Motor Honda memang motor butut nan jelek. Namun, di jalanan Surabaya motor tersebut terasa jauh lebih bernilai ketimbang segala jenis keluaran motor Honda Vario.
Memang tidak ada data resmi yang mencatat jumlah pastinya. Namun, jalanan Surabaya memang seolah dipenuhi pengendara-pengendara motor berjenis Honda Vario. Baik 125cc, 150cc atau yang 160cc. Baik dari keluaran lama maupun terbaru.
Namun, di tengah banyaknya motor Honda Vario yang berseliweran di Surabaya, seorang pemuda asal Nganjuk, Jawa Timur, justru tetap pede berkendara dengan motor butut Honda C70.
“Sebenarnya kan terbilang motor antik. Tapi karena motorku sudah bosok, akhirnya nggak ada kesan antik-antiknya,” ujar Musa (25) bercerita, Jumat (14/6/2024) malam WIB.
Terakhir saat saya bertemu Musa di Sidoarjo, Jawa Timur (kosnya), pada Sabtu (2/3/2024) lalu, ia sebenarnya sudah berniat untuk beli motor baru.
Akan tetapi saat saya tanya lagi baru-baru ini, ternyata ia masih berat untuk meninggalkan (tak memakai sama sekali) motor Honda C70-nya tersebut. Padahal motor tersebut sudah mengkis-mengkis. Sudah sering mogok di jalan. Sementara ia yang saat ini berprofesi sebagai desainer grafis hari-hari harus riwa-riwi Sidoarjo-Surabaya.
Motor Honda C70 mendapat cap jelek dari pengendara Honda Vario
Sepanjang masa kuliah di Surabaya (2017-2022), Musa mengaku motornya tersebut memang sering jadi bahan ceng-cengan. Sebab, mayoritas teman-teman di jurusan Musa mengendarai motor bagus. Dari Aerox, ADV, BeAT dan yang paling banyak adalah Honda Vario.
Bahkan ada juga yang menyebut motor Musa sebagai motor terjelek di parkiran belakang gedung fakultasnya. Musa tak sakit hati. Karena memang faktanya demikian. Lagi pula, teman-temannya tentu bercanda, tak bermaksud merendahkan.
Level bercandaan Jawa Timur-an memang terkesan kasar. Tapi hakikatnya ya tetap bercanda.
“Sampai sekarang kalau ketemu teman kuliah, pasti yang jadi ceng-cengan si Honda C70 itu. Misalnya, Cuk pancet ae nggak ganti-ganti, wis elek ngunu (Cuk tetep aja nggak ganti-ganti (motor), udah jelek gitu),” ungkap Musa.
Setiap pulang ke Nganjuk, Jawa Timur, kakak perempuannya juga kerap mengingatkan agar Musa beli motor baru saja. Toh dari hasil mendesain, Musa memang punya tabungan yang sudah lebih dari cukup untuk beli motor baru.
Pertama, tentu untuk mengapresiasi diri sendiri atas hasil kerja kerasnya selama ini. Kedua, ya biar nggak kelihatan ngenes-ngenes amat lah. Masa dari kuliah (miskin) sampai sekarang (berduit) tetep kelihatan ngenes.
“Ngumumi yang lain, kalau nanti jadi beli baru, paling beli motor Honda Vario. Tapi motor Honda C70 ini belum tentu kujual juga. Terlalu banyak kenangan,” tutur Musa.
Motor Honda C70 temani jatuh bangun di Surabaya
Kenangan pertama dan paling sentimentil, motor Honda C70 tersebut adalah pemberian dari sang kakak saat Musa awal-awal hendak merantau ke Surabaya.
Kenangan kedua, motor yang dicap jelek oleh pengendara Honda Vario itu menemani Musa berjuang kuliah sambil jualan pentol. Karena Musa mau tak mau harus membiayai kuliahnya sendiri tanpa bantuan dari sang kakak.
Sebab, sang kakak sudah berkeluarga yang artinya harus memenuhi kehidupan keluarganya sendiri. Sementara orang tua Musa sudah meninggal. Sang ibu meninggal saat Musa di bangku SMP. Sedangkan sang ayah meninggal saat Musa di bangku SMA.
“Semester awal bayar sendiri. Nah, semester 2 mulai dapat Bidikmisi. Alhamdulillah banget itu,” ujar Musa.
Uang Bidikmisi ia pergunakan khusus untuk menunjang keperluan kuliah. Misalnya untuk membeli laptop. Lalu uang hasil jualan pentol itu ia gunakan untuk kehidupan sehari-hari di Surabaya.
Dulu ia sering mangkal dengan motor Honda C70-nya itu di depan kampusnya pada sore hingga malam hari. Pembelinya cukup banyak. Bahkan sering juga dari teman-teman sejurusannya sendiri.
“Nggak ada istilah gengsi dalam hidupku. Orang miskin dilarang gengsi,” tegas Musa.
Motor Honda C70 itu juga menyimpan kenangan menyakitkan jatuh di jalanan. Dalam perjalanan Nganjuk-Surabaya pada suatu malam di tahun 2018, ia terserempet mobil. Persisnya di Krian, Sidoarjo.
Ia tersungkur. Tak hanya mendapat luka di tubuh, motornya pun ikut babak belur. Sehingga ada bagian-bagian dari motornya itu yang kemudian terpaksa Musa lepas.
Motor jelek tapi tahan banjir
Alasan lain kenapa Musa tak gengsi meski banyak temannya pakai motor Honda Vario adalah, ada satu keunggulan dari motor Honda C70 miliknya yang bisa ia banggakan. Yakni tahan banjir.
Pasalnya, sudah beberapa kali motornya menerjang banjir Surabaya dan Sidoarjo. Khususnya di sekitaran flyover Waru, Sidoarjo, yang kalau banjir biasanya menggenang hingga di atas knalpot. Alhasil, banyak motor mogok saat memaksakan diri melintas.
Tapi hal serupa tidak berlaku bagi motor Honda C70 milik Musa. Meski tergenang, motor tersebut ajaibnya masih bisa berjalan. Meski tentu dengan agak tersendat-sendat.
“Itulah asal muasala kenapa motor ini aku kasih julukan motor Titanic,” ungkap Musa diiringi dengan tawa lepas.
Motor Honda C70 milik Musa memang tak sebagus dan sekeren Honda Vario. Akan tetapi, terlalu banyak kenangan tak ternilai harganya. Cerita-cerita di atas hanyalah sebagian kecil saja kenangan perjalanan Musa bersama motor Honda C70.
Masih ada sangat banyak cerita yang kalau ditulis nanti akan jadi sangat panjang. Namun yang jelas, kenangan-kenangan itulah yang membuat Musa tak bisa memberi harga—lebih tepatnya berat untuk menjual—motor pertamanya tersebut.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.