Alasan kuliah tersendat hingga menjelang drop out
Situasi yang Mabrur alami sekarang sebenarnya gara-gara hal yang cukup unik. Awalnya, ia merasa salah jurusan kuliah. Penyebabnya adalah salah input jurusan saat mendaftar beasiswa.
“Aslinya aku pengin ke IPB. Tapi keteledoran membawaku ke ITS,” kenangnya terkekeh.
Saat itu, ia yakin betul sudah memilih IPB sebagai destinasi studi. Namun, setelah itu ia penasaran dengan pilihan-pilihan lain yang ada di drop menu.
“Aku coba lihat-lihat pilihan lain jurusan. Sempat aku klik beberapa jurusan itu tapi akhirnya aku ubah lagi jadi di IPB,” ujarnya.
Setelah itu ia langsung memencet tombol simpan. Formulir itu memang punya mekanisme autosave sehingga progress penyisian bisa diteruskan pada kesempatan lain.
Beberapa waktu berselang, surat rekomendasi yang Faisal tunggu baru tiba di hari terakhir pendaftaran beasiswa. Tak pelak, ia harus segera mencari sinyal internet karena rumahnya kebetulan berada di pelosok.
“Waktu sudah mepet, akhirnya malam-malam aku pergi ke warnet untuk mengunggah berkas,” terangnya.
Di tengah kondisi terdesak, ia segera mengunggah berkas surat rekomendasi lalu melakukan finalisasi data tanpa mengecek kembali keseluruhan formulir. Ia mengira semuanya sudah terisi secara benar.
“Baru sadar beberapa hari berselang saat aku print formulir pendaftaran untuk tes. Ternyata kok pilihanku bukan IPB melainkan ITS,” tuturnya.
Kesalahan itu membawanya ke Surabaya. Saat itu, ia mengaku sayang jika tidak memanfaatkan beasiswa itu. Namun, saat menjalani kuliah justru ia jadi tidak niat. Akhirnya banyak mata kuliah yang mengulang dan membawanya sampai batas maksimal semester kuliah.
Telat lulus gara-gara masalah kompleks
Kisah lain datang dari seorang mahasiswa UNY bernama Ahmad (25). Ia saat ini juga berada di penghujung semester ke-13.
Sejak awal kuliah di UNY, ia memang harus berjuang untuk membiayai kuliahnya seorang diri. Ada uang saku, namun jauh dari cukup untuk memenuhi berbagai kebutuhannya di Jogja/
“Makannya aku ambil beberapa pekerjaan sampingan yang kerjanya sore atau malam untuk memenuhi kebutuhan kuliah,” ungkapnya.
Namun, pandemi akhirnya mendera dan membuatnya kehilangan pekerjaan. Lantas, ia sempat mengambil cuti kuliah.
Di saat cuti itu, kesempatan bekerja datang lagi. Namun, kali ini justru membuatnya keasyikan. Ketika sudah masuk kuliah kembali, ia masih nyaman dengan pekerjaannya. Sehingga skripsi pun agak tertinggal.
Di sisi lain, jurusannya di UNY memang terkenal dengan mahasiswa yang kuliahnya molor. Bahkan sampai di semester 13, masih ada sekitar 20 dari 60 mahasiswa satu angkatan yang belum lulus.
“Jadi kalau bisa lulus 4 tahun itu kaya keren di jurusanku. Padahal itu bare minimum,” ungkapnya.
Keinginan untuk lulus masih terus ada dalam pikiranya. Melihat teman-temannya yang sudah bernapas lega menyandang gelar sarjana dari UNY juga kadang mendatangkan rasa iri.
“Tapi akhirnya aku sudah berdamai dengan kondisiku. Bahkan, jujur aku dah ada banyak opsi mau lanjut kuliah di mana, mana daftar program kuliah apa, dan sebagainya. Seandainya aku DO–karena masa studi habis,” pungkasnya.
Penulis: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Curhatan Mereka yang Bernasib Sial karena Tertipu Konser Bodong
Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News