Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Liputan Kuliner

Pertama Kali Makan di Warteg: Mendadak Goblok saat Ditanya “Mau Makan Apa?”, Kenyang tapi Menyesal, hingga Tebus Nasib Miris Masa Kecil

Muchamad Aly Reza oleh Muchamad Aly Reza
13 Juli 2025
A A
Pertama kali makan di warung makan warteg. Katrok saat ditanya menu hingga penyesalan setelah makan MOJOK.CO

Ilustrasi - Pertama kali makan di warung makan warteg. Katrok saat ditanya menu hingga penyesalan setelah makan. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Tergoda hingga kalap

Karena bingung, Gandika lantas melempar ke teman kerjanya agar dilayani terlebih dulu. Niat sebenarnya, ya biar Gandika tahu bagaimana cara temannya memesan.

Dan barulah Gandika tahu, ternyata cara pesannya adalah tinggal menunjuk saja lauk atau sayur sesuai selera.

Dari situ pula akhirnya Gandika tahu kenapa warteg kerap disebut sebagai warung makan touch screen (layar sentuh). Sebab, pembeli tinggal menyentuh layar kaca etalase, lalu jenis lauk atau sayur yang disentuh itu akan langsung berpindah ke piring.

“Aku lihat kan temanku itu pilah-pilih sesuka hati. Dicampur-campur. Jadi aku tiru,” ucap Gandika.

Dia lantas memilih beberapa varian sayur dan lauk. Tidak cukup satu lauk: telur ceplok balado, Gandika juga memilih lauk-lauk pelengkap seperti tahu hingga pentol.

Sensasi mewah untuk menebus keterbatasan menu di rumah

“Itu pengalaman pertama makan di warteg yang memberi lidahku pengalaman baru,” kata Gandika.

Sebab, selama ini, di rumah dia biasanya hanya makan dengan satu jenis sayur dan lauk. Misalnya tumis kangkung dan telur ceplok. Ya sudah, itu saja.

Itupun akan dimakan seharian (tidak ada istilah ganti menu tiap jam makan). Maklum orang desa, dan terlebih dari keluarga pas-pasan.

Maka, sensasi makan di warteg untuk pertama kali itu seperti menebus “keterbatasan” dalam hal makan. Karena dia bisa mencampur aneka lauk dan sayur dalam satu piring.

“Aku cocok-cocok saja dengan masakan warteg. Karena aku bukan tipe orang yang pilih-pilih kalau soal makan. Tapi yang paling penting, aku kenyang pol lah makan di warteg. Karena nasinya, kalau kata orang Rembang, munjung-munjung (menggunung atau melimpah ruah),” jelas Gandika. Sensasi merokok selepas makan di warteg pun terasa begitu nikmat.

Terbengong-bengong saat totalan

Tapi eh tapi, Gandika langsung terbengong-bengong saat totalan. Dia habis Rp30 ribu untuk sekali makan. Melihat itu, teman Gandika malah tertawa ngakak. Karena teman Gandika hanya habis belasan ribu saja.

“Lah kamu semua menu dipilih, ya jelas habisnya segitu lah,” kata teman Gandika.

“Bingung, Cok. Pas lihat kamu bisa memilih sesuka hati, aku ikut-ikut,” balas Gandika.

“Per item itu dihitung. Jadi harga menyesuaikan,” timpal Gandika.

Iklan

“Lah aku nggak mbok kasih tahu e, Cok,” balas Gandika.

Bagi orang pas-pasan seperti Gandika, apalagi saat itu dia baru mulai bekerja, kehilangan uang Rp30 ribu untuk sekali makan tentu menimbulkan penyesalan. Sebab, uang segitu seharusnya bisa digunakan untuk makan dua kali—atau bahkan tiga kali—sehari.

“Tapi enak dan kenyang kan?” Goda teman Gandika.

