Dapat dosen pembimbing yang suka menghilang jadi derita bagi mahasiswa. Mojok bertemua dua mahasiswa UNY harus berjuang menyelamatkan gelar sarjana gara-gara dinamika dengan pembimbing skripsi.
***
Pepatah lama menyebut, kalau kuliah itu gampang masuknya tapi sulit keluarnya. Dalam kata lain, untuk bisa lulus, tak hanya satu rintangan yang harus dihadapi. Tetap ada seabrek.
Mulai dari mata kuliah yang terus mengulang di tiap semester, skripsi yang nirprogres, hingga alasan mengada-ada seperti “fokus organisasi”.
Namun, di luar persoalan tadi, ada satu faktor lain yang abai buat disorot, yakni faktor dosen pembimbing yang ilang-ilangan.
Di banyak kampus, persoalan ini sebenarnya bukan hal baru. Ada banyak mahasiswa yang mengaku skripsinya jadi mandek karena dosen pembimbing alias dosbingnya tiba-tiba menghilang saat proses bimbingan.
Ismail (24) masih terlihat geram saat menceritakan pengalaman yang ia alami kurang lebih enam bulan silam. Saya, yang menemuinya di salah satu sudut kantin Fakultas Bahasa, Seni dan Budaya (FBSB) UNY, bahkan ikut terbawa rasa kesal saat ia sedikit demi sedikit merangkai kisah sebagai korban ghosting dosen pembimbing skripsi alias dosbing.
Mahasiswa UNY asal Magelang, Jawa Tengah ini merupakan mahasiswa tingkat akhir. Ia masuk Fakultas Ilmu Sosial UNY pada 2018 lalu. Artinya, saat ia di-ghosting statusnya adalah mahasiswa semester sembilan. Udah semester tua, tapi hilal kelulusan pun tak kunjung kelihatan juga.
Ia mengakui, masalah-masalah seperti mengulang mata kuliah, rasa malas, jadi salah dua faktor mengapa dirinya tak kunjung menyelesaikan studi S1. Meski demikian, alasan lain seperti diabaikan–atau dalam bahasa dia: “di-ghosting“–dosen pembimbing juga jadi faktor tak kalah menentukan.
Bagaimana tidak, gara-gara dosen pembimbing skripsi yang tak kooperatif, ia terpaksa menyia-nyiakan satu semester masa studinya.
“Kalau saja waktu itu beliau enggak meng-ghosting, mungkin aku bisa lulus dan wisuda lebih cepat,” kisah Ismail, Selasa (12/12/2023).
Sebulan chat diabaikan, tapi sering kelihatan di kampus
Awal mula “pertemuan” Ismail dengan sang dosbing terjadi pada pertengahan tahun 2022. Kala itu, ia sudah mantap mengambil judul skripsi yang dengan pedenya ia sesumbar “akan diselesaikan kurang dari enam bulan”.
Sayangnya, rasa pesimistis mulai muncul saat dia dapat dosbing seorang dosen yang terkenal alot.
“Kapasitasku ya enggak seberapa, tapi dapet dosbing yang alot dan perfectionis kayak beliau. Jadinya udah kagok duluan,” kata Ismail.
Dirinya sadar bahwa seorang dosen idealnya memang harus perfectionist supaya skripsi mahasiswanya bisa presisi, kata dia. Namun, satu hal yang tidak ia sukai dari sang dosen adalah wataknya yang lambat dalam merespon chat alias slow response.
“Pernah aku chat minta bimbingan. Enggak ada balasan hampir dua minggu,” kisahnya.
Ismail sempat berpikir, mungkin sang dosen lagi sibuk urusan penelitian dan sejenisnya, makanya ia tak sempat membalas pesan. Untuk memastikan, ia pun coba menemui sang dosen langsung di kampus karena teman-temannya bercerita kalau yang bersangkutan masih sering terlihat mengajar. Saat itu situasi kampusnya memang sudah menerapkan pembelajaran hybrid, luring dan daring, meski dengan protokol ketat.
“Benar, bisa bertemu beliau. Tapi beliau hanya bilang, ‘tolong diingatkan lagi ya’,” ujarnya.
“Setelah itu, berikut hari aku ingatkan lewat chat lagi. Dan dua minggu enggak dibalas. Jadinya total sebulan chatku dianggurin,” sambungnya.
