Realistis! gaji dokter terlalu kecil untuk beban kerja yang besar
Sedangkan alasan kedua, Meiyin tak mau denial, kalau kenyataannya penghasilan menjadi dokter itu terlalu kecil untuk beban kerja yang besar. Bahkan, dia blak-blakan kalau hasil berjualan kambing jauh di atas gaji dokter.
“Setelah internship aku banyak tanya ke kating-kating yang sudah lulus duluan. Ternyata gaji dokter itu rata-rata cuma 6-7 juta. Itu pun mereka udah nggak bisa menikmati hidup, pulang kerja udah amat kelelahan, muka-muka sudah seperti zombie gitu,” jelasnya.
Selama kuliah kedokteran sampai lulus S2, Meiyin menghitung kalau total biaya yang ia keluarkan kira-kira Rp500 juta. Ini merupakan perhitungan dari UKT Rp20 juta per bulan, ditambah biaya beli buku, alat praktikum, dan uang kos.
Karena merasa biaya yang dikeluarkan buat lulus kedokteran sangat besar, Meiyin merasa tidak adil jika penghasilannya di kemudian hari tak bisa mencukupi kebutuhan hidupnya. Makanya, berjualan kambing merupakan langkah paling realistis.
“Aku malah udah berpikir kalau jualan kambing ini bukan untuk sampingan aja, tapi jadi penghasilan utamaku nanti,” kata Meiyin.
“Bukannya nggak mau jadi dokter. Aku masih mau buka praktik, mengobati pasien. Tapi itu sekadar buat pengabdian dan tanggung jawab profesiku sebagai dokter, bukan untuk cari uang,” lanjutnya.
Alasan lain mengapa dia kekeuh berjualan kambing, Meiyin ingin menyaingi pencapaian orang tuanya. Di kampung, nyaris tak ada yang tak mengenal orang tuanya berkat kesuksesan mereka menjadi wirausahawan ulung.
“Makanya, ada pressure dalam diri aku buat bisa menyaingi kesuksesan orang tua aku,” pungkasnya.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Muchamad Aly Reza
Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News