Ngaku mahasiswa Teknik Elektro ITS Surabaya tapi nggak bisa apa-apa
Ibu Sami benar-benar melakukan apa yang Sami sarankan. Setiap ada tetangga atau orang desa yang bertanya soal kuliah Sami, sang ibu akan dengan mantap menjawab: Teknik Elektro ITS Surabaya.
Warga desanya barangkali asing juga dengan nama ITS. Namun, label Teknik Elektro dan penjelasan singkat “belejar kelistrikan dan elektronik” membuat orang-orang yang bertanya manggut-manggut.
“Sial betul memang. Sejak semester 1 loh, tiap pulang kampung, ada saja tetangga yang kalau ada apa-apa minta tolong aku,” ungkap Sami.
“Misalnya, listrik rumah korslet. Alat-alat elektronik (seperti hp, mesin cuci, tv, bahkan sesepele charger nggak konek) juga minta bantuan aku buat betulin. Kata mereka, aku kan kuliah elektronik (maksudnya Teknik Elektro), pasti bisa lah,” sambungnya.
Kenyataannya, Sami buta sama sekali soal elektronik. Yang dia pelajari adalah Pendidikan Fisika. Secara teori, ada part-part perihal kelistrikan yang dia pahami. Tapi secara praktik, dia mengakui nol besar.
Berujung dianggap bodoh
Setiap ada tetangga yang minta bantuan, Sami hanya bisa mengiyakan dengan senyum getir. Sudah kepalang tanggung dia ngaku-ngaku sebagai mahasiswa Teknik Elektro ITS Surabaya.
“Misalnya, soal hp. Ya kubawa dulu hp-nya di rumah. Di kamar, aku cuma bengong ini mau diapain?,” tutur Sami.
“Yang paling gemeteran pas mesin cuci sama listrik. Aku saja takut kesetrum kok. Ya akhirnya cuma pura-pura kulihat dan cek aja,” sambungnya.
“Terus akhirnya bagaimana?” Tanya saya.
“Jelas nggak bisa lah. Aku selalu bilang, sudah kucoba, tapi nggak bisa. Bawa ke ahlinya aja kalau nggak beli baru,” jawab Sami.
Meski begitu, masih ada saja yang menganggap Sami menguasai elektronik. Termasuk orangtuanya sendiri. Dan seperti yang sudah-sudah, selalu berujung: Sami tidak bisa membetulkan.
Lalu, lambat-laun, Sami mulai mendengar selentingan-selentingan sumbang dari tetangga. Seperti, “Katanya kuliah elektronik kok nggak bisa.” “Kayaknya nggak tenanan (sungguh-sungguh) kuliahnya,” dan sejenisnya.
Sami hanya pasrah saja. Semua itu terjadi karena kesalahannya sendiri.
Upaya jujur yang begitu berat
Seiring itu, Sami sebenarnya sempat terbersit ingin jujur saja. Minimal kepada orangtuanya bahwa dia tidak kuliah di Teknik Elektro ITS. Tapi di Pendidikan Fisika di sebuah kampus yang mungkin tidak begitu terkenal.
Namun, Sami kepalang takut kejujuran itu akan mengecewakan orangtuanya. Ketika wisuda pada 2023 lalu pun dia tidak meminta orangtuanya hadir dengan berbagai alasan.
“Sekarang aku jadi guru SMP. Guru Fisika. Kadang orangtua juga nyinggung, lah kamu sekolah elektronik kok malah jadi guru. Mbok coba buka servis-servis alat. Gitu kata ibu-bapak,” tutur Sami.
“Tetangga apa lagi. Tetep jadi bahan rasan-rasan lah,” imbuhnya.
Entah kapan Sami akan berani untuk mengungkapkan yang sebenarnya. Barangkali tidak akan diungkapkan sama sekali.
Tapi, kebohongan semacam itu sangat menyiksa. Oleh karena itu, pesannya bagi anak-anak muda yang kini tengah menanti pengumuman UTBK-SNBT, harap jangan pernah gengsi atas apa yang terjadi pada hidup masing-masing. Jalani dengan penuh percaya diri.
Dalam konteks jurusan dan kampus, label ternama hanyalah label. Yang menentukan seseorang bakal sukses atau tidak adalah ketekunannya dalam belajar dan mengasah keterampilan. Begitu pesan dan saran dari Sami.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi
BACA JUGA: Mahasiswa Semester Tua Pura-pura Wisuda padahal Belum Lulus, Demi Senangkan Orangtua Foto Bareng di Kampus atau liputan Mojok lainnya di rubri Liputan