Mahasiswa UNY beruntung bisa ganti dosen pembimbing
Sejak di-ghosting selama sebulan, Ismail mengaku cukup kehilangan semangat dalam mengerjakan skripsinya. Padahal, effort-nya cukup besar. Termasuk harus bolak-balik Magelang-Yogyakarta buat ambil data.
“Sejak di-ghosting itu, hilang aja respect-ku sama beliau,” kata dia.
Ia pun berinisiatif melaporkan perilaku sang dosen ke ketua program studi. Alhasil, laporannya didengarkan. Sejak saat itu, sang dosbing sudah mulai aktif tanya-tanya soal progres skripsinya. Ismail pun sedikit menghela nafas lega.
Sayangnya, bulan madu itu tak bertahan lama. Perilaku dosen yang suka ghosting itu kumat lagi. Kekesalannya pun memuncak, ditambah orang tuanya sudah cerewat menanyakan kapan dirinya akan lulus.
“Memang tak separah dulu, palingan ya Senin aku chat baru bales hari Kamis. Cuma ya tetap aja itu bikin kesal karena skripsiku jadi enggak ada progres,” kata Ismail dengan geram.
Sepanjang satu semester melewati rangkaian bimbingan dan revisi yang penuh lika-liku, Ismail merasa usahanya tak kemana-mana. Jangankan selesai seperti yang ia sesumbarkan di awal, Bab I saja belum selesai karena selain jadwal bimbingan yang tak pasti, sang dosen juga menuntut kesempurnaan.
“Padahal kalau mau jujur, skripsi temanku itu B aja, tapi okelah gampang di-acc sama dosbingnya dan cepat kelarnya. Lha aku, boro-boro orang revisian banyak, kayak ngerasa dipersulit aja jadinya.”
Akhirnya di semester yang baru, Ismail memutuskan untuk memulainya dari nol lagi. Ia keukeuh ganti dosbing, bahkan juga ganti judul. Materi skripsinya ia bikin lebih sederhana, effort tak terlalu ngoyo, dan dosbing yang lebih bersahabat.
Kalau lulus lama, cuma mahasiswa yang disalahkan
Pengalaman serupa juga pernah dialami teman sejurusan Ismail bernama Rudi (23). Bedanya, apa yang ia alami tak separah temannya yang harus di-ghosting dan terkatung-katung selama sebulan.
“Beda dosen [dengan Ismail]. Tapi beliau ini memang terkenal suka pergi kemana-mana, penelitian atau ngisi-ngisi seminar, jadinya urusan bimbingan banyak yang ditelantarkan,” kata Rudi, Selasa (12/12/2023).
Saat tengah berada di masa bimbingan, tiba-tiba sang dosbing yang mengampu skripsi Rudi hilang tanpa kabar. Chat-nya centang satu, di kampus pun yang bersangkutan sering tidak kelihatan. Padahal, waktu itu Rudi tengah mengajukan waktu buat bimbingan.
Oleh karena hampir dua minggu tak ada kabar, Rudi pun berinisiatif datang ke prodi untuk mencari kepastian.
“Ternyata setelah aku tanya ke prodi, dosen yang bersangkutan sedang penelitian ke luar kota,” jelas Rudi menceritakan alasan “menghilangnya” sang dosen.
Di satu sisi, Rudi cukup lega karena dapat jawaban terkait kegundahannya. Namun, di sisi lain ia juga sedikit khawatir kalau-kalau sang dosbing terlalu lama menghilang sehingga progres skripsinya jadi mandek.
Untungnya, yang bikin Rudi lega, setelah kembali dari urusannya, sang dosbing bisa kooperatif. Meskipun ada kemoloran karena sang dosen masih sering ilang-ilangan, skripsinya akhirnya rampung dan dia telah lulus. Mahasiswa UNY ini akhirnya wisuda pada 1 Desember 2023 kemarin.
“Kampus kan nuntut kita buat lulus cepat. Kadang kita udah berusaha, tapi tetap saja masih ada oknum dosen yang bikin lama skripsi kita rampung karena ilang-ilangan. Padahal kalau enggak lulus-lulus, kita-kita aja mahasiswa yang disalahin,” pungkasnya.
Penulis: Ahmad Efendi
Editor: Hammam Izzuddin
BACA JUGA Buruh Jogja Minta UMK Naik Jadi Rp4 Juta, Pemda Minta Bersabar
Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News