis, Jalan Perumnas, dan daerah Babarsari. Namun, hanya di Glagahsari yang tetap ramai dan bertahan.
Alasan warteg di Jogja sejak dulu perkembangannya tidak masif seperti warmindo
Cholid mengamati bahwa di Jogja orang lebih suka makan dengan santai. Setelah makan, pelanggan terutama mahasiswa ingin bercengkerama dahulu sembari merokok atau berbincang.
Sementara warteg, penataan tempat duduk yang mengitari etalase makan. Bagi Cholid, selain memudahkan penataan lauk supaya terlihat jelas, juga agar sirkulasi pelanggan yang makan bisa lebih cepat.
“Pas di Jakarta, pangsa pasar kan buruh pabrik. Mereka makan cepat. Sirkulasi yang keluar masuk lebih cepat juga,” paparnya.
Warteg memang menawarkan keragaman lauk dan sayuran yang tidak ditemukan di warmindo. Etalase lauk di warmindo hanya satu dan tidak terlalu besar. Tapi meja dan kursi yang tersedia untuk pelanggan berlimpah.
Perkembangan warmindo di Jogja sekarang juga sudah semakin memanjakan pelanggan untuk bercengkerama berlama-lama. Beragam fasilitas disediakan seperti WiFi dan tempat yang luas.
“Kalau saya lihat ya memang secara sosial dan budaya, di Jogja itu orang suka makan sekalian nongkrong. Entah itu sarapan, makan siang, atau malam. Makannya sekarang juga banyak warmindo yang konsepnya semi kafe,” jelasnya.
Dulunya warmindo di Jogja juga hanya berjualan menu makanan bubur kacang hijau dan mi instan. Saat ini, berkembang dengan menyediakan berbagai macam lauk-pauk yang lengkap juga.
Baca halaman selanjutnya…
Strategi yang membuat warteg akhirnya berkembang pesat di Jogja