Beberapa mahasiswa Jurusan Teknik di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) tak sepakat dengan stigma yang melekat pada mereka. Terutama mahasiswa laki-laki yang dianggap red flag, di mana perilaku mereka dianggap membahayakan dalam suatu hubungan.
***
“Siapa sih yang framing anak teknik itu red flag?” tanya Akmal (21), mahasiswa Jurusan Teknik Industri yang cukup kesal saat saya tanya soal stigma tersebut pada Rabu (12/3/2025).
Mahasiswa Jurusan Teknik Industri itu pun mengaku bingung, mengapa kebanyakan masyarakat, khususnya perempuan melabeli anak teknik sebagai laki-laki buaya darat? Padahal, mereka juga bisa setia dan tidak bermaksud merayu lawan jenis tanpa niat serius.
“Anak teknik itu green flag, karena kami sudah biasa kumpul sama cewek jadi tahu cara memperlakukan mereka,” ucapnya.
Red flags merupakan sinyal berbahaya. Biasanya digunakan warga net untuk menunjukkan adanya tendensi kekerasan dalam suatu hubungan. Dengan begitu, mereka bisa menghindari atau mempertimbangkan hubungan tersebut.
Mahasiswa Jurusan Teknik di ITS dominan laki-laki
Akmal tak menampik jika kebanyakan mahasiswa teknik terdiri dari laki-laki. Berdasarkan laporan data ITS tahun 2019, jumlah laki-laki hampir 11 ribu dibandingkan perempuan yang hanya 7 ribu lebih. Barangkali itu yang membuat mereka rentan dibilang buaya darat.
Namun, jumlah mahasiswa di jurusannya tergolong seimbang antara laki-laki dan perempuan. Oleh karena itu, menurut dia, mahasiswa Jurusan Teknik terbiasa bergaul dengan bawaan yang santai. Tidak sulit bagi mereka untuk berteman dengan perempuan.
Apalagi, di jurusannya jumlah laki-laki dan perempuan terbilang seimbang alias rata. Tidak ada yang lebih dominan, sehingga mereka bisa dengan mudah berinteraksi.
Hanya saja, perempuan memang perlu waspada. Mahasiswa teknik yang mendekati mereka, bukan berarti menggoda walaupun bisa jadi memang ada ketertarikan. Namun, tak menutup kemungkinan jika mereka hanya ingin berteman. Situasi itu juga umum dilakukan, selain dari mahasiswa teknik.
“Mungkin ada cewek yang ngiranya lebih, padahal si cowok ini cuman mau akrab. Soalnya kalau anak teknik sudah serius, mereka nggak bakal main-main,” ujarnya.
Senada dengan Akmal, David (23) yang merupakan mahasiswa Jurusan Teknik Sipil menepis anggapan jika rata-rata mahasiswa teknik buaya darat. Sejauh ini, hubungannya dengan perempuan memang putus nyambung. Rata-rata di bawah dua bulan. Namun, anak-anak teknik tergolong setia.
“Mungkin ceweknya aja yang suka dimainin sama cowok teknik,” kata dia.
Alasan mahasiswa Jurusan Teknik di ITS suka ghosting
Sementara itu, Akmal sepakat jika kelulusan mahasiswa teknik tergolong sulit. Ada beberapa dosen di beberapa jurusan yang susah sekali memberikan nilai bagus. Belum lagi materinya yang tidak mudah.
“Malah sering kali bisa aja, setengah kelas bahkan satu kelas tuh ngulang mata kuliah,” ujar Akmal.
Oleh karena itu, Akmal tak bisa menampik jika anak teknik suka ghosting alias ilang-ilangan, tapi ia juga tidak bisa membenarkan kalau anak teknik sering nggak ada kabar tanpa alasan. Sebab, mereka memang dibebani tugas kuliah dengan laporan praktikum yang bejibun.
“Kalau lagi di lab bisa sampai malam. Jadi ya memang kami nggak bisa dua puluh empat per tujuh (memberikan kabar), karena ada urusan akademik yang menunggu,” ujar mahasiswa ITS tersebut.
“Tapi kalau laporan praktikum yang ribet aja masih diperhatiin, apalagi pasangan kan?” lanjutnya.
Namun, tentu tidak semua dosen pelit nilai atau killer. Ada juga mahasiswa yang mudah menangkap materi saat dosen menjelaskan atau belajar mandiri. Alhasil, nilainya pun tetap bagus dan lulus tepat waktu.
Prioritas kuliah ketimbang pacaran
Di sisi lain, Hafiz (21), mahasiswa Teknik Kimia berujar lulus lama atau tidaknya mahasiswa tergantung semangat dan tanggung jawab mereka dalam menyelesaikan studi. Menurut dia, apa yang sudah dimulai harus diselesaikan.
Hafiz juga mengklaim tidak semua laki-laki di Jurusan Teknik adalah buaya. Ia sendiri berhasil membuktikan dengan menjalin hubungan bersama mahasiswi yang juga teknik.
“Hubungan kami sudah berjalan kurang lebih lima bulan, kami saling menjaga dan menguatkan. Kembali lagi, hubungan tentang orangnya, bukan stigma dan kondisinya,” kata mahasiswa ITS tersebut.
Ia menegaskan tidak semua mahasiswa Jurusan Teknik kerap memainkan perasaan perempuan. Bisa jadi, kata dia, hanya ada segelintir oknum yang sifatnya seperti itu.
“Banyak juga kok mahasiswa teknik yang setia, sehingga bisa duduk di pelaminan bersama pasangannya,” ucap Hafiz.
Sementara itu, pendiri Sekolah Murid Merdeka, Najelaa Shihab menjelaskan hubungan yang red flag atau tidak sehat biasanya tidak ketahuan jika percakapan antara kedua pasangan tidak mendalam. Bahkan seringnya ketahuan setelah pasangan memutuskan untuk berkeluarga.
“Dasarnya dari hubungan yang juga rapuh itu hubungannya dengan Tuhan, alam, keluarga besar, bahkan dengan diri sendiri di masa lalu,” kata Najelaa seperti dikutip di akun Instagram pribadinya, @najelaashihab, pada Senin, (17/3/2025).
Dampaknya pun bisa memberikan pengalaman buruk bagi generasi selanjutnya, yakni anak. Sebab ia tidak bisa memilih lahir di keluarga seperti apa. Oleh karena itu, setiap pasangan perlu merenungkan hubungan mereka. Seperti, “Sudahkah aku menunjukkan perhatian ke pasangan?” atau “Apakah aku dan pasangan masih bertumbuh bersama?”
Penulis: Aisyah Amira Wakang
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: Semester 14 tapi Skripsi Baru Dua Lembar, Mahasiswa ITS Terakhir di Angkatan Tolak Menyerah Demi Orang Tua atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.