Obati rasa kecewa karena anak sendiri tak mau kuliah
“Kalau putra Jenengan, kuliah juga?,” tanya saya mencoba memastikan. Suparno tersenyum sebelum akhirnya menggeleng tipis.
Suparno hanya memiliki satu anak, seorang laki-laki. Yang mana dari anaknya tersebut ia kemudian mendapat seorang cucu perempuan yang pagi itu ia bawa serta untuk menyaksikan prosesi wisuda UGM.
Suparno sendiri sempat berharap bisa menguliahkan sang anak, dengan harapan, selain punya ilmu banyak juga kelak punya peluang besar mendapatkan pekerjaan layak.
“Nggak harus UGM. Pokoknya mau kuliah dulu aja. Tapi anaknya nggak mau,” beber Suparno.
Suparno bahkan akan bekerja lebih keras untuk mencari-carikan uang, agar anaknya tersebut bisa kuliah dan menjadi sarjana.
Sebagai tambahan informasi, Suparno sendiri saat ini bekerja sebagai sopir truk muatan lintas provinsi.
Ia menjadi sopir sebenarnya sudah sejak tahun 1988. Namun di masa itu, ia hanya merupakan sopir pick up untuk area Jogja saja.
Lalu pada 1991, Suparno beralih menjadi sopir bus pariwisata, hingga akhirnya berhenti sejak pandemi Covid-19 tengah parah-parahnya pada 2020 silam.
“Bus nggak bisa jalan, to. Pariwisata mandek. Nggak ada pemasukan. Terus akhirnya tahun 2021 akhir mulai jadi sopir truk,” terangnya.
Sayangnya, sang anak yang hobi othak-athik motor tak mau melanjutkan kuliah setelah lulus dari SMK. Kata Suparno, anaknya tersebut ingin membuka bengkel.
“Alhamdulillah, bengkelnya lancar. Terus nikah, punya anak satu ini,” ucap Suparno.
Usaha bengkel sang anak memang menghasilkan cuan. Namun, pada awalnya Suparno juga ingin agar sang anak memiliki nilai lebih jika menjadi sarjana.
Suparno memang bangga karena sang kenponakan hari ini wisuda di UGM. Namun, ia tetap tak mempermasalahkan keputusan anaknya sendiri yang memilih dan menentukan jalan hidupnya sendiri. Kendatipun di satu sisi juga seringkali muncul rasa eman.
Reporter: Muchamad Aly Reza
Editor: Agung Purwandono
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News