Berjuang hingga semester 14, satu-satunya yang tersisa di angkatan
Kisah lain datang dari Ando, mahasiswa yang sebenarnya masuk dengan jalur beasiswa yang sama dengan Mabrur. Nahasnya, dua-duanya terlambat lulus. Padahal beasiswa hanya memberi biaya hingga semester 8 saja.
Ando, melewati masa yang lebih panjang dari Mabrur. Pasalnya, hingga semester 14 ia masih berjuang menyelesaikan tugas akhir. Terakhir, saat Mojok wawancara pada Sabtu (2/3/2024) ia mengonfirmasi bahwa skripsinya baru dua lembar.
“Ya memang. Ini baru kata pengantar bab satu,” kelakarnya.
Ando mengaku semua karena kemalasannya sejak awal masa kuliah. Pada semester 3 ia merasa mulai keteteran mengejar materi.
“Dibilang sulit sih nggak sulit banget. Asal rajin bisa, tapi ya karena malas jadi begini,” sambungnya.
Ando hobi bermain gim dan berselancar di dunia maya, salah satu alasannya kerap teralihkan dari fokus kuliah. Kondisi itu semakin parah saat pandemi Covid-19 melanda. Semua kuliah beralih jadi daring sehingga kesadaran diri mahasiswa sangat menentukan dalam proses perkuliahan.
Sejak semester 13 lalu, Ando sudah jadi satu-satunya mahasiswa angkatan 2017 yang tersisa di jurusannya. Setiap ke kampus, ia merasa sepi. Melihat mahasiswa lain terasa asing karena angkata 2019 saja sudah banyak yang lulus.
Hal yang membuatnya terdorong untuk segera mentas kuliah adalah kabar kelulusan teman satu beasiswanya. Mabrur, saat hendak meninggalkan Surabaya, secara sengaja mampir ke kos Ando yang berada di daerah Keputih. Memberikan pesan dan semangat.
Bagi Ando, tidak ada pilihan lain selain berupaya semaksimal mungkin pada semester 14 mendatang. Tentu, saya menantikan kabar kelulusan darinya. Barangkali, itu akan menjadi kisah pelengkap dari seri tulisan seputar dinamika mahasiswa ITS.
Penulis: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.