“Ya iya, kenyangnya iya. Enaknya iya. Tapi dompetku bisa ludes kalau aku kalap seperti tadi,” balas Gandika.

Salah strategi itu menjadi pelajaran penting bagi Gandika. Setelahnya, Gandika akhirnya lebih sering makan di warteg saat kemudian berpindah-pindah daerah kerja. Karena dia tidak bisa memungkiri kalau lidahnya cocok dan perutnya kenyang kalau makan di warteg.

“Jadi milihnya dua jenis saja. Sayur satu jenis, lauk satu jenis. Asal nasinya banyak, itu sudah cukup. Bagiku pokoknya asal kenyang,” tutur Gandika.

Namun, jika sedang punya uang lebih, Gandika biasanya akan mengaktifkan mode kalap. Kebahagiaan menurutnya, tidak melulu misalnya makan di restoran mewah. Tapi bisa makan dengan menu dua lauk sekaligus dalam satu piring seperti di warteg sudah sangat cukup: Sesuatu yang tidak pernah dia rasakan sejak kecil.

Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi

BACA JUGA: Burjo di Sekitar UNY Menyelamatkan Hidup Mahasiswa Semester Tua yang Terancam DO dan Tak Sanggup Bayar UKT atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan

 

 

 

 

Halaman 2 dari 2
Prev12

Terakhir diperbarui pada 13 Juli 2025 oleh

Tags: harga menu wartegmakan di wartegmenu wartegwartegwarung makan
Muchamad Aly Reza

Muchamad Aly Reza

Reporter Mojok.co

Artikel Terkait

Warung makan gratis buat Mahasiswa Asal Sumatra yang Kuliah di Jogja. MOJOK.CO
Liputan

5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana

4 Desember 2025
Belajar Bahaya Inflasi Pakai Bahasa Warteg MOJOK.CO
Esai

Belajar Bahaya Inflasi Pakai Bahasa Warteg Langganan yang Ketebalan Telur Dadarnya Semakin Berkurang dan Sayur Sop Terasa Hambar

17 September 2025
Bangku panjang warteg, tempat melamun nyaman yang jarang disadari MOJOK.CO
Kuliner

Bangku Panjang Warteg Tak Sekadar Tempat Duduk: Tempat Merenung Terbaik, Adu Nasib dan Saling Menguatkan

28 Agustus 2025
Ilustrasi Pertama Makan Warteg Jogja, Kalap dan Menyesal karena Miskin (Unsplash)
Pojokan

Pengalaman Pertama Kali Makan di Warteg Glagahsari Jogja: Jadi Kalap dan Menyesal karena Dompet Merana Miskinnya Terasa

5 Agustus 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

S3 di Bandung, Istri PNS Makassar- Derita Jungkir Balik Rumah Tangga MOJOK.CO

Jungkir Balik Kehidupan: Bapak S3 di Bandung, Istri PNS di Makassar, Sambil Merawat Bayi 18 Bulan Memaksa Kami Hidup dalam Mode Bertahan, Bukan Berkembang

1 Desember 2025
Guru sulit mengajar Matematika. MOJOK.CO

Susahnya Guru Gen Z Mengajar Matematika ke “Anak Zaman Now”, Sudah SMP tapi Belum Bisa Calistung

2 Desember 2025
Warung makan gratis buat Mahasiswa Asal Sumatra yang Kuliah di Jogja. MOJOK.CO

5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana

4 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra

4 Desember 2025
Judi Online, judol.MOJOK.CO

Pengalaman Saya 5 Tahun Kecanduan Judol: Delusi, bahkan Setelah Salat pun Doa Minta Jackpot

2 Desember 2025
Dari Jogja ke Solo naik KRL pakai layanan Gotransit dari Gojek yang terintegrasi dengan GoCar. MOJOK.CO

Sulitnya Tugas Seorang Influencer di Jogja Jika Harus “Ngonten” ke Solo, Terselamatkan karena Layanan Ojol

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.