Alasan warung dan kafe bertahan meski potensi nombok
Kedua usaha warung dan kafe ini tetap yakin untuk bertahan dengan sistem pembayaran yang berisiko merugikan secara bisnis. Padahal, Kopi Klotok misalnya, tercatat kerap kehilangan banyak laba karena kecolongan.
“Kemarin Selasa saja dari kurang lebih 1.400 telur yang keluar, yang masuk kasir hanya 1.000 saja,” terang Manajer Kopi Klotok, Prita Damayanti saat saya temui Rabu (2/8/2023) malam.
Prita berujar pihaknya justru terbuka kepada pelanggan yang memang memiliki keterbatasan biaya. Ia bisa mempersilakan mereka untuk makan tanpa membayar. Asalkan kondisinya memang benar-benar membutuhkan.
Ia hanya berharap agar pelanggan lebih jujur lagi. Masalah sistem baginya sudah risiko pemilik usaha. Pemiliknya meniatkan hal-hal yang hilang itu menjadi sedekah.
Meski sistem pembayaran tidak berubah, sebenarnya ada beberapa upaya untuk menutup celah. Salah satunya dengan mengandalkan tukang parkir untuk mengecek nota pembayaran. Selain itu, ada pula sistem kasir keliling.
Namun, sejauh ini cara itu Prita anggap tidak selalu efektif. Sehingga kembali lagi, kejujuran pelanggan yang ia andalkan.
Tak jarang, ia mendapati ada anak muda yang memang berniat melakukan challenge. Memicu adrenalin dengan makan lalu tidak membayar.
“Bahkan ada yang ketahuan sama tukang parkir. Padahal dia bawanya mobil bagus. Kalau nggak ada duit beneran, mari kita makan sama-sama saja,” ujarnya tertawa.
Mato Kopi, nggak masalah ada yang nakal, yang penting bisnis tetap jalan
Sementara itu, pemilik Mato Kopi juga mengakui bahwa tidak adanya bill dan nomor antrean memang kerap membuat ada perhitungan-perhitungan yang kurang. Pembeli nakal yang mengaku pesan padahal sebelumnya tidak membayar. Tapi itu tak menghentikan Cak Hanafi untuk mempertahankan sistem yang sudah berjalan ini.
“Asal masih bisa berputar. Saya pertahankan sistemnya,” ujarnya.
Kopi Klotok dan Mato Kopi adalah dua contoh usaha di bidang kuliner warung makan dan kafe yang tetap berpegang teguh dengan sistem pembayaran yang unik dan berisiko. Di Jogja, tentu masih ada beberapa warung lain dengan konsep serupa. Sebagian berhasil bertahan, tetapi ada juga yang akhirnya menyerah dan mengubah sistemnya.
Reporter: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Pengakuan Pelanggan Kopi Klotok yang Tidak Bayar, Pakai Kode “Nenek” dan “Pengajian”
Cek berita dan artikel lainnya di Google News