Es doger, minuman sejuta umat ini ternyata mulai populer di Jogja sejak akhir 90-an. Satu hal yang sering terlupakan, femomena booming es doger di Jogja berawal dari kawasan UGM.
Minuman yang sejarahnya berasal dari Jawa Barat ini memang tak lekang zaman. Segar, jika disantap saat siang. Bukan hanya menyegarkan sebenarnya, tapi sekaligus mengganjal perut. Pasalnya, isiannya berupa jeli, sagu mutiara, alpukat, roti tawar berbalut susu kental manis coklat, dan ditutup dengan parutan es dengan sirup.
Saat ini, di Jogja, penjual es doger bisa dijumpai di berbagai sudut kota. Namun, jika menilik jauh ke belakang minuman ini awalnya booming lewat pedagang kaki lima di dalam kawasan kampus UGM.
Kisah itu saya dapat dari Supardi (54), seorang pedagang di Pusat Jajanan Lembah (Pujale) UGM. Warung Tentrem, miliknya, kini masih menjual menu seperti saat awal berjualan di pinggiran jalan. Menunya yakni es doger, siomai, dan batagor.
Sebelum direlokasi ke Pujale, Supardi berjualan di pinggiran jalan lembah UGM sekitar Stadion Pancasila sejak 2001. Saat itu, kawasan Kampus Kerakyaratan ini suasana masih sangat berbeda. Jalan-jalan di dalam kampus masih jadi rute berkendara masyarakat. Sehingga banyak pedagang di sana.
Maraknya es doger di Jogja berawal dari UGM
Sebenarnya, lelaki ini awalnya merupakan pebisnis mie ayam. Namun, bangkrut saat terjadi krisis moneter pada 1997-1998. Titik balik usahanya terjadi saat melihat deretan penjual es doger yang begitu ramai di jalanan lembah UGM.
“Saat main ke Jogja saya lihat kok banyak penjual es doger di sekitar lembah UGM. Pembelinya juga bukan cuma mahasiswa UGM saja. Ramai pokoknya,” ungkapnya.
Hal itu tiba-tiba memantik semangat Supardi untuk memboyong kembali keluarganya ke Jogja. Ia langsung berusaha mengurus izin penggunaan tempat untuk berjualan. Meski hanya dapat di pojokan ia yakin jika sudah digariskan Tuhan maka rezeki tetap datang.
Saat itu, kawasan lembah UGM memang sedang booming penjual es doger, siomai, dan batagor. Namun, akhirnya pedagang harus berpindah setelah ada kebijakan penataan area kampus. PKL di pinggiran jalan pindah ke berbagai lokasi lain. Sementara Supardi, beruntung karena dapat relokasi yang masih di dalam kampus.
Kampus berubah, kini pedagang berpencar, jejaknya bisa ditemui di Balai Yasa
Jejak pedagang es doger yang dulunya berawal dari lembah UGM kini juga bisa terlihat di area Balai Yasa Jogja. Di situlah, lokasi kuliner yang cukup ikonik di Jogja. Saat siang, orang rela antre demi bisa merasakan kesegaran minuman sekaligus berteduh di bawah pepohonan rindang sekitar sana.
Salah satu lapak penjual di sana yakni Es Doger Mas Chandra. Pemiliknya namanya bukan Chandra, melainkan Maringan Tua (49). Saat saya wawancara, ia bercerita bahwa ‘Chandra’ bukan nama aslinya. Sapaan itu datang dari kawan tongkrongan semasa muda.
Chandra mulai membuka usaha es doger tahun 1998 di kawasan lembah UGM. Racikan es doger yang awalnya ia buat tentu berbeda dengan sekarang. Ia mengaku asal-asalan saja saat awal jualan.
“Mungkin karena dulu [di lembah UGM] masih jarang ada penjual. Jadi ya bisa laku dan lumayan ramai. Saya akhirnya mikir, kalau begini hasilnya bisa buat hidup nih,” ujarnya.
Hanya berselang beberapa bulan, Chandra sudah membuka cabang baru di dekat Kantor Telkom, Kotabaru, Yogyakarta. Keberanian itu muncul karena omzet penjualan di lembah UGM kala itu sehari sudah bisa berkisar Rp150-200 ribu rupiah.
Seperti Supardi, Chandra akhirnya pindah dari UGM setelah area tersebut ditata. Cabang di dekat Kantor Telkom juga sudah tidak buka lagi. Kini ia fokus di Balai Yasa.
Penulis: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Kesegaran Es Doger Balai Yasa dan Kenangan tentang Lapas Cebongan
Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News