Gagal masuk jurusan kedokteran memang sesakit itu
Arif, mahasiswa Surabaya ini tak bisa memungkiri, kalau gagal tiga kali daftar jurusan kedokteran ini bikin dia down dan sempat berubah. Dia bahkan sempat membenci mahasiswa fakultas kedokteran gara-gara gagal berkali-kali. Sesakit itu, ungkapnya.
“Saya gagal tes itu nggak cuman satu jenis aja, Mas. Banyak jenis tes saya lakukan, gagal semua. Yang terakhir, kurang dikit banget lolos. Gimana nggak sakit, Mas?”
Peminat jurusan kedokteran memang begitu banyak. Dilansir dari Kompas, daya tampung tahun ini dengan jumlah peminat jurusan kedokteran tiap kampus tahun lalu benar-benar jomplang. Sebagai contoh, daya tampung jurusan kedokteran UGM ada 54, sedangkan peminat 2023 ada 3.766. Untuk UNAIR, kampus tujuan Arif yang utama, punya daya tampung 2024 90, peminat tahun lalu sekitar 3.424.
Wacana penambahan fakultas kedokteran pun sempat bergaung saat debat capres kemarin. Salah satu capres punya program untuk bikin banyak FK baru, meski mendapat resistensi dari banyak pihak bahwa kebutuhan dokter yang sekarang sudah cukup, hanya persebarannya saja yang kurang.
Penyesalan gagal masuk jurusan kedokteran
Pada semester 5 kemarin, akhirnya Arif bisa menerima. Meski kadang penyesalan itu muncul, dia lebih memilih untuk fokus pada masa kini.
“Karena saya sudah tau mana farmasi yang saya suka, pencapaian yang saya dapatkan di farmasi, dan mungkin saya untungnya kedapatan berteman sama anak-anak yang pinter di farmasi ini jadi merasa tertolong. Ya, meringankan lah, Mas.”
Arif sudah punya rencana untuk masa depannya. Dia bilang bahwa dia ingin lanjut kuliah Apoteker. Dia merasa gelar sarjana farmasi masih kurang untuk dipakai modal bersaing. Setelah itu, barulah dia menjalankan rencana besarnya.
“Mungkin setelah lulus apoteker, kalau ada rezeki lagi lanjut fast track S2-S3 di Unpad, jadi apoteker di apotek keluarga, punya produk kosmetik sendiri, dan jika semua tercapai, saya mau jadi dosen. Muluk-muluk memang, Mas, tapi kalau nggak dicoba, kapan ngerasain hidup? Hehehe.”
Keringat saya sudah mengering. Kipas yang tak henti memutar bikin ruangan terasa lebih dingin. Tapi, saya menanyakan satu pertanyaan penutup yang sama-sama bikin saya panas dingin. Saya bertanya, apakah ada penyesalan setelah semua ini?
Arif menjawab dengan lugas. Keringat saya tak jadi mengucur, tapi perihnya ikutan terasa.
“Ada, Mas. Kenapa aku dulu gak serius belajar, dan kenapa kok dulu males banget buat belajar. Kalau mungkin sedikit rajin atau sedikit niat pasti sekarang udah bisa ngerasain diagnosa pasien, jadi dokter spesialis bedah.”
Reporter: Rizky Prasetya
Editor: Hammam Izzudin
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.