Kuliah di jurusan yang lulusannya gampang dapat kerja adalah harapan orang tua Udin (24). Itulah mengapa, ia memilih prodi Akuntansi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) karena dianggap punya prospek kerja yang luas. Sayangnya, Udin justru merasa salah jurusan. Ingin pindah kampus, tapi orang tua telanjur keluar biaya tak sedikit buat kuliahnya.
Saat lulus SMA pada 2017 lalu, mahasiswa asal Banjarnegara ini memang merasa cukup frustrasi. Keinginannya masuk PTN harus kandas setelah dia menemui banyak kegagalan di berbagai seleksi masuk PTN.
Pada seleksi tertulis SNBT 2017 (dulu SBMPTN), misalnya, tak ada satu pun kampus incarannya berhasil dia masuki. Begitu juga di seleksi mandiri, tak ada satupun PTN yang mau menerimanya.
“Bahkan di Utul UGM, ujian mandiri PTN di UNY, Undip, hingga Unsoed, aku juga gagal,” kenang Udin kepada Mojok, Jumat (5/4/2024) lalu.
Namun, karena tak mau gapyear dan kudu kuliah tahun itu juga, Udin memutuskan buat mendaftar ke PTS saja. Kala itu, untuk urusan jurusan apa yang harus ia masuki, Udin hanya manut ke pilihan orang tua.
“Karena cari jurusan yang gampang cari kerja, ortu mutusin buat daftarin aku ke Fakultas Ekonomi,” jelasnya. “Dipilihlah jurusan Akuntansi di UMY,” sambungnya, menceritakan awal mula dia kuliah di UMY.
Kuliah mahal di UMY tetap digas, meski cuma kuat satu semester
Sudah jadi rahasia umum kalau kuliah di PTS tak pernah murah. Begitu juga di UMY. Saat Udin pertama kali masuk, uang kuliahnya mencapai dua digit.
“Waktu itu semester pertama keluar biaya kuliah 13 juta. Nanti saat lanjut semester dua, uang kuliahnya 12 juta. Jadi turun tiap semester. Ekspektasi orang tua keluar 50-an juta sampai lulus,” kata Udin.
Jelas, bagi ibunya yang merupakan orang tua tunggal, nominal tersebut tidaklah murah. Pinjam duit sana-sini pun dijadikan solusi untuk bisa menutup biaya kuliah sang anak.
Sayangnya, meski biaya kuliahnya tak murah, mahasiswa UMY ini tak bisa menikmati kehidupan kuliahnya. Pada semester satu, memang kuliahnya cukup lancar karena materi pembelajaran “baru yang dasar-dasar saja”. IPK-nya pun juga mumpuni, yakni 3,75.
Memasuki semester dua, Udin mulai oleng. Materi kuliah akuntansi mulai bikin dia pusing karena banyak itung-itungannya.
“Buku materinya tebal banget. Bikin kicep. Ibarat mau buka aja sudah males duluan,” katanya, mendeskripsikan betapa memusingkannya materi Akuntansi UMY di semester kedua.
Ditambah, sejak akhir semester pertama Udin memang sudah mulai nyambi bekerja di salah satu majalah komunitas di Jogja. Kesibukannya tersebut, selain tambah bikin dia malas masuk kelas, sekaligus mempertebal kalau akuntansi memang bukan jurusan yang pas buatnya.
Keinginan masuk jurusan yang linier sesuai minatnya pun semakin besar. Niatnya buat mengikuti SNBT 2018 juga makin mantap–meski terkendala izin ortu karena sudah telanjur bayar uang kuliah semester dua yang tak murah di UMY.
Baca halaman selanjutnya…
Diam-diam bolos satu semester tanpa sepengetahuan ortu. Untungnya bisa lolos dari lubang jarum.