Keputusan kuliah di Universitas BSI membuat Mey (23) sempat dipandang penuh keraguan. Sebab, kampus tersebut tak cukup familiar bagi orang-orang di sekitanya di Medan, Sumatera Utara. Namun, kuliah di BSI dengan biaya kuliah standar justru mengantarnya berada di posisi sekarang: bisa mendapat pekerjaan layak bahkan sebelum lulus kuliah.
***
Namanya Mey Elena, perempuan asal Simalungun, Medan. Saat ini ia bekerja di sebuah perusahaan digital di Tebet, Jakarta Selatan.
“Saat ini belum ada pikiran sih buat balik Medan. Mau meniti karier dulu di Jakarta,” ujarnya saat kami punya kesempatan berbincang pada Kamis (8/8/2024) malam WIB.
Ia perempuan ramah, riang, dan namapaknya juga suka bercerita. Hampir satu jam kami berbincang melalui sambungan telepon.
Mey ternyata sudah melewati banyak situasi pelik sebelum akhirnya bisa di posisi sekarang. Termasuk impiannya untuk kuliah yang penuh lika-liku hingga akhirnya berlabuh ke Universitas BSI kampus Fatmawati.
Nyaris tak bisa kuliah karena biaya
Mey lulus SMA di Simalungun, Medan, pada 2019. Sebagaimana teman-teman seangkatannya yang lain, Mey tentu punya keinginan untuk langsung kuliah. Khususnya di kampus negeri.
Terlebih, selama di SMA ia terbilang sebagai siswa pintar: mengisi daftar 10 besar peringkat paralel. Sayangnya, Mey harus menahan diri terlebih dulu. Ia tidak bisa langsung kuliah setelah lulus SMA karena kendala biaya kuliah.
“Aku kan tiga bersaudara. Saat itu adikku masih SMP. Sementara kakakku kuliah semester akhir di kampus swasta yang biayanya mahal. Kami juga bukan dari keluarga kaya,” tutur Mey mengenang masa-masa sulit itu.
Sebenarnya orang tua Mey tetap membolehkannya daftar di kampus-kampus negeri. Jika keterima, maka Mey boleh langsung kuliah. Namun jika tidak lolos, maka orang tua Mey meminta gap year terlebih dulu sembari menunggu sang kakak lulus. Saat itu belum ada gambaran bakal kuliah di Universitas BSI.
Karena jika Mey memaksakan kuliah di tahun itu juga, di kampus swasta atau kampus negeri jalur mandiri, tentu akan memakan biaya besar. Orang tua Mey pasti bakal kewalahan karena harus membiayai dua anak yang kuliah dengan biaya tinggi. Belum lagi harus membiayai sang adik yang juga masih sekolah.
“Tapi ternyata aku nggak keterima kampus negeri incaranku, Kak. Jadi mau nggak mau aku harus ngalah, gap year dulu, nunggu kakak selesai kuliah,” ucap perempuan yang kini kuliah di Universitas BSI tersebut.
Di ambang antara tetep kuliah atau langsung kerja
Selama gap year, Mey bukannya berdiam diri. Ia ikut bekerja bantu-bantu keluarga. Dari situ ia mendapat uang saku. Di sela-sela waktunya bekerja itu, Mey tak luput terus belajar, mempersiapkan diri untuk mendaftar kuliah kampus negeri lagi di tahun berikutnya.
“Berhubung mama udah keluar (uang) banyak di semester akhir kakakku, terus kakakku juga belum dapat kerjaan, mamaku pernah bilang, ‘Gimana misalnya kamu nggak kuliah, tapi langsung kerja’,” beber Mey.
May sontak menolak. Pasalnya, Mey merasa sudah mengalah satu tahun pada sang kakak. Di tahun berikutnya (2020), sudah seharusnya ia mendaftar kuliah lagi. Oleh karena itu, ia tetap mendaftar UTBK agar bisa kuliah di kampus negeri.
Sayangnya, tahun 2020 itu pun Mey tetap tak beruntung. Ia tak lolos lagi. Di titik itu, ia merasa jangan-jangan memang ia tidak ditakdirkan untuk kuliah. Melainkan untuk bekerja.
“Tapi kakakku tahu perasaanku. Karena kan aku udah ngalah setahun demi kakak. Kakak langsung inisiatif cari kerjaan,” ungkap Mey.
Dalam posisi bekerja itu pula, kakak Mey juga mencoba mencari-cari informasi dari teman-temannya perihal kampus dengan biaya standar tapi fasilitasnya oke. Beberapa teman sang kakak menyarankan untuk kuliah di Universitas BSI.
“Setelah lihat di medsos BSI, akhirnya diputuskan lah mendaftar BSI yang kampus Fatmawati. Ambil jurusan Sistem Informasi. Bener-bener semua biaya kuliah ditanggung kakak. Beruntung banget punya kakak seperti itu. Biaya kuliah di BSI pun nggak memberatkan kakakku,” lanjut Mey.
Baca halaman selanjutnya…
Diragukan karena kampus nggak terkenal, malah bisa kerja di perusahaan besar sebelum lulus kuliah