Jumlah mahasiswa di tiap jurusan itu umumnya ada banyak. Namun, bagaimana jika hanya ada empat mahasiswa di satu angkatan kuliah?
Salah satu mahasiswa yang mengalami situasi tersebut adalah Muhammad Ikhsan (18), seorang mahasiswa di salah satu kampus negeri di Gorontalo. Pertemuan saya dengannya terjadi di sebuah Grup Facebook. Di grup yang berisi keluh-kesah mahasiswa itu, Ikhsan sempat menyinggung kehidupan kuliahnya. Ia bercerita kalau kelasnya hanya berisi empat orang.
Saya pun menghubungi Ikhsan untuk mendengar ceritanya secara lebih banyak.
Masuk jurusan sepi mahasiswa gara-gara ditolak SNPB
Ikhsan, atau biasa teman-temannya panggil Ican, adalah mahasiswa program studi D4 Arsitektur Bangunan Gedung (ABG) Universitas Negeri Gorontalo (UNG) angkatan 2023.
Lelaki asal Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah ini mengaku, sebenarnya dia masuk kampusnya ini gara-gara ketidaksengajaan. Awalnya, Ican memilih Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta dan Universitas Tadulako (Untad) Sulawesi Tengah di seleksi masuk kampus tanpa tes alias SNBP.
“Alasannya dua kampus itu menyediakan prodi yang linear dengan jurusan sekolah saya,” kata Ican kepada Mojok, Minggu (11/2/2024) malam. “Saya pengennya kuliah di arsitektur atau teknik sipil.”
Sebelumnya, Ican bersekolah di salah satu SMK jurusan gambar bangunan di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah.
Sayangnya, Ican tidak lolos SNBP. Ia pun terpaksa ikut tes UTBK. Di tes tertulis tersebut, dia memilih dua kampus negeri, yakni Universitas Diponegoro (Undip) dan UNG.
Saat hasil keluar, Ican diumumkan lolos pada pilihan kedua di UNG. “Sebenarnya kepikiran buat ikut ujian mandiri lagi, karena di UNG ini prodinya baru. Tapi karena alasan biaya, enggak apa-apalah lanjut aja.”
Jurusan baru di UNG dan termasuk langka di Indonesia
ABG sendiri memang merupakan salah satu program studi anyar di UNG. Mereka baru menerima mahasiswa dalam dua tahun terakhir. Artinya, Ican merupakan angkatan kedua di ABG UNG.
Selain baru, jurusan ilmu terapan ini juga termasuk langka. Berdasarkan catatan Dikti, hanya ada empat kampus: dua politeknik dan dua universitas yang membuka jurusan ini.
Kampus-kampus ini meliputi Politeknik Negeri Pontianak, Politeknik Negeri Samarinda, Universitas Lampung, dan kampus Ican, UNG.
Alhasil, Ican pun cukup kesulitan untuk bikin jejaring atau forum jurusan se-daerah atau bahkan nasional. Jangankan berjejaring, untuk membuat himpunan mahasiswa jurusan (HMJ) saja ia masih struggle karena minimnya jumlah mahasiswa.
“Total baru ada 12. 8 angkatan sebelumnya dan 4 dari angkatan saya,” jelasnya.
Kuliah serasa les privat
Ican baru mengetahui kalau jumlah mahasiswa di angkatannya sangat sedikit sata dia masuk grup ospek atau PKKMB. Dia kaget, ternyata hanya ada empat orang di grup. Lebih kaget lagi ketika bertemu langsung di acara PKKMB, yang ternyata hanya ada hanya tiga orang yang datang.
“Satu lagi nyasar di jurusan lain,” kata dia.
Oleh karena jumlah mahasiswa di kelasnya amat sedikit, Ican merasa kalau kuliahnya malah serasa les privat alih-alih kuliah. Antarteman pun jadi akrab karena mau tak mau ketika tugas kelompok, isinya ya itu-itu saja.
Bahkan, Ican juga bercerita, gara-gara jumlah mahasiswa sedikit beberapa dosen pernah mengundang mereka untuk kuliah di rumahnya. “Kami kuliah langsung di rumah dosen. Sehabis belajar malah dia ngajak makan-makan di rumahnya.”
Selain itu, kata Ican, dosen juga jadi lebih teliti dalam mengoreksi sebuah tugas. Gara-gara hanya ada empat orang yang mengerjakan, dosen biasanya mengoreksi masing-masing tugas secara lebih teliti dan berulang-ulang, sehingga dia jadi makin memahami mata kuliah.
“Bayangkan saja kalau ada 30 orang, pasti mengoreksi tugasnya enggak akan sedetail itu,” ujarnya.
Baca halaman berikutnya…
Mahasiswa sedikit, tapi sering dapat perlakuan istimewa dari masyarakat