Upaya “pembegalan” DPR RI terhadap putusan MK terkait syarat pencalonan di Pilkada 2024 memicu gelombang demonstrasi. Salah satunya demo yang terjadi di Jogja, Kamis (22/8/2024). Demo tersebut merekam kekecawaan rakyat pada Jokowi, bahkan sekalipun mereka sebenarnya tak paham politik sama sekali.
Spanduk-spanduk bernarasi kekecewaan pada Jokowi dibentangkan oleh massa demo di Jogja sejak berada di titik kumpul area parkir Abu Bakar Ali (ABA) pukul 09.30 WIB. Selain itu, massa aksi—yang terdiri dari gabungan berbagai elemen masyarakat—membawa poster bernarasi perlawanan terhadap upaya pembegalan putusan MK oleh DPR RI.
Demo di Jogja menyadarkan kalau Jokowi menyalahi aturan
Menjelang Zuhur, ketika massa demo di Jogja bergerak menuju Gedung DPRD DI Yogyakarta, saya sengaja memisahkan diri dari teman-teman wartawan lain. Saya memilih tinggal di area parkir ABA.
Seorang pedagang asongan, Sanusi (50), tampak duduk setelah sebelumnya mondar-mandir menjajakan air minum pada massa aksi siang itu. Matanya masih menatap lekat-lekat ke arah massa aksi yang kemudian memadapti Jalan Maliobioro. Saya lantas menghampirinya.
“Semalam dapat info dari teman-teman (sesama pedagang asongan), bakal ada demo gedhen (besar). Saya langsung ke sini sejak pagi,” ujarnya usai menyodorkan sebotol air mineral pada saya.
Panggilan demo bertajuk “Jogja Memanggil” memang sudah terdengar sejak sehari sebelumnya, Rabu (21/8/2024). Tak lama setelah mencuat wacana DPR RI hendak menganulir putusan MK.
Sanusi tentu tak begitu paham tentang putusan MK yang sedang ramai dibicarakan dan memicu gelombang demonstrasi, termasuk demo di Jogja pagi itu. Hanya saja, dari apa yang ia lihat dan dengar di titik kumpul ABA, Sanusi tahu kalau Jokowi ingin melanggengkan kekuasaannya dengan segala cara. Dan itu menyalahi aturan. Setidaknya, begitulah pemahaman Sanusi.
“Kalau rakyat kecil menyalahi aturan saja kena hukuman. Jadi kalau orang pemerintah yang menyalahi aturan, pantas saja didemo,” sambungnya.
Siapapun yang berkuasa, tetep cari makan sendiri
Di tempat terpisah—tapi masih di sekitar ABA—saya sempat berbincang dengan Puput (50), salah satu pemilik kios yang sedari pagi kiosnya ramai jadi jujukan massa demo di Jogja.
“Alhamdulillah laris,” ujarnya saat saya singgah di kiosnya.
Sejak pukul 08.00 WIB, ketika massa demo di Jogja mulai berdatangan, hilir mudik di kios Puput seolah tak ada jeda. Tampak ada yang memberi air mineral dan yang paling banyak tentunya rokok.
Sebagai orang awam, Puput mengaku tak paham apa masalah yang memicu demo di Jogja hari ini. Ia hanya tahu kalau massa demo membawa spanduk-spanduk bergambar dan bertuliskan “Jokowi”.
Saya lalu mencoba menjelaskannya pelan-pelan, dengan ringkas dan bahasa sederhana. Intinya, demo di Jogja hari ini pemicunya adalah karena Jokowi diindikasi melanggengkan kekuasaan. Salah satunya dengan memuluskan langkah putra bungsunya, Kaesang Pangarep, maju di Pilkada 2024 melalui cara-cara tak benar.
“Owalah…,” respons Puput.
“Saya nggap paham, Mas, yang begitu-begitu. Karena mbuh Jokowi, mbuh Prabowo, mbuh Gibran, mbuh Kaesang yang jadi presiden, orang kecil kayak saya tetep saja cari makan sendiri.” Jawaban yang begitu menampar.
Demo di Jogja: penyesalan pernah “memuja” Jokowi
Sebelum menghampiri dua pedagang tersebut, saya sempat berbincang dengan seorang emak-emak paruh baya yang melebur di tengah massa demo di Jogja. Ia—dan emak-emak lainnya—turut mengenakan pakaian serba hitam.
“Tahu info ada demo di Jogja lewat pesan grup WA ibu-ibu RT, Mas,” ungkap Rini* (panggil saja begiti). Emak-emak itu tak berkenan disebut namanya. Takut dicari aparat.
Dua kali Pemilihan Presiden (Pilpres), dua-duanya Rini memilih Jokowi. Karena di matanya, Jokowi adalah sosok santun dan merakyat. Pastilah akan membela hak-hak rakyat kecil.
Ketika ada isu-isu miring tentang Jokowi, Rini menjadi salah satu orang yang cukup militan membela dan menyanjung-nyanjungnya. Kalau pakai istilah Gen Z: membela secara ugal-ugalan). Terutama jika ada obrolan semacam itu di grup WA emak-emak RT-nya.
“Kalau ditanya soal putusan MK dan apalah itu, saya nggak paham. Tapi saya nyesel pernah menyanjung Jokowi, karena ternyata bukan orang baik,” ucap Rini.
Saya masih ingin melayangkan beberapa pertanyaan pada Rini. Sayangnya, Rini justru berpamitan untuk segera maju di tengah-tengah barisan emak-emak yang lain. Massa aksi lalu bergerak memadati Jalan Malioboro. Sayup-sayup terdengar instruksi, nyanyian “Darah Juang”, dan nyanyian-nyanyian perjuangan-perlawanan lain untuk mengawal putusan MK.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Hammam Izzuddin
BACA JUGA: Ternyata Cak Nun Benar Perihal Jokowi Firaun
Keluh kesah dan tanggapan Uneg-uneg bisa dikirim di sini