Saat memasuki musim penerimaan mahasiswa baru (PMB), PTS di Jogja berlomba-lomba menarik mahasiswa sebanyak mungkin. Masalahnya, akreditasi dan nama besar kampus yang belum seberapa, menjadi penghambatnya. Makanya, cara-cara tricky pun mereka tempuh, termasuk menerjunkan para makelar yang tugasnya mendapatkan mahasiswa sebanyak mungkin.
Soal pengalaman dengan yang kita sebut saja “makelar PTS” itu, Aldi (19) punya cerita tersendiri. Pada 2023 lalu, sekelompok mahasiswa datang mempromosikan kampus mereka ke sekolah Aldi. Saat itu, ia masih SMA dan sedang bersiap buat SNBT.
Mahasiswa yang datang buat promosi ini kebanyakan dari PTS di Jogja. Dan, tak cuma dari satu kampus, tapi banyak. Dalam sehari, sekolahnya bisa kedatangan 2-3 PTS.
“Masalahnya, aku sama sekali belum mendengar nama kampus ini. Pas aku cek di IG, followernya pun cuma dua ribuan,” kata mahasiswa asal Wonogiri ini, berkisah pada Mojok, Senin (8/7/2024) malam.
Aldi menilai, cara para makelar PTS ini mempromosikan kampus juga agak lain. Gayanya seperti MLM. Alih-alih mengenalkan jurusan unggulan dan prestasi kampus, Aldi dan teman-temannya diajak ikut permainan ice breaking.
Siswa yang menang, kata Aldi, namanya bakal dimasukkan ke daftar prioritas masuk PTS tadi. Sementara siswa lain tetap wajib mengisi formulir pendaftaran dan mem-follow akun IG kampus itu.
“Katanya sih, isi aja dulu formulirnya. Itu sifatnya wajib, orang aku aja yang nggak tertarik daftar tetap wajib ngisi. Katanya, nanti kalau kita minat daftar ke PTS itu, udah nggak perlu isi form lagi,”ujarnya.
“Sama mereka bilang terang-terangan, ‘yang tertarik daftar punya kesempatan dapat penghasilan tambahan’. Ternyata penghasilan tambahan itu dari ngajak temannya yang lain buat daftar.”
Makelar PTS sudah jadi rahasia umum di Jogja
Mengutip data Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI), Jogja (Wilayah V) memiliki 126 kampus. 11 di antaranya merupakan kampus negeri (PTN), sementara sisanya adalah PTS.
Sayangnya, dari ratusan PTS tersebut, baru delapan kampus terakreditasi unggul. Mereka antara lain UII, UAD, UAJY UMY, UNISA, Sanata Dharma, UKDW, dan Poltliteknik YKPN. Sementara sisanya masih struggle dalam menaikkan status kampus mereka.
PTS-PTS yang masih struggle itu, banyak yang belum mengantongi peringkat akreditasi tertinggi dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT). Alhasil, di kampus-kampus inilah para makelar PTS bekerja untuk menarik mahasiswa dengan cara ala-ala MLM.
Menurut Ali* (28), salah satu makelar PTS yang Mojok temui, rayuan-rayuan ala orang MLM adalah metode terbaik yang bisa dipakai untuk menggaet mahasiswa. Sebab, kalau adu nama besar atau prestasi, sudah pasti kalah dengan PTN atau PTS yang lebih elite.
“Aku mau bilang, hampir semua PTS kecil di Jogja punya tim marketing kayak gini di kampus mereka,” kata lelaki yang sudah tiga tahun bekerja untuk sebuah kampus swasta di Jogja itu, Senin (9/7/2024).
Berdasarkan data BAN-PT, lembaga yang memiliki database akreditasi kampus-kampus di Indonesia, PTS tempat Ali bekerja akreditasinya masih C. Kampusnya pun juga tak terlalu mewah dan luas, meski lokasinya strategis di tengah kota.
“Kebayang kan, Mas, kalau kita kudu bersaing sama univ-univ gedhe itu, pasti kalah. Makanya cara-cara lain kami pakai buat dapat mahasiswa,” jelas makelar PTS ini.
Pakai sistem MLM, tiap satu mahasiswa bisa dihargai 500 ribu
Ali bercerita, masing-masing PTS di Jogja punya cara masing-masing buat mempromosikan kampus mereka. Namun, berkaca dari pengalamannya di lapangan, kebanyakan makelar PTS ini memakai cara-cara MLM.
“Tim yang paling atas itu menyebar tim kecil ke lapangan. Nah, tiap satu anggota di tim itu dapat satu mahasiswa, mereka bakal dapat fee,” ungkap Ali.
“Biasanya, calon mahasiswa yang diajak itu juga bakal ngajak calon mahasiswa lain karena ada duitnya. Dan begitu seterusnya. Persis kayak MLM.”
Uang yang diperoleh untuk tiap satu mahasiswa pun beragam. Di PTS tempat Ali bekerja, ada yang dihargai Rp100 ribu sampai Rp500 ribu per kepala.
Tiap siswa yang dibawa, ada kriteria khusus yang menentukan perbedaan harga. Namun, Ali juga tak terlalu paham variabel apa yang bikin harga bisa beda-beda. Sepengalaman dia, sih, kalau siswa yang berhasil diajak mendaftar merupakan yang berprestasi di sekolahnya, harganya bisa lebih mahal.
“Cuman ya jarang dapat yang berprestasi di sekolah. Mereka udah lari ke PTN kan pastinya. Jadi dapat sisa-sisa aja,” kata sang makelar PTS di Jogja itu.
Paling besar, Ali pernah mendapatkan penghasilan sampai Rp16 juta karena berhasil mendapatkan puluhan calon mahasiswa.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA Saya Menyesal Lolos Seleksi Mandiri UNY, Biaya Kuliah Selangit Bikin Keluarga Tersiksa!
Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